Selasa, 13 Agustus 2019

MERAYAKAN RASA SYUKUR DAN JIWA INDONESIA

(Refleksi Nilai sekitar Proklamasi dan Peringatan Tahunan)
Ahmad Syauqi Sumbawi

Jauh sebelum “Hari Kemerdekaan ke-74” diperingati tahun 2019 ini, Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, hanya dihadiri oleh para pemimpin nasional dan rakyat yang berada di Jakarta. Pukul 10.00 waktu Indonesia bagian Jl. Pegangsaan Timur No.56, Soekarno-Hatta dengan mengatasnamakan Bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya dari segala bentuk penjajahan.

Tak ada kembang api dan petasan yang dinyalakan, sebagaimana yang kita lihat pada hampir semua panggung peringatan malam tujuhbelasan beberapa tahun ini. Kecuali spirit kemerdekaan yang terus berkobar. Tak ada upacara bendera formasi lengkap seperti yang kerap kita saksikan melalui siaran televisi, serta yang pernah kita ikuti di lapangan kecamatan, alun-alun kota, dan sebagainya. Hanya upacara pengibaran bendera sederhana diiringi lagu Indonesia Raya. Tetapi khidmat dan sakral, menggetarkan jiwa. Bersama sumpah setia untuk terus mengibarkan Sang Merah Putih di tanah air sendiri. Terus berkibar, meskipun darah tumpah di tumpah darah Indonesia.

Tak ada televisi yang menyiarkan peristiwa itu secara langsung. Tidak juga Radio Republik Indonesia (RRI), yang baru merekam suara teks proklamasi tersebut pada tahun 1951, dengan suara pembaca aslinya, yaitu Soekarno. Hanya foto hitam-putih yang menjadi bukti peristiwa, sebagaimana yang dapat kita lihat ketika membaca buku-buku Sejarah Indonesia. Juga layar televisi yang meng-slide-nya sebagai ilustrasi terkait Proklamasi hingga sekarang ini. Hanya suara-suara anak bangsa yang sambung-menyambung menyebarkan berita itu ke seluruh penjuru negeri bersama teriakan “Indonesia Merdeka! Merdeka!” Karenanya, maklum jika kabar Proklamasi itu terlambat menyebar di daerah-daerah yang jauh dari Jakarta, terutama di luar pulau Jawa.

Kendati demikian, Proklamasi 17 Agustus 1945 bukan pengumuman biasa, tetapi pernyataan kemerdekaan yang dinamis, yang menghimpun seluruh potensi bangsa serta menggerakkannya untuk mencapai cita-cita dan tujuannya dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.

Meyakini bahwa kemerdekaan merupakan atas berkat Allah atau Tuhan yang Maha Kuasa, maka sangat serasi dengan sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan yang Maha Esa, yang mendasari seluruh sila yang lain. Hal ini membuktikan adanya rasa syukur di kalangan seluruh bangsa Indonesia atas kemerdekaannya yang diperjuangkan bersama secara gotong-royong.

Yah, demikian Eka Sila yang menjadi opsi selain Tri Sila—yaitu socio-nationalisme yang diperas dari kebangsaan-internasionalisme dan kebangsaan-perikemanusiaan, socio-democratie yang merupakan gabungan dari demokrasi dan kesejahteraan sosial, serta Ketuhanan, yang menghormati satu sama lain, sebagaimana yang pernah ditawarkan oleh Bung Karno pada Sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, terkait dasar negara, yaitu Pancasila. Melalui opsi terakhir itu, tampaknya Bung Karno ingin menegaskan bahwa “nyawa” dari Pancasila adalah spirit gotong-royong, yang sifatnya lebih dinamis daripada kekeluargaan dan persatuan. Dalam hal ini, gotong-royong merupakan sebuah gambaran atas kesatuan upaya bersama yang diarahkan untuk mencapai tujuan dan cita-cita seluruh bangsa Indonesia.

Kini, “Hari Kemerdekaan” Republik Indonesia akan mencapai usianya yang ke-74 tahun. Sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya, kita pun memperingati dan merayakannya. Pada tingkat RT atau RW yang ada di desa-desa, rakyat berkumpul dalam tasyakuran dan memanjatkan doa bersama pada malam 17 Agustus untuk keberkahan bangsa dan negara Indonesia, dilanjutkan dengan menyanyikan “Indonesia Raya” dan lagu-lagu nasional lainnya. Juga makan bersama dengan tetangga—kaya miskin, tua muda, laki-laki perempuan, dan sebagainya—, yang merupakan bagian terkecil dari Indonesia itu sendiri.

Kemudian dalam koordinasi pengurus RT/RW berbagai lomba-lomba tradisional pun diselenggarakan oleh organisasi pemuda atau karang taruna, seperti panjat pinang, makan kerupuk, lari kelereng, balap karung, memasukkan paku ke dalam botol, balap bakiak, tarik tambang, perang bantal, balap tempeh, memecahkan balon, mengambil koin dalam terigu, sepakbola joget, dan sebagainya. Begitu pula dengan kemeriahan acara “panggung Agustus-an” yang menutup rangkaian peringatan kemerdekaan Republik Indonesia. Seluruh rangkaian peringatan dan perayaan yang ada tersebut, biasanya diselenggarakan secara mandiri, terutama melalui partisipasi dan gotong royong di antara seluruh warga kampung, baik RT/RW, dusun, maupun desa.

Yah, tentu saja berbeda, antara episode peristiwa sekitar Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 dengan peringatan dan perayaan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia pada tahun-tahun berikutnya. Meskipun demikian, di antara keduanya terdapat nilai-nilai yang menjadi titik persamaan, sekaligus mengikat simpul ke-Indonesia-an dalam dimensi ruang dan waktu, yaitu rasa syukur kepada Tuhan dan gotong-royong antar sesama anak bangsa.

[*] http://sastra-indonesia.com/2019/08/merayakan-rasa-syukur-dan-jiwa-indonesia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah