(Makalah dalam Seminar Nasional Bahasa dan Sastra Himpunan Pembina Bahasa
Indonesia di Yogyakarta pada tanggal 16–18 Mei 2008)
Mahmud Jauhari Ali
Abstrak
Pada kenyataannya hanya sebagian saja dari seluruh orang Indonesia yang
peduli dengan hidup matinya bahasa Indonesia. Sebagiannya lagi memilih tidak
peduli. Sebagai warga negara Indonesia, kita selayaknyalah peduli dengan
kehidupan dan perkembangan bahasa dan sastra Indonesia. Dewasa ini, pemakaian
bahasa Indonesia baik dalam kehidupan nyata maupun dalam dunia film mulai
bergeser digantikan dengan pemakaian bahasa anak remaja yang dikenal dengan
bahasa gaul. Dengan memakai bahasa gaul tersebut, pemakainya akan dikatakan
sebagai orang kota yang modern dan bukan orang daerah yang kurang modern.
Anggapan seperti ini jelas salah karena bahasa gaul tersebut sebenarnya sangat
dekat dengan bahasa Betawi yang merupakan salah satu bahasa daerah di
Indoensia. Antara bahasa Indonesia dan bahasa gaul tentunya lebih modern dan
lebih maju bahasa Indonesia. Hal ini karena bahasa Indonesia merupakan bahasa
tingkat nasional yang berasal dari bahasa-bahasa daerah di Indonesia dan bahasa
asing.
Dunia film nasional di Indonesia juga tidak lepas dari pemakaian bahasa
gaul ini. Tidak jarang pemakaian bahasa gaul muncul dalam pembicaraan
tokoh-tokoh dalam film nasional di Indonesia. Hal ini menjadi salah satu
penyebab pemakaian bahasa gaul dalam masyarakat di Indonesia semakin luas
karena para aktor dan aktris idola masyarakat yang memainkan peran dalam
film-film nasional tersebut berbahasa gaul. Sebagian masyarakat terbukti
menirukan bahasa gaul yang dipakai oleh para tokoh dalam film nasional yang
mereka tonton. Sebagai film nasional seharusnya tidak memakai bahasa gaul dalam
percakapan para tokohnya karena bahasa gaul bukanlah bahasa nasional. Bahasa
yang dipakai dalam film nasional seharusnya juga bahasa nasional, yakni bahasa
Indonesia.
Peniruan bahasa gaul oleh masyarakat luas di Indonesia tentu saja berdampak
negatif terhadap pemakaian bahasa Indonesia secara baik dan benar pada saat ini
dan pada masa yang akan datang. Saat ini sudah jelas bahwa di masyarakat kita
terdapat pemakaian bahasa gaul dan parahnya lagi generasi muda Indonesia juga
tidak lepas dari pemakaian bahasa gaul ini. Bahkan, para generasi muda inilah
yang paling banyak memakai bahasa gaul daripada memakai bahasa Indonesia. Untuk
menghindari pemakaian bahasa gaul yang sangat luas di masyarakat pada masa
depan, perlu adanya usaha pada saat ini menanamkan dan menumbuhkembangkan
pemahaman dan kecintaan dalam diri generasi bangsa terhadap bahasa Indonesia
sebagai bahasa Nasional. Para orang tua, guru dan pemerintah sangat dituntut
kinerja mereka dalam menanamkan dan menumbuhkembangkan pemahaman dan kecintaan
anak-anak Indonesia terhadap bahasa Indonesia. Dengan demikian, pemakaian
bahasa Indonesia secara baik dan benar pada saat ini dan pada masa depan dapat
meningkat.
Kata Kunci: Bahasa, film nasional, interferensi, pergeseran, dan generasi
bangsa
Pengantar
Tahukah Anda bahwa tahun 2008 disebut sebagai tahun bahasa Indonesia? Pada
tahun 2008, bahasa Indonesia genap berusia delapan puluh tahun. Karena itulah,
tahun ini merupakan Tahun Bahasa Indonesia. Berbagai kegiatan pun mulai
dipersiapkan untuk menyambutnya. Berbagai kegiatan tersebut akan dilaksanakan
pada tahun ini guna memajukan dunia bahasa dan sastra Indonesia dan daerah di
tanah air kita. Berbagai lomba mulai dari lomba baca puisi sampai kompetisi
membuat laman atau website bertemakan bahasa dan sastra Indonesia dan daerah
akan digelar. Begitu pula seminar bahasa dan sastra, termasuk Seminar Nasional
XVI Bahasa dan Sastra Himpunan Pembina Bahasa Indonesia juga diselenggarakan
pada tahun ini, serta kegiatan lainnya pun juga akan digelar termasuk Kongres
Bahasa Indonesia Tahun 2008.
Berdasarkan hal di atas, kita dapat megetahui bahwa semangat untuk
memajukan bahasa dan sastra Indonesia dan daerah di tanah air ini masih sangat
tinggi oleh sebagian orang Indonesia. Mengapa saya mengatakan sebagian dan
bukannya seluruh orang Indoensia? Karena pada kenyataannya memang hanya
sebagian saja dari seluruh orang Indonesia yang peduli dengan hidup matinya
bahasa dan sastra Indonesia dan daerah. Sebagiannya lagi memilih tidak peduli.
Sebagai warga negara Indonesia, kita selayaknyalah peduli dengan kehidupan dan
perkembangan bahasa dan sastra Indonesia dan daerah.
Dewasa ini, pemakaian bahasa Indonesia baik dalam kehidupan nyata maupun
fiksi mulai mengalami interferensi dan mulai bergeser digantikan dengan
pemakaian bahasa gaul yang dekat dengan bahasa Betawi dengan beberapa perubahan
kata baru berupa kata, seperti nyokap dan bokap, serta berupa
singkatan-singakatan. Interferensi dan pergeseran ini dapat dimaklumi karena
bahasa Betawi adalah bahasa asli Jakarta yang merupakan Daerah Khusus Ibukota
negara Indonesia. Dengan memakai bahasa gaul tersebut, pemakainya akan
dikatakan sebagai orang kota yang modern dan bukan orang daerah yang kurang
modern. Anggapan seperti ini jelas salah karena bahasa gaul tersebut sangat
dekat dengan bahasa Betawi yang merupakan salah satu bahasa daerah juga di
Indoensia. Antara bahasa Indonesia dan bahasa gaul tentunya lebih modern dan
lebih maju bahasa Indonesia. Hal ini karena bahasa Indonesia merupakan bahasa
tingkat nasional yang berasal dari bahasa-bahasa daerah di Indonesia dan bahasa
asing. Sebaliknya, bahasa gaul hanya merupakan bahasa tingkat daerah yang
berasal dari bahasa Betawi.
Dahulu jika seseorang berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda suku
dengannya, ia akan menggunakan bahasa Indonesia. Akan tetapi, dewasa ini
orang-orang yang berbeda suku jika berkomunikasi satu sama lain akan mengunakan
bahasa gaul. Begitu pula dengan kasus interferensi, bahasa gaul kadang muncul
dalam penggunaan bahasa Indonesia dalam situasi resmi. Seharusnya interferensi
bahasa gaul dalam penggunaan bahasa Indonesia kita hindari karena hal itu tidak
termasuk penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
Dunia film nasional di Indonesia juga tidak lepas dari pemakaian bahasa
gaul ini. Tidak jarang pemakaian bahasa gaul muncul dalam pembicaraan
tokoh-tokoh dalam film nasional di Indonesia. Hal ini menjadi salah satu
penyebab pemakaian bahasa gaul dalam masyarakat di Indonesia semakin luas
karena para aktor dan aktris idola masyarakat yang memainkan peran dalam
film-film nasional tersebut berbahasa gaul. Sebagian masyarakat terbukti
menirukan bahasa gaul yang dipakai oleh para tokoh dalam film nasional yang
mereka tonton. Sebagai film nasional seharusnya tidak memakai bahasa gaul dalam
percakapan para tokohnya karena bahasa gaul bukanlah bahasa nasional. Bahasa
yang dipakai dalam film nasional seharusnya juga bahasa nasional, yakni bahasa
Indonesia.
Peniruan bahasa gaul oleh masyarakat luas di Indonesia tentu saja berdampak
negatif terhadap pemakaian bahasa Indonesia secara baik dan benar pada saat ini
dan pada masa yang akan datang. Saat ini jelas di masyarakat sudah banyak
adanya pemakaian bahasa gaul dan parahnya lagi generasi muda Indonesia juga
tidak lepas dari pemakaian bahasa gaul ini. Bahkan, para generasi muda inilah
yang paling banyak memakai bahasa gaul daripada memakai bahasa Indonesia. Untuk
mengindari pemakaian bahasa gaul yang sangat luas di masyarakat pada masa
depan, perlu adanya usaha pada saat ini menanamkan dan menumbuhkembangkan
pemahaman dan kecintaan dalam diri generasi bangsa terhadap bahasa Indonesia
sebagai bahasa Nasional. Para orang tua, guru dan pemrintah sangat dituntut
kinerja mereka dalam menanamkan dan menumbuhkembangkan pemahaman dan kecintaan
anak-anak Indonesia terhadap bahasa Indonesia. Dengan demikian, pemakaian
bahasa Indonesia secara baik dan benar pada saat ini dan pada masa depan dapat
meningkat.
Bahasa Indonesia dan Penggunaannya
“Kami, putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia”, demikianlah bunyi alenia ketiga sumpah pemuda yang telah dirumuskan
oleh para pemuda yang kemudian menjadi pendiri bangsa dan negara Indonesia.
Bunyi alenia ketiga dalam ikrar sumpah pemuda itu jelas bahwa yang menjadi
bahasa persatuan bangsa Indonesia adalah bahasa Indonesia. Kita sebagai bagian
bangsa Indonesia sudah selayaknya menjunjung tinggi bahasa Indonesia dalam
kehidupan sehari-hari.
Bahasa Indonesia ialah bahasa yang terpenting dikawasan republik kita
(Alwi, dkk, 2003:1). Dengan menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar,
berarti kita telah menjunjung tinggi bahasa persatuan seperti yang diikrarkan
dalam sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Akan tetapi, dengan
menjunjung tinggi bahasa Indonesia, tidak berarti kita melupakan bahasa daerah
kita masing-masing. Kita tidak harus berbahasa Indonesia secara terus-menerus
sepanjang hayat kita.
Dalam berbahasa Indonesia, kita harus memperhatikan golongan penutur dan
jenis pemakaiannya. Ketika kita berada dalam situasi formal, seperti seminar
kebahasaan, kita menggunakan bahasa Indonesia secara benar (bahasa Indonesia
baku). Pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap
baku itulah yang merupakan bahasa yang benar (Alwi, dkk, 2003:20). Akan tetapi,
jika kita berada di rumah atau di warung kopi yang orang-orangnya satu suku
bangsa dengan kita, kita gunakan saja bahasa daerah kita. Penggunaan bahasa
daerah merupakan usaha untuk mempertahankan bahasa daerah di tengah arus budaya
modern. Hal ini sesuai dengan penjelasan pasal 36 UUD 1945 yang menyebutkan
bahwa “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia”, tercantum dengan tegas, “Di
daerah-daerah yang memunyai bahasa sendiri yang dipelihara oleh rakyatnya
dengan baik-baik, bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh
negara” dan “Bahasa-bahasa itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia
yang hidup”
Kita lebih baik baik berbahasa daerah daripada berbahasa gaul dalam situasi
yang tidak resmi. Mengapa demikian? Karena dengan berbahasa daerah, kita sudah
melestarikan bahasa daerah yang menjadi pemerkaya bahasa nasional dan sekaligus
pemerkaya bangsa Indonesia. Sebaliknya, jika kita menggunakan bahasa gaul di
daerah kita sendiri dengan orang-orang sebahasa daerah, kita tidak mencintai
dan tidak melestarikan bahasa daerah sendiri. Kebiasaan menggunakan bahasa gaul
akan membuat kita menggunakan sebagian kata bahasa gaul tersebut dalam
penggunaan bahasa Indonesia baku. Dengan kata lain terjadi interferensi
(pengacauan) bahasa gaul ke dalam pemakaian bahasa Indonesia baku. Kata yang
sering muncul dari bahasa gaul dalam pemakaian bahasa Indonesia baku adalah,
seperti kata nggak atau gak (bahasa gaul) yang seharusnya kata tidak (bahasa
Indonesia). Hal ini harus kita hindari sejauh mungkin dalam kehidupan kita.
Jelas bahwa kita sebagai bagian bangsa Indonesia sepatutnyalah menggunakan
bahasa Indonesia dan bahasa daerah secara baik dan benar. Artinya, kita
menggunakan bahasa Indonesia dalam situasi formal, seperti dalam seminar bahasa
dan sastra Indonesia atau dengan penutur yang tidak menguasai bahasa daerah
kita dengan kaidah kebahasaan yang dibakukan dan kita menggunakan bahasa daerah
dalam situasi nonformal dengan orang-orang yang menguasai bahasa daerah kita
atau dalam situasi formal kedaerahan, seperti upacara adat secara benar menurut
kaidah kebahasaan yang beraku di daerah kita masing-masing.
Bagaimana kita bisa menggunakan bahasa Indonesia secara benar? Banyak cara
yang dapat kita lakukan agar kita menguasai bahasa Indonesia baku sehingga kita
bisa berbahasa Indonesia secara benar. Cara-cara itu dapat kita kelompokkan
menjadi dua, yakni melalui pendidikan formal (di sekolah dan perguruan tinggi),
dan melalui kegiatan di luar pendidikan formal. Pembelajaran bahasa Indonesia
melalui pendidikan formal di sekolah dan di perguruan tinggi harus ditambah
dengan kegiatan di luar pendidikan formal. Kegiatan di luar pendidikan formal,
misalnya membaca buku-buku kebahasaan bahasa Indonesia seperti buku Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia karangan Hasan Alwi, dkk terbitan Balai Pustaka,
mencermati lema beserta deskripsi maknanya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
oleh Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, praktik-praktik berbahasa Indonesia
dengan teman dalam kelompok belajar, dan juga menyimak sekaligus mengikuti
tanya jawab dalam siaran Bahasa Indonesia di radio atau di televisi.
Inteferensi Bahasa Gaul dalam Penggunaan Bahasa Indonesia
Di masyarakat pada saat ini sering kita dengar percakapan orang-orang
dengan menggunakan bahasa gaul. Bahasa gaul tidak hanya dipakai oleh para
remaja, tetapi juga digunakan oleh orang-orang dewasa. Bahasa gaul dianggap
lebih modern daripada bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Penggunanya pun akan
dikatakan sebagai orang yang modern. Hal ini dapat kita pahami karena bahasa
gaul lahir dari masyarakat perkotaan yang modern sehingga penggunanya pun akan
dikatakan sebagai orang kota yang modern. Padahal bahasa gaul sangat dekat
dengan bahasa Betawi di Ibukota Negara Indonesia yang sebenarnya merupakan
bahasa daerah juga. Bahasa gaul sangat kental dengan bahasa Betawi dengan
beberapa perubahan kata baru berupa kata, seperti nyokap dan bokap, serta
berupa singkatan-singakatan.
Bahasa gaul sebenarnya bukanlah bahasa yang dilarang penggunaannya. Jika
kita kategorikan, bahasa gaul dapat kita kategorikan sebagai bahasa prokem yang
termasuk ke dalam bahasa slang yang menambah khazanah kekayaan bahasa di
Indonesia. Hal yang meyebabkan bahasa gaul dapat disebut sebagai masalah adalah
jika bahasa gaul menggeser penggunaan bahasa Indonesia (sudah dijelaskan di
atas) dan jika dipakai dalam penggunaan bahasa Indonesia atau yang sering kita
sebut dengan inteferensi bahasa gaul ke dalam bahasa Indonesia. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (Alwi, 2005:438) interferensi adalah masuknya unsur
serapan ke dalam bahasa lain yang bersifat melanggar kaidah gramatika bahasa
yang menyerap. Interferensi bahasa gaul inilah yang harus kita hindari.
Penyebab terjadinya interferensi ini salah satunya adalah seringnya bahasa gaul
dipakai dalam kehidupan sehari-hari sedangkan bahasa Indonesia jarang
digunakan. Kurangnya kompetensi berbahasa Indonesia juga dapat meyebabkan
terjadinya interferesi bahasa gaul ke dalam bahasa Indonesia. Interferensi
bahasa gaul ke dalam bahasa Indonesia yang paling sering terjadi adalah interferensi
pada tataran morfem.
Interferensi pada tataran morfem ini dapat terjadi pada morfem terikat dan
mofem bebas. Morfem terikat yang penulis maksud adalah seperti afiks atau
imbuhan dan yang termasuk morfem bebas berupa kata yang dapat berdiri sendiri.
Interferensi pada morfem terikat dapat kita lihat seperti dalam pengimbuhan
sufiks –in yang merupakan sufiks bahasa gaul pada bentuk dasar laku yang
merupakan kata dasar bahasa Indonesia sehingga menjadi kata turunan lakuin.
Masuknya unsur morfem terikat berupa sufiks –in ini merupakan bentuk
interferensi bahasa gaul dalam penggunaan bahasa Indonesia pada tataran morfem
terikat. Seharusnya kata itu menjadi melakukan dan bukan lakuin.
Pada tataran morfem bebas kata-kata bahasa gaul yang sering masuk ke dalam
penggunaan bahasa Indonesia, seperti kata nggak atau gak, bikin, dan cuman.
Kata-kata itu muncul dalam kalimat, seperti Kamu sedang bikin apa? dan Aku gak
pernah mencuri. Penggunaan bahasa gaul dalam bahasa Indonesia ini sebaiknya
kita hindari karena membuat kita tidak menggunakan bahasa Indonesia secara
benar dalam situasi resmi.
Film Nasional dan Pemakaian Bahasa Gaul di dalamnya
Usia perfilman nasional kita lebih kurang sudah 82 tahun sejak
ditayangkannya film nasional pertama berjudul Loetoeng Kasaroeng pada tahun
1926 silam. Dunia perfliman di Indonesia mengalami pasang surut di Indoensia.
Pada 1970, jumlah produksi mencapai 21 judul setahun, kemudian memuncak pada
1977 menjadi 124 (J.B. Kristanto, 2004). Pada awal tahun 2000-an perfilm nasional
mulai bangkit kembali dengan berbagai tema yang membuat para penonton puas
menikmati setiap alur ceritanya. Tema-tema tersebut mulai tema cinta, horor,
relegius, hingga tema komedi dewasa yang dikemas sedemikian rupa untuk menarik
minat masyarakat menonton beramai-ramai. Film-film nasional pada tahun 2000-an
itu antara lain, Kudesak (2000), Pasir Berbisik (2001), dan Ayat-Ayat Cinta
(2008). Akan tetapi, dalam hal ini penulis tidak membahas tema-tema film
nasional tersebut. Dalam film nasional di Indonesia ada satu hal yang membuat
penulis tertarik, yakni penggunaan bahasa oleh para pelaku yang diperankan para
aktris dan aktor ternama di Indonesia. Sebagian besar para pelaku dalam film
nasional di negera kita menggunakan bahasa Indonesia yang terinterferensi
dengan bahasa gaul, bahkan ada pelaku dalam film nasional yang menggunakan
bahasa gaul secara keseluruhan. Padahal bahasa dalam film nasional seharusnya
juga menggunakan bahasa nasional, yakni bahasa Indonesia secara benar. Hal ini
bukan berarti bahwa bahasa gaul dilarang penggunaannya di negara Indonesia.
Bahasa gaul tetap boleh dipakai di negara kita sebagai pemerkaya khazanah
bahasa. Akan tetapi, bahasa gaul yang dapat kita katakan sebagai bentuk slang
itu harus dipakai dalam kelompok tertentu saja. Film nasional tidak hanya
ditonton oleh kelompok remaja gaul, tetapi ditonton oleh semua lapisan
masyarakat secara nasional. Melihat kenyataan ini, tentunya bahasa yang menjadi
alat komunikasi semua lapisan masyarakat adalah bahasa nasional, yakni bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa Indoensia dalam film nasional bukanlah sebagai bentuk
pengerdilan bangsa Indonesia. Ada sebagian orang Indonesia yang beranggapan
bahwa jika hanya menggunakan bahasa Indonesia di negara kita, berarti merupakan
bentuk pengerdilan bangsa Indonesia. Anggapan ini tentulah salah. Mengapa
penulis katakan salah? Karena dengan menggunakan bahasa Indonesia, persatuan di
negara kita akan semakin kuat sehingga keutuhan negara kita tetap dapat kita
jaga bersama. Sebaliknya, jika bahasa gaul yang dipakai tentulah tidak semua
warga negara Indonesia dapat memahaminya. Dengan demikian, kerekatan persatuan
di negara kita akan berkurang. Jika sudah berkurang, suku-suku di negara
Indoensia akan melepaskan diri dari negara Indoensia. Hal inilah yang akan
membuat bangsa kita menjadi kerdil.
Pemakaian bahasa gaul dalam film nasional ini ternyata menjadi penyebab
bahasa gaul semakin banyak dipakai oleh warga negara Indonesia. Dapat kita
katakan bahwa film nasional menjadi media penyebar bahasa gaul di Indonesia.
Hal ini karena para aktor dan aktris idola masyarakat yang memainkan peran
dalam film-film nasional tersebut berbahasa gaul. Sebagian masyarakat terbukti
menirukan bahasa gaul yang dipakai oleh para tokoh dalam film nasional yang
mereka tonton. Sebagai film nasional seharusnya tidak memakai bahasa gaul dalam
percakapan para tokohnya karena bahasa gaul bukanlah bahasa nasional. Hal itu
bukanlah sesuatu yang menguntungkan bagi bangsa Indonesia karena dengan semakin
luasnya penggunaan bahasa gaul tersebut, penggunaan bahasa Indonesia mengalami
interferensi dari bahasa gaul dan pergeseran. Pergeseran yang penulis maksud
adalah warga Indonesia bergeser dari penggunaan bahasa Indonesia ke penggunaan
bahasa gaul. Padahal yang menjadi bahasa nasional di negara kita adalah bahasa
Indonesia dan bukanlah bahasa gaul.
Dewasa ini pemakaian bahasa gaul dalam film nasional seakan-akan menjadi
bahasa nasional di negara kita. Tentunya sebagai warga negara Indonesia yang
baik, kita seharusnya tidak meniru penggunaan bahasa gaul tersebut dalam
pergaulan kita di masyarakat, seperti di mal-mal yang kita kunjungi. Bahasa
Indonesia haruslah kita utamakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Generasi Bangsa Indonesia
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan sedang dalam proses
pembangunan. Sebagai sebuah bangsa besar yang sedang membangun, Indonesia
tentulah memerlukan generasi-generasi penerus yang andal di berbagai bidang
untuk dapat mewujudkan masyarakat adil, makamur, dan merata. Untuk menjadikan
generasi penerus bangsa ini sebagai sumber daya manusia yang andal dan tangguh
diperlukan pendidikan bermutu di setiap daerah. Dalam hal pendidikan di
Indonesia, kita lebih banyak mendapatkan pengetahuan dari berbagai disiplin
ilmu dengan bahasa Indonesia baku atau benar. Bahasa Indonesia baku bagi
sebagian besar orang Indonesia merupakan bahasa kedua setelah menguasai bahasa
pertama atau bahasa ibu. Walaupun sebagai bahasa kedua, bahasa Indonesia
menjadi bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Karena itu, para generasi
bangsa kita harus mengusai bahasa Indonesia agar dapat memiliki banyak
pengetahuan sehingga menjadi sumber daya manusia yang andal dan dapat membangun
bangsa ini secara optimal. Mendapatkan pengetahuan tentulah bukan hanya dari
jalur pendidikan di sekolah atau di perguruan tinggi, tetapi juga di masyarakat
luas.
Dewasa ini begitu banyak informasi yang beredar di sekitar kita dari segala
penjuru dunia yang sebagian besar dikemas dalam bahasa Indonesia baku. Mulai
dari buku-buku pelajaran, surat kabar, hingga berita-berita di televisi,
informasi tersebar di sekeliling kita. Jangan heran, jika kita tidak mengikuti
perkembangan informasi, kita akan menjadi orang asing di masyarakat kita
sendiri! Kita akan merasa tersisihkan dalam pergaulan jika kita tidak mau
mengikuti pekembangan informasi yang tersebar di berbagai media, baik media
cetak maupun media elektronik. Penyebaran informasi, baik yang berupa
peristiwa, ilmu, maupun penemuan-penemuan terbaru disajikan secara lisan dan
tulisan. Secara lisan sering kita temui dalam media elektronik, seperti
televisi dan radio. Informasi yang disampaikan secara tertulis dapat kita
jumpai di media elektronik, seperti informasi di internet, dan juga di media
cetak, seperti surat kabar, majalah, dan buku-buku.
Kenyataan ini mengharuskan para generasi penerus bangsa Indonesia menguasai
bahasa Indonesia baku. Bahasa Indonesia baku adalah bahasa Indonesia yang benar
secara kaidah kebahasaan di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa bahasa
Indonesia sangat penting dalam membentuk generasi bangsa yang cerdas dan
kompetitif. Dengan terbentuknya generasi cerdas dan kompetitif, bangsa
Indonesia akan mudah dalam proses pembangunan yang hingga saat ini masih
digalakkan di berbagai bidang kehidupan. Karena itulah, para generasi penerus bangsa
ini harus mendapatkan pemahaman betapa pentingnya penggunaan bahasa Indonesia
terhadap kemajuan bangsa Indonesia. Dengan pemahaman tersebut, generasi penerus
bangsa ini dengan sendiri juga akan menjaga dan melestarikan bahasa Indonesia
dalam rangka mewujudkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang maju dan makmur
secara merata di berbagai bidang kehidupan.
Hal-Hal yang Perlu Dilakukan
Sehubungan dengan semakin maraknya penggunaan bahasa gaul yang digunakan
oleh sebagian masyarakat Indonesia modern, perlu adanya tindakan nyata dari
semua pihak yang peduli terhadap eksistensi bahasa Indonesia yang merupakan
bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan.
Berkaitan dengan pemakaian bahasa gaul dalam dunia nyata dan fiksi yang
menyebabkan interferesi ke dalam bahasa Indonesia dan pergeseran bahasa
Indonesia tersebut di atas, ada hal-hal yang perlu dilakukan.
Pertama, menyadarkan masyarakat Indonesia terutama para generasi penerus
bangsa ini bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional harus kita utamakan
penggunaannya. Dengan demikian, mereka lebih mengutamakan penggunaan bahasa
Indonesia secara baik dan benar daripada bahasa gaul. Penyadaran ini dapat
dilakukan oleh para orang tua di rumah kepada anak-anak mereka. Dapat pula
dilakukan oleh para guru kepada para siswa mereka. Selain itu, pihak pemerintah
dapat bertindak secara bijak dalam menyadarkan masyarakat untuk mengutamakan
penggunaan bahasa Indonesia di negara kita. Sebagai contoh, pemerintah
menerbitkan Undang-Undang Kebahasaan.
Kedua, menanamkan semangat persatuan dan kesatuan dalam diri generasi
bangsa dan juga masyarakat luas untuk memperkukuh bangsa Indonesia dengan
penggunaan bahasa Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bahwa bahasa Indonesia
merupakan bahasa persatuan yang dapat kita gunakan untuk merekatkan persatuan
dan kesatuan bangsa Indonesia. Dengan menanamkan semangat tersebut, masyarakat
Indonesia akan lebih mengutamakan bahasa Indonesia daripada menggunakan bahasa
gaul. Cara menanamkannya dapat dilakukan di rumah, sekolah, dan di masyarakat.
Ketiga, pemerintah Indonesia harus menekankan penggunaan bahasa Indonesia
dalam film-film produksi Indonesia. Dengan penggunaan bahasa Indonesia secara
benar oleh para pelaku dalam film nasional yang diperankan aktor dan aktris
idola masyarakat, masyarakat luas juga akan mengunakan bahasa Indonesia seperti
para idola mereka tersebut.
Keempat, meningkatkan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah dan di
perguruan tinggi. Para siswa dan mahasiswa dapat diberikan tugas praktik
berbahasa Indonesia dalam bentuk dialog dan monolog pada kegiatan bermain
drama, dalam bentuk diskusi kelompok, penulisan artikel dan makalah, dan juga
dalam bentuk penulisan sastra seperti cerita pendek dan puisi. Dengan
praktik-praktik berbahasa Indonesia tersebut, dapat mengembangkan kreativitas
berbahasa Indonesia mereka dan juga dapat membiasakan mereka berbahasa
Indonesia secar baik dan benar.
Penutup
Dewasa ini bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa persatuan, dan
bahasa dalam pengantar dunia pedidikan pada sejumlah pemakaiannya mulai
terinterferensi dengan bahasa gaul. Bahkan, penggunaan bahasa Indonesia mulai
mengalami pergeseran oleh bahasa gaul yang digunakan sebagian masyarakat
Indonesia sendiri. Penggunaan bahasa gaul tidak hanya dalam kehidupan nyata,
tetapi juga dalam kehidupan fiktif seperti dalam dialog dan monolog para pelaku
film nasional di negara Indonesia. Sebagian masyarakat Indonesia yang paling
gemar berbahasa gaul adalah para generasi muda bangsa kita. Kenyataan tersebut
harus segera diatasi mengingat betapa pentingnya bahasa Indoensia bagi bangsa
Indonesia.
Sebagai warga Indonesia yang baik, kita seharusnya dapat menggunakan bahasa
Indonesia secara baik dan benar. Bahasa gaul memang bukanlah bahasa yang
dilarang penggunaannya, tetapi kita harus ingat bahwa bahasa gaul dipakai dalam
kelompok tertentu saja. Kita sebaiknya tidak menggunakan bahasa gaul di luar
kapasitasnya. Dengan demikian, terciptalah penggunaan bahasa Indonesia dan
bahasa gaul yang terpisah atau tidak ada interferensi bahasa gaul ke dalam
bahasa Indonesia dan tidak ada pergeseran penggunaan bahasa Indonesia oleh
penggunaan bahasa gaul.
Daftar Buku Bacaan
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Alwi, Hasan, dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Arifin, E. Zainal. 1989. Penulisan Karangan Ilmiah dengan Bahasa Indonesia
yang Benar. Jakarta: Rineka Cipta.
Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 2002. Cermat Berbahasa Indonesia.
Jakarta: Akademika Pressindo.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Charli, Lie. 1999. Bahasa Indonesia yang Baik dan Gimana Gitu….Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Kristanto, J.B. 2004. Nonton Film Nonton Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.
Musaba, Zulkifli. 1994. Terampil Menulis dalam Bahasa Indonesia yang Benar.
Surabaya: Sarjana Indonesia.
Panitia Pengembanagan Bahasa Indonesia. 1999. Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Ramlan, M. 2001. Sintaksis. Yogyakarta: Karyono.
Sami, M. Atar. 1990. Menulis Efektif. Padang: Angkasa.
Sugono, Dendy. Dkk. 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Pusat
Bahasa.
Tim Penyusun. 2007. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Yogyakarta: Pustaka
Yustisia.
http://sastra-indonesia.com/2011/05/bahasa-indonesia-film-nasional-dan-generasi-bangsa/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A. Qorib Hidayatullah
A. Rego S. Ilalang
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Kadir Ibrahim
Abi N. Bayan
Achiar M Permana
Adib Baroya
Aditya Ardi N
Afrilia
Afrizal Malna
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mustofa
Alief Mahmudi
Alim Bakhtiar
Allex Qomarulla
Amarzan Loebis
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Syarifuddin
Anash
Andri Awan
Anggrahini KD
Anindita S Thayf
Anisa Ulfah
Anjrah Lelono Broto
Annisa Steviani
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra)
Ardy Suryantoko
Arie Giyarto
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arif Gumantia
Arif Hidayat
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
AS Laksana
Asarpin
Asrul Sani
Baca Puisi
Bahrum Rangkuti
Balada
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni R. Budiman
Beni Setia
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budi Darma
Bustan Basir Maras
Candra Malik
Candrakirana
Caping
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chicilia Risca
Christine Hakim
Cinta Laura Kiehl
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Darju Prasetya
Deddy Setiawan
Denny JA
Denny Mizhar
Deo Gratias
Dewi Musdalifah
Dhimas Ginanjar
Dian Sukarno
Dian Tri Lestari
Diana AV Sasa
Dien Makmur
Dinar Rahayu
Diskusi
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Yan Masfa
Donny Syofyan
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Edisi Khusus
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Prasetyo
Eko Tunas
Elsa Vilinsia Nasution
Erwin Setia
Ery Mefry
Esai
Evan Ys
F Aziz Manna
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Foto Andy Buchory
Francisca Christy Rosana
Franz Kafka
Frischa Aswarini
Fritz Senn
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gde Artawan
Gendhotwukir
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Gusti Eka
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hamsad Rangkuti
Hamzah Sahal
Hardy Hermawan
Hari Purwiati
Hario Pamungkas
Haris del Hakim
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hendri R.H
Hendri Yetus Siswono
Herie Purwanto
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I. B. Putera Manuaba
IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah)
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Fitri
Ignas Kleden
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imammuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indira Permanasari
Indonesia O’Galelano
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Inung As
Isbedy Stiawan ZS
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwan Simatupang
Jajang R Kawentar
Jalaluddin Rakhmat
James Joyce
Jean-Paul Sartre
Jember Gemar Membaca
JJ. Kusni
Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng
Joko Pinurbo
Jordaidan Rizsyah
Joyo Juwoto
Jual Buku Paket Hemat
K. Usman
Kadek Suartaya
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khairul Mufid Jr
Khanif
Khoirul Abidin
Ki Ompong Sudarsono
Kiki Astrea
Kitab Para Malaikat
Koh Young Hun
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela)
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kurnia Effendi
Kuswaidi Syafi’ie
L.K. Ara
Lan Fang
Launching dan Bedah Buku
Lawi Ibung
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Literasi
Liza Wahyuninto
Lukas Luwarso
Lukman Santoso Az
M. Abror Rosyidin
M. Adnan Amal
M. Faizi
M. Lutfi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahardini Nur Afifah
Mahendra Cipta
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mansur Muhammad
Marcellus Nur Basah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Marsel Robot
Marulam Tumanggor
Mas Garendi
Mashuri
Masuki M. Astro
Matdon
Matroni Muserang
MG. Sungatno
Moh. Husen
Mohamad Sobary
Mohammad Sadam Husaen
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Multazam
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Murnierida Pram
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Neli Triana
NH Dini
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Novel John Halmahera
Nurel Javissyarqi
Nuryana Asmaudi
Omah Sastra Ahmad Tohari
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pagelaran Musim Tandur
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Profil MA Matholi'ul Anwar
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Pustaka LaBRAK
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat HM
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Resensi
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Riri Satria
Rodli TL
Ronggeng Dukuh Paruk
Ronny Agustinus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saini KM
Sainul Hermawan
Sajak
Sanggar Pasir
Sanggar Pasir Art and Culture
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sasti Gotama
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Lamongan
Sastra-Indonesia.com
Sastri Sunarti
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Semesta
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siwi Dwi Saputro
Soeparno S. Adhy
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Subagio Sastrowardoyo
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Titi Aoska
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Topik Mulyana
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Ulysses
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Negeri Jember
Untung Wahyudi
Veronika Ninik
Viddy A.D. Daery
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Widie Nurmahmudy
Wildan Ibnu Walid
Windi Erica Sari
Wisran Hadi
Y Alprianti
Y. Thendra BP
Yanusa Nugroho
Yasunari Kawabata
Yeni Mulyani
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Zainuddin Sugendal
Zainuri
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zumro As-Sa'adah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar