Selasa, 17 September 2019

Perasaan Puitis Penyair

Candra Malik *

”Siapa atau apa saja yang menjadi sumber inspirasi kepenyairan Anda?”

Sesi tanya jawab telah dibuka Kang Maman Suherman. Siang itu kami memang berada dalam forum bincang santai pada Indonesia International Book Fair (IIBF) 2019 di Jakarta Convention Center, Senayan, yang dihelat pada 4–8 September 2019. Ia membawa dua buku, yaitu Hijaber jika Itulah Jalanmu dan Perempuan jika Itulah Namamu. Saya membawa satu buku, satu penerbit dengan dua karya Kang Maman, yakni sekumpulan puisi yang berjudul Luka Kata.

Kang Maman lekas menyambut pertanyaan pertama itu laksana umpan lambung ke arah saya. ”Harus jujur, siapa nama perempuan di balik setiap puisimu? Jika di buku itu ada 90 puisi, apakah ada 90 perempuan?” Piawai dalam mengelola Indonesia Lawak Klub, ia yang berperan sebagai NoTulen di program televisi itu lihai juga memainkan mikrofon di forum panggung utama pameran buku tersebut. Tapi, saya juga punya ilmu berkelit.

”Sesungguhnya, setiap penulis, dalam hal ini penyair, menulis tentang dirinya sendiri. Tak penting untuk diketahui publik, siapa atau apa yang jadi sumber inspirasi. Yang lebih penting, bagaimana penyair mengungkap perasaan-perasaan puitis terhadap segala hal yang ia tulis itu,” jawab saya. Meski kita menulis tentang orang atau sesuatu lainnya, yang bukan kita, sebenarnya kita menulis tentang diri kita sendiri. Kok bisa?

Penyair menuliskan hal-hal yang dilihatnya, didengarnya, diendusnya, dicercapnya, dan dirabanya. Bahkan, meski penjelajahannya sampai ke wilayah-wilayah tak kasat, yang dituliskan pun tetap saja pemikirannya dan perasaannya terhadap sesuatu. Persepsinya, imajinasinya, perenungannya, tafsirnya, dan seterusnya. Namun, yang paling utama dari semua itu, setidaknya bagi saya, puisi adalah penanda jejak perjalanan hidup si penyair.

Puisi bukan tentang baik dan buruk, bukan pula tentang benar dan salah, walau sastra selayaknya mengandung makna keluhuran. Puisi bisa saja salah (baca: puisi bisa saja menghadirkan rekam jejak kejadian atau pemaknaan yang salah). Namun, ketika ia berhasil dituliskan oleh penyairnya dengan jujur dan tulus, saya termasuk yang yakin bahwa puisi berbicara sejak dari hati dan akan menembus hati pembacanya.

Ya, jika tidak bisa belajar dari kesalahan, bagaimana bisa kita belajar dari kebenaran? Karena itulah, saya memandang puisi sebagai ekspresi kejujuran dan ketulusan. Saya termasuk penganut paham bahwa tiap kata dalam puisi memilih dirinya sendiri untuk dituliskan. Bukan diksi yang bagus, bukan pula kosakata yang cantik karena dipoles dalam permainan, melainkan kata yang ”itu”. Ya, harus kata itu. Bukan yang lain.

Kejujuran dan ketulusan itulah yang lantas menghasilkan ketepatan. Penyair cakap dalam ”menangkap” kata yang tepat, kata per kata dalam puisinya. ”Misalkan, saya menulis puisi di komputer. Lalu, daya listrik turun. Padahal, saya belum menyimpan puisi itu. Jika puisi itu lenyap, saya bisa berhari-hari bersedih. Bukan karena saya tidak dapat menemukan kata yang lebih bagus, tetapi saya tidak bisa mengganti kata yang ’itu’.”

Memang terdapat begitu banyak teori di dalam penulisan karya sastra. Tapi, lagi-lagi bagi saya pribadi, menulis puisi adalah yang tersulit. Sebab, jika tidak ada puisi, maka tidak ada puisi. Puisi tidak bisa dikarang-karang. Puisi bukan permainan kata yang seandainya seseorang memiliki kekayaan pilihan kata dan membawa kamus besar ke mana-mana maka ia bisa berpuisi tentang apa pun dan kapan pun sesuka hati.

Puisi itu tentang hati. Balik lagi ke soal jujur dan tulus, kita bisa mendustai orang lain, tapi kita tidak akan pernah bisa mendustai diri sendiri. ”Mungkin sebagian besar dari kita menyebutnya inspirasi. Saya lebih suka menyebutnya tiban atau sesuatu yang jatuh entah dari mana. Jika puisi sudah jatuh, tak ada pilihan untuk menunda. Saya merasa harus sesegera mungkin menuliskannya,” jawab saya kepada penanya berikutnya.

Ia menanyakan proses kreatif kepenyairan. Seorang penanya lain menyoal media sosial yang banjir buih-buih status puitis. ”Boleh, sangat boleh, bahkan bagus, kita gunakan media sosial untuk berlatih menulis puisi, tapi tak semua harus menjadi puisi,” sergah saya. Ibarat sniper, penembak jitu. Niscaya banyak amunisi yang dihabiskannya dalam latihan menembak. Namun, ketika eksekusi, ia tak boleh meleset dalam sekali tembak.

Ada satu pertanyaan menarik lainnya. Yaitu, bagaimana cara pembaca memaknai puisi. Jujur dan tulus saya menjawab, ”Saya pun sering tak berhasil memahami puisi yang saya baca.” Apalagi jika ia puisi gelap, tak menyediakan sepias pelita pun bagi orang lain. Penyairnya tidak menyediakan pintu masuk bagi selain dirinya. Alhasil, meski dipublikasikan di harian umum, puisi itu toh tetap menjadi milik pribadi penyair.

*) Candra Malik, sufi yang bergiat dalam kesusastraan, kesenian, kebudayaan, dan kerohanian.
https://www.jawapos.com/minggu/saujana/08/09/2019/perasaan-puitis-penyair/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah