I. B. Putera Manuaba *
fazizmanna.blogspot.co.id
Dalam Sayembara Penulisan Puisi Tahun 2015 ini, setelah melalui proses pendataan administratif pada Komite Sastra Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT), ada enam belas manuskrip kumpulan puisi yang kami terima, dan siap untuk diseleksi dan ditentukan pemenang terbaiknya. Juri Sayembara Penulisan Puisi terdiri atas Tjahjono Widarmanto, Nanang Suryadi, dan I. B. Putera Manuaba. Berdasarkan data yang ada, para penyair yang ikut sayembara berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur, dan mereka semua relatif masih berumur muda. Penyair Bangkalan dan juga Malang adalah yang paling banyak mengikuti sayembara dalam tahun ini. Ini prestasi yang cukup membanggakan dilihat dari kuantitas produktivitas karya puisi.
Geliat kreativitas puisi penyair dari dua daerah itu sangat potensial. Kendati memang realitas teks puisinya cenderung masih dalam proses meniti menuju kematangannya. Ke depan kami harapkan tumbuh menjadi penyair-penyair yang handal. Selain dua daerah itu, ada juga penyair dari Gresik, Lamongan, Situbondo, Sumenep, Banyuangi, dan Sidoarjo. Semua daerah yang disebut itu menjadi “kantong-kantong” penyair muda Jawa Timur, yang tentu saja ke depan kami harapkan terus berproses menuju kematangan puisi-puisinya.
Secara keseluruhan dapat kami beri catatan, manuskrip kumpulan puisi yang dapat diikutkan dalam Sayembara Penulisan Puisi ini mensyaratkan karya-karya yang baru. Dalam arti, karya-karya puisi belum pernah dipublikasi dalam buku kumpulan puisi. Secara umum juga dapat kami katakan, dari hasil proses pembacaan, keberadaan manuskrip karya-karya puisi yang ada memang sangat variatif dilihat dari tingkat proses kreatifnya. Kendati tidak disertakan proses kreatifnya dalam manuskrip, namun melalui puisi-puisi yang ada kami dapat menyimak bagaimana tingkat proses kreatif dari para penyair yang ikut sayembara ini. Proses kreatif mereka memang sangat bervariasi, ada yang dari baru berproses menulis puisi sampai yang sudah sering teruji dalam publikasi media.
Pengalaman berkarya (menulis puisi), keseringan mengasah menulis puisi, memang kentara dan mewarnai dalam kualitas puisi-puisi para penyair yang ikut sayembara. Bagi yang baru menulis, banyak yang masih baru dalam taraf mencari bentuk puisi, masih perlu memperbaiki bahasa puisi, dan sampai pada bagaimana harus mengekspresikan puisinya. Pada penyair yang cukup berpengalaman, memang tampak sudah tak terkendala dalam penulisan puisi. Sebagian penyair ini sudah begitu lihai, sudah memiliki infrastruktur menulis puisi, sehingga ia tinggal mematangkan dan memfokus puisinya pada pendalaman temanya.
Apabila kami cermati dari keikutsertaan penyair dalam sayembara tahun ini, peta kepenyairan di Jawa Timur ke depan tampak sangat menjanjikan. Jawa Timur tampak tidak kering dari penulisan puisi. Tinggal bagaimana menggodok menuju kualitas kematangannya. Untuk itu, tentunya perlu ada tradisi kontinyuitas berkarya, yang tidak pupus, dan dengan tetap membarakan api semangat berkarya. Bukankah sebuah kota yang berperadaban, akan ditandai dengan hadirnya karya sastra para sastrawan?
Kemudian, berkait dengan proses seleksi, dalam seleksi Sayembara Penulisan Puisi tahun ini, ada dua kriteria utama yang digunakan sebagai dasar seleksi untuk nenentukan pemenang manuskrip Sayembara Penulisan Puisi terbaik oleh Dewan Juri, yakni: pertama, teknik penyajian yang total-utuh-koheren tentang karya puisi; dan kedua, tema utama puisi dalam tahun ini yakni tentang budaya Jawa Timur. Atau, dalam bahasa yang teoretis, bisa juga dikatakan, penjurian dilihat dari: kualitas estetik dan ekstraestetiknya.
Berdasar atas dua kriteria utama tersebut, manuskrip kumpulan puisi yang dipandang paling memenuhi kriteria utama itu adalah manuskrip kumpulan puisi berjudul “Playon” karya F. Aziz Manna. Dalam penentuan manuskrip “Playon” sebagai karya terbaik, kami tidak memerlukan perdebatan yang panjang, pertemuannya sangat singkat. Oleh karena, ketika kami bertemu untuk merapatkan pemenang sayembara pada Selasa 17 November 2015, masing-masing juri sudah membawa dan menentukan nama yang sudah persis sama berdasarkan hasil pembacaan atas seluruh manuskrip kumpulan puisi yang masuk dan diterima masing-masing juri. Kami, tiga juri, sepakat memilih “Playon” sebagai karya terbaik. Ini pengalaman menjuri yang sangat istimewa, sebagai sebuah penilaian yang sangat objektif. Sebab, kami (ketiga juri), memiliki penilaian yang sama. Hasil penjurian yang merekomendasi “Playon” sebagai pemenang seleksi Sayembara Penulisan Puisi, kemudian diputuskan oleh Dewan Kesenian Jawa Timur sebagai pemenang Sayembara Menulis Puisi untuk tahun ini.
Manuskrip kumpulan puisi “Playon” karya F. Aziz Manna memiliki kualitas terbaik di antara manuskrip-manuskrip kumpulan puisi yang baik lainnya. Manuskrip kumpulan puisi “Playon” ini kebetulan ditulis oleh penyair yang memang sudah memiliki banyak pengalaman menulis puisi, jam terbang yang banyak dalam menulis puisi. Penyair yang lahir di Sidoarjo pada 8 Desember 1978 dan kini tinggal di Sidoarjo ini, memulai debut kepenyairannya ketika ia bergabung dan aktif di komunitas Teater GAPUS Unair dan Forum Studi Sastra dan Seni Luar Pagar (FS3LP). Karya-karyanya terkumpul dalam Antologi Penyair Jawa Timur "Permohonan Hijau" (Festival Seni Surabaya, 2003-2004), Antologi Penyair Tiga Wilayah “Festival Mei” (Forum Sastra Bandung dan Institut Nalar Jatinangor, 2005), Rumah Pasir (Festival Seni Surabaya 2008), Lelaki Tak Bernama (Dewan Kesenian Lamongan, 2008), “What`s Poetry” Forum Penyair Internasional Indonesia (Henk Publica, 2012), "Sirkus Sastra" Bienalle Sastra Salihara, 2013, “Tasbih Hijau Bumi” (Lesbumi NU Jawa Timur), serta “Tiang Tegak Toleransi” (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Timur, 2015). Beberapa buku puisi tunggalnya seperti Kumelambungkan Cintaku (GAPUS, 2003), "Izinkan Aku Menciummu" (Gapus, 2006), Wong Kam Pung (FSS 2010), Siti Surabaya dan kisah Para Pendatang (Diamond Publishing 2010), Tanggulendut (Satu Kata, 2013), serta Siti Surabaya: Sebuah Puisi Epik (Garudhawaca, 2014).
Teknik penyajian puisi (estetik karya) yang digunakan dalam 54 puisi yang terhimpun dalam kumpulan puisi “Playon” ini, kami nilai telah disajikan dengan matang. Ini mungkin karena penyair sudah sangat terbiasa dan terasah menulis puisi. Manna seperti sudah tak terkendala lagi dengan soal bahasa puisi, pemilihan diksi, dan penataan tipografi puisi. Puisi-puisinya memang menggunakan penyajian gaya esai, namun puisi-puisinya terasa tetap mempertahankan kepuitisannya, tak keluar dari hakikatnya sebagai karya puisi. Judul-judul puisi yang rata-rata singkat, tampak menjadi diksi-diksi yang diakrabinya.
Kendati dirangkai dalam bentuk esai, puisi-puisi yang terhimpun dalam “Playon” ini, antara baris yang satu dengan yang lainnya, juga masih koheren. Bahkan, terkadang Manna menyelipkan larik kunci yang sarat pesan, misalnya dapat disimak dalam salah satu bagian petikan teks berjudul “Jumpritan”: /kami yang lengah dan menyerah jadi santapan setan//.
Satu hal yang juga jadi perhatian, dalam keseluruhan puisi, tak ditemui ada kesalahan penulisan bahasa, dan juga tidak ada teknik atau penanda apa pun yang dihadirkan tak beralasan. Semua tampak padu dan utuh sebagai sebuah puisi yang matang itu tadi. Kata-kata, diksi, dan frase yang digunakan, tampak sangat lekat dan mendukung ekspresinya. Tak nampak ada kata yang mubazir, dan juga kata-kata sepertinya dipilih sesuai dengan intensitas makna kata yang diinginkan sehingga sangat mendukung estetika karyanya.
Permainan gaya bahasanya juga variatif, membuat puisi hadir cukup memikat. Untaian kata-kata yang ada dalam puisi-puisi Manna sangat mengalir, beberapa puisinya ibarat alunan dendang musik yang multiinterpretatif. Ini dapat disimak misalnya pada salah satu cuplikan bagian puisi “Ngupil”: /serupa arkeolog muda penuh gairah aku disengat goda, ditantang tualang. dinding-dinding berlendir dan licin. debu dan angin. melecut nyali ciut. cakar kekar, singkal dempal, titis sigap beradu tepat//.
Puisi-puisi yang ditulis Manna ini juga tampak sangat kaya dengan metafora, yang membuat puisi menjadi lebih hidup dan tidak vulgar dalam menyampaikan pesan atau mengekspresikan ruh budaya. Bahkan, hampir dalam keseluruhan puisinya Manna dengan cekatan memainkan metafora itu secara proporsional, sehingga puisi terasa lebih bertenaga dan tentu menyembunyikan banyak makna. Tidak hanya metafora, puisi-puisinya juga diwarnai analogi-analogi yang mendukung, yang juga sama-sama berfungsi menghidupkan puisi, dan menjadikan puisi terasa estetis.
Teknik penyajian puisi lainya yang kemudian membuat puisi ini menjadi unggul, karena Manna mampu menata puisi-puisinya dalam komposisi yang memperlihatkan bagaimana budaya itu dari waktu ke waktu. Kalau disimak dari kelompok puisi bagian pertama hingga keempat, nampak ditata sesuai dengan perkembangan waktu (zaman). Dalam arti, membaca kelompok puisi ini, pembaca seperti diajak mengenali budaya Jawa Timuran dari sisi yang tradisional (rural culture) sampai sisi yang perkotaan (urban culture). Apabila kelompok puisi pertama dan kedua sangat kental dengan permainan budaya tradisi, bagian ketiga dan keempat terasa masuk pada budaya urban. Manna mencoba menggambarkan seluruh permainan budaya Jawa Timur seperti itu dan sekaligus mewarnainya dengan ruh budayanya.
Di dalam puisi-puisinya, Manna banyak mengungkap permainan tradisional budaya Jawa Timur. Manna seperti mengajak pembaca untuk masuk ke alam tradisi dan sekaligus mengikuti dinamikanya sampai ke permainan masyarakat urban. Ruh budaya Jawa Timur disajikan dengan halus, terbungkus dalam diksi-diksi yang menyiratkan permainan budaya Jawa Timur, dan diekspresikan dalam untaian bait-bait puisi yang disusun dengan gaya esai. Budaya Jawa Timur begitu bebas diungkap dalam puisi-puisinya, sebebas permainan tradisi itu dimainkan. Manna cukup mampu menyelami budaya Jawa timur dari tradisi hingga ke urban. Kehadiran puisi-puisi yang mengungkap tentang permainan budaya Jawa Timur ini jadi menarik di tengah realitas masyarakat saat ini.
Di tengah arus globalisasi sekarang ini, yang dibanjiri dengan permainan global, puisi-puisi ini seperti kembali hadir dari pengasingannya dan memperkenalkan kekayaan budaya yang telah lama tak terperhatikan dan mungkin tak banyak dikenali lagi--terutama oleh anak-anak sekarang. Begitu banyak permainan yang kita miliki namun tak pernah pula diakrabi lagi oleh anak-anak kita. Puisi-puisi Manna yang mengangkat satu kekayaan budaya permainan budaya Jawa Timur ini, menjadi penting artinya. Permainan tradisional dalam budaya Jawa Timur, menyimpan banyak nilai hidup, pesan moral, dan juga manfaat bagi tumbuh-kembangnya generasi masyarakat yang berbasis nilai kearifan lokal.
Dilihat dari judul-judul puisi karya Manna, yang diambil dari diksi-diksi budaya Jawa Timur, sebagian besar kata-kata yang digunakan dalam “Playon” ini mungkin terasa asing di telinga anak-anak sekarang. Di antaranya ada kata-kata: “Jumpritan”, “Paku”, “Ngupil”, “Contong Bolong”, “Petak Umpet”, “Tuding”, “Dadu”, “Kekean”, “Jahit”, “Dongeng Kancil Lumajang”, “Pawon”, “Layangan”, “Jengkah”, “Playon”, “Cacingan”, “Suket Tarung”, “Balon”, “Endog-endogan”, “Mimis Ketapel”, “Sinau”, “Cubling-cublingan”, “Pasara”, “Remian”, “Bendan”, “Lompat Tali”, “Enthung Uler Jedung”, “Telepon Kaleng”, “Pikatan”, “Kitiran”, “Jaran Debok”, “Ngasak”, “Bakar Sampah”, “Keret”, “Luncur”, “Ngaso”, “Matung”, “Nyethe”, “Ngopi”, “Kopi Walik”, “Petan”, “Piatu”, “Kambangan”, “Ziaroh”, “Oncoran”, “Merconan”, “Mungar”, “Kerokan”, “Nyuci”, “Engkle”, “Gapangan”, “Kothekan”, “Kidung Kudang”. Penyair Manna nampak sengaja memunculkan nama-nama itu. Semua nama-nama (permainan) budaya Jawa Timuran itu, perlu dikenali, karena di dalamnya tersimpan kearifan budaya, yang perlu diinternalisasi oleh anak-anak untuk membangun kepribadian yang berbudaya.
Kehadiran puisi-puisi yang mengungkap roh budaya (permainan) budaya Jawa Timur ini jadi penting kalau dikaitkan dengan gerakan dan semangat pelestarian budaya. Anak-anak tidak hanya harus mengenali, tetapi juga mengakrabi budayanya, agar mereka benar-benar tumbuh dari akar budayanya, sehingga mereka memiliki landasan budaya yang kuat. Jangan sampai pemilik budaya menjadi asing dengan budayanya sendiri.
Sebagai akhir dari catatan ini, kami (Dewan Juri) berharap semoga kreativitas menulis puisi para penyair tidak terhenti dalam batas hanya pada mengikuti Sayembara Penulisan Puisi. Menulis puisi agar dijadikan sebagai suatu kewajiban pada diri penyair. Namun demikian, sayembara tentu saja juga sangat penting artinya dan perlu dilakukan setiap tahun karena dapat menstimulus lahirnya penyair-penyair baru dan sekaligus memberi kesempatan untuk menampilkan karya-karya terbaiknya. Sebagai penyair, ia perlu memiliki kepedulian, dan mau melibatkan diri dalam masyarakat dan budayanya. Penyair juga memiliki tanggung jawab moral dalam menyelami kehidupan, melakukan kontemplasi atas kehidupan, menyuarakan kebenaran, dan turut berperan serta dalam menyumbangkan karya kreatifnya guna memberi pencerahan hidup secara terus-menerus kepada masyarakat. Semoga ke depan lahir karya-karya puisi yang semakin berkualitas dan bermanfaat.
*) Juri Sayembara Penulisan Puisi
http://fazizmanna.blogspot.co.id/2015/12/playon-antologi-puisi-f-aziz-manna.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A. Qorib Hidayatullah
A. Rego S. Ilalang
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Kadir Ibrahim
Abi N. Bayan
Achiar M Permana
Adib Baroya
Aditya Ardi N
Afrilia
Afrizal Malna
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mustofa
Alief Mahmudi
Alim Bakhtiar
Allex Qomarulla
Amarzan Loebis
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Syarifuddin
Anash
Andri Awan
Anggrahini KD
Anindita S Thayf
Anisa Ulfah
Anjrah Lelono Broto
Annisa Steviani
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra)
Ardy Suryantoko
Arie Giyarto
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arif Gumantia
Arif Hidayat
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
AS Laksana
Asarpin
Asrul Sani
Baca Puisi
Bahrum Rangkuti
Balada
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni R. Budiman
Beni Setia
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budi Darma
Bustan Basir Maras
Candra Malik
Candrakirana
Caping
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chicilia Risca
Christine Hakim
Cinta Laura Kiehl
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Darju Prasetya
Deddy Setiawan
Denny JA
Denny Mizhar
Deo Gratias
Dewi Musdalifah
Dhimas Ginanjar
Dian Sukarno
Dian Tri Lestari
Diana AV Sasa
Dien Makmur
Dinar Rahayu
Diskusi
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Yan Masfa
Donny Syofyan
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Edisi Khusus
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Prasetyo
Eko Tunas
Elsa Vilinsia Nasution
Erwin Setia
Ery Mefry
Esai
Evan Ys
F Aziz Manna
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Foto Andy Buchory
Francisca Christy Rosana
Franz Kafka
Frischa Aswarini
Fritz Senn
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gde Artawan
Gendhotwukir
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Gusti Eka
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hamsad Rangkuti
Hamzah Sahal
Hardy Hermawan
Hari Purwiati
Hario Pamungkas
Haris del Hakim
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hendri R.H
Hendri Yetus Siswono
Herie Purwanto
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I. B. Putera Manuaba
IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah)
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Fitri
Ignas Kleden
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imammuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indira Permanasari
Indonesia O’Galelano
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Inung As
Isbedy Stiawan ZS
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwan Simatupang
Jajang R Kawentar
Jalaluddin Rakhmat
James Joyce
Jean-Paul Sartre
Jember Gemar Membaca
JJ. Kusni
Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng
Joko Pinurbo
Jordaidan Rizsyah
Joyo Juwoto
Jual Buku Paket Hemat
K. Usman
Kadek Suartaya
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khairul Mufid Jr
Khanif
Khoirul Abidin
Ki Ompong Sudarsono
Kiki Astrea
Kitab Para Malaikat
Koh Young Hun
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela)
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kurnia Effendi
Kuswaidi Syafi’ie
L.K. Ara
Lan Fang
Launching dan Bedah Buku
Lawi Ibung
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Literasi
Liza Wahyuninto
Lukas Luwarso
Lukman Santoso Az
M. Abror Rosyidin
M. Adnan Amal
M. Faizi
M. Lutfi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahardini Nur Afifah
Mahendra Cipta
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mansur Muhammad
Marcellus Nur Basah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Marsel Robot
Marulam Tumanggor
Mas Garendi
Mashuri
Masuki M. Astro
Matdon
Matroni Muserang
MG. Sungatno
Moh. Husen
Mohamad Sobary
Mohammad Sadam Husaen
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Multazam
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Murnierida Pram
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Neli Triana
NH Dini
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Novel John Halmahera
Nurel Javissyarqi
Nuryana Asmaudi
Omah Sastra Ahmad Tohari
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pagelaran Musim Tandur
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Profil MA Matholi'ul Anwar
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Pustaka LaBRAK
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat HM
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Resensi
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Riri Satria
Rodli TL
Ronggeng Dukuh Paruk
Ronny Agustinus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saini KM
Sainul Hermawan
Sajak
Sanggar Pasir
Sanggar Pasir Art and Culture
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sasti Gotama
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Lamongan
Sastra-Indonesia.com
Sastri Sunarti
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Semesta
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siwi Dwi Saputro
Soeparno S. Adhy
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Subagio Sastrowardoyo
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Titi Aoska
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Topik Mulyana
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Ulysses
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Negeri Jember
Untung Wahyudi
Veronika Ninik
Viddy A.D. Daery
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Widie Nurmahmudy
Wildan Ibnu Walid
Windi Erica Sari
Wisran Hadi
Y Alprianti
Y. Thendra BP
Yanusa Nugroho
Yasunari Kawabata
Yeni Mulyani
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Zainuddin Sugendal
Zainuri
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zumro As-Sa'adah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar