Candra Malik *
”Siapa atau apa saja yang menjadi sumber inspirasi kepenyairan Anda?”
Sesi tanya jawab telah dibuka Kang Maman Suherman. Siang itu kami memang berada dalam forum bincang santai pada Indonesia International Book Fair (IIBF) 2019 di Jakarta Convention Center, Senayan, yang dihelat pada 4–8 September 2019. Ia membawa dua buku, yaitu Hijaber jika Itulah Jalanmu dan Perempuan jika Itulah Namamu. Saya membawa satu buku, satu penerbit dengan dua karya Kang Maman, yakni sekumpulan puisi yang berjudul Luka Kata.
Kang Maman lekas menyambut pertanyaan pertama itu laksana umpan lambung ke arah saya. ”Harus jujur, siapa nama perempuan di balik setiap puisimu? Jika di buku itu ada 90 puisi, apakah ada 90 perempuan?” Piawai dalam mengelola Indonesia Lawak Klub, ia yang berperan sebagai NoTulen di program televisi itu lihai juga memainkan mikrofon di forum panggung utama pameran buku tersebut. Tapi, saya juga punya ilmu berkelit.
”Sesungguhnya, setiap penulis, dalam hal ini penyair, menulis tentang dirinya sendiri. Tak penting untuk diketahui publik, siapa atau apa yang jadi sumber inspirasi. Yang lebih penting, bagaimana penyair mengungkap perasaan-perasaan puitis terhadap segala hal yang ia tulis itu,” jawab saya. Meski kita menulis tentang orang atau sesuatu lainnya, yang bukan kita, sebenarnya kita menulis tentang diri kita sendiri. Kok bisa?
Penyair menuliskan hal-hal yang dilihatnya, didengarnya, diendusnya, dicercapnya, dan dirabanya. Bahkan, meski penjelajahannya sampai ke wilayah-wilayah tak kasat, yang dituliskan pun tetap saja pemikirannya dan perasaannya terhadap sesuatu. Persepsinya, imajinasinya, perenungannya, tafsirnya, dan seterusnya. Namun, yang paling utama dari semua itu, setidaknya bagi saya, puisi adalah penanda jejak perjalanan hidup si penyair.
Puisi bukan tentang baik dan buruk, bukan pula tentang benar dan salah, walau sastra selayaknya mengandung makna keluhuran. Puisi bisa saja salah (baca: puisi bisa saja menghadirkan rekam jejak kejadian atau pemaknaan yang salah). Namun, ketika ia berhasil dituliskan oleh penyairnya dengan jujur dan tulus, saya termasuk yang yakin bahwa puisi berbicara sejak dari hati dan akan menembus hati pembacanya.
Ya, jika tidak bisa belajar dari kesalahan, bagaimana bisa kita belajar dari kebenaran? Karena itulah, saya memandang puisi sebagai ekspresi kejujuran dan ketulusan. Saya termasuk penganut paham bahwa tiap kata dalam puisi memilih dirinya sendiri untuk dituliskan. Bukan diksi yang bagus, bukan pula kosakata yang cantik karena dipoles dalam permainan, melainkan kata yang ”itu”. Ya, harus kata itu. Bukan yang lain.
Kejujuran dan ketulusan itulah yang lantas menghasilkan ketepatan. Penyair cakap dalam ”menangkap” kata yang tepat, kata per kata dalam puisinya. ”Misalkan, saya menulis puisi di komputer. Lalu, daya listrik turun. Padahal, saya belum menyimpan puisi itu. Jika puisi itu lenyap, saya bisa berhari-hari bersedih. Bukan karena saya tidak dapat menemukan kata yang lebih bagus, tetapi saya tidak bisa mengganti kata yang ’itu’.”
Memang terdapat begitu banyak teori di dalam penulisan karya sastra. Tapi, lagi-lagi bagi saya pribadi, menulis puisi adalah yang tersulit. Sebab, jika tidak ada puisi, maka tidak ada puisi. Puisi tidak bisa dikarang-karang. Puisi bukan permainan kata yang seandainya seseorang memiliki kekayaan pilihan kata dan membawa kamus besar ke mana-mana maka ia bisa berpuisi tentang apa pun dan kapan pun sesuka hati.
Puisi itu tentang hati. Balik lagi ke soal jujur dan tulus, kita bisa mendustai orang lain, tapi kita tidak akan pernah bisa mendustai diri sendiri. ”Mungkin sebagian besar dari kita menyebutnya inspirasi. Saya lebih suka menyebutnya tiban atau sesuatu yang jatuh entah dari mana. Jika puisi sudah jatuh, tak ada pilihan untuk menunda. Saya merasa harus sesegera mungkin menuliskannya,” jawab saya kepada penanya berikutnya.
Ia menanyakan proses kreatif kepenyairan. Seorang penanya lain menyoal media sosial yang banjir buih-buih status puitis. ”Boleh, sangat boleh, bahkan bagus, kita gunakan media sosial untuk berlatih menulis puisi, tapi tak semua harus menjadi puisi,” sergah saya. Ibarat sniper, penembak jitu. Niscaya banyak amunisi yang dihabiskannya dalam latihan menembak. Namun, ketika eksekusi, ia tak boleh meleset dalam sekali tembak.
Ada satu pertanyaan menarik lainnya. Yaitu, bagaimana cara pembaca memaknai puisi. Jujur dan tulus saya menjawab, ”Saya pun sering tak berhasil memahami puisi yang saya baca.” Apalagi jika ia puisi gelap, tak menyediakan sepias pelita pun bagi orang lain. Penyairnya tidak menyediakan pintu masuk bagi selain dirinya. Alhasil, meski dipublikasikan di harian umum, puisi itu toh tetap menjadi milik pribadi penyair.
*) Candra Malik, sufi yang bergiat dalam kesusastraan, kesenian, kebudayaan, dan kerohanian.
https://www.jawapos.com/minggu/saujana/08/09/2019/perasaan-puitis-penyair/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A. Qorib Hidayatullah
A. Rego S. Ilalang
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Kadir Ibrahim
Abi N. Bayan
Achiar M Permana
Adib Baroya
Aditya Ardi N
Afrilia
Afrizal Malna
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mustofa
Alief Mahmudi
Alim Bakhtiar
Allex Qomarulla
Amarzan Loebis
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Syarifuddin
Anash
Andri Awan
Anggrahini KD
Anindita S Thayf
Anisa Ulfah
Anjrah Lelono Broto
Annisa Steviani
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra)
Ardy Suryantoko
Arie Giyarto
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arif Gumantia
Arif Hidayat
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
AS Laksana
Asarpin
Asrul Sani
Baca Puisi
Bahrum Rangkuti
Balada
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni R. Budiman
Beni Setia
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budi Darma
Bustan Basir Maras
Candra Malik
Candrakirana
Caping
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chicilia Risca
Christine Hakim
Cinta Laura Kiehl
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Darju Prasetya
Deddy Setiawan
Denny JA
Denny Mizhar
Deo Gratias
Dewi Musdalifah
Dhimas Ginanjar
Dian Sukarno
Dian Tri Lestari
Diana AV Sasa
Dien Makmur
Dinar Rahayu
Diskusi
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Yan Masfa
Donny Syofyan
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Edisi Khusus
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Prasetyo
Eko Tunas
Elsa Vilinsia Nasution
Erwin Setia
Ery Mefry
Esai
Evan Ys
F Aziz Manna
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Foto Andy Buchory
Francisca Christy Rosana
Franz Kafka
Frischa Aswarini
Fritz Senn
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gde Artawan
Gendhotwukir
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Gusti Eka
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hamsad Rangkuti
Hamzah Sahal
Hardy Hermawan
Hari Purwiati
Hario Pamungkas
Haris del Hakim
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hendri R.H
Hendri Yetus Siswono
Herie Purwanto
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I. B. Putera Manuaba
IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah)
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Fitri
Ignas Kleden
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imammuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indira Permanasari
Indonesia O’Galelano
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Inung As
Isbedy Stiawan ZS
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwan Simatupang
Jajang R Kawentar
Jalaluddin Rakhmat
James Joyce
Jean-Paul Sartre
Jember Gemar Membaca
JJ. Kusni
Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng
Joko Pinurbo
Jordaidan Rizsyah
Joyo Juwoto
Jual Buku Paket Hemat
K. Usman
Kadek Suartaya
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khairul Mufid Jr
Khanif
Khoirul Abidin
Ki Ompong Sudarsono
Kiki Astrea
Kitab Para Malaikat
Koh Young Hun
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela)
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kurnia Effendi
Kuswaidi Syafi’ie
L.K. Ara
Lan Fang
Launching dan Bedah Buku
Lawi Ibung
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Literasi
Liza Wahyuninto
Lukas Luwarso
Lukman Santoso Az
M. Abror Rosyidin
M. Adnan Amal
M. Faizi
M. Lutfi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahardini Nur Afifah
Mahendra Cipta
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mansur Muhammad
Marcellus Nur Basah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Marsel Robot
Marulam Tumanggor
Mas Garendi
Mashuri
Masuki M. Astro
Matdon
Matroni Muserang
MG. Sungatno
Moh. Husen
Mohamad Sobary
Mohammad Sadam Husaen
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Multazam
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Murnierida Pram
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Neli Triana
NH Dini
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Novel John Halmahera
Nurel Javissyarqi
Nuryana Asmaudi
Omah Sastra Ahmad Tohari
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pagelaran Musim Tandur
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Profil MA Matholi'ul Anwar
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Pustaka LaBRAK
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat HM
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Resensi
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Riri Satria
Rodli TL
Ronggeng Dukuh Paruk
Ronny Agustinus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saini KM
Sainul Hermawan
Sajak
Sanggar Pasir
Sanggar Pasir Art and Culture
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sasti Gotama
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Lamongan
Sastra-Indonesia.com
Sastri Sunarti
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Semesta
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siwi Dwi Saputro
Soeparno S. Adhy
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Subagio Sastrowardoyo
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Titi Aoska
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Topik Mulyana
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Ulysses
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Negeri Jember
Untung Wahyudi
Veronika Ninik
Viddy A.D. Daery
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Widie Nurmahmudy
Wildan Ibnu Walid
Windi Erica Sari
Wisran Hadi
Y Alprianti
Y. Thendra BP
Yanusa Nugroho
Yasunari Kawabata
Yeni Mulyani
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Zainuddin Sugendal
Zainuri
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zumro As-Sa'adah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar