Taufiq Wr. Hidayat *
Dalam film “Knock, Knock” (2015), seolah digambarkan kecemasan manusia mutakhir dalam kehidupannya yang privat. Orang baik---katanya, akan selalu digoda untuk menyimpang. Tatkala ia tak kokoh pada kewajaran, ia akan melakukan penyimpangan yang tak terbayangkan. Penyimpangan yang akan membuatnya hancur, kemudian meratap dan menyesali ketololan dirinya sendiri. Bukan yang di luar dirinya yang berbahaya. Sejatinya yang berbahaya adalah dirinya sendiri, khayalan terpendam yang didorong kehendak-kehendak. Kehendak-kehendak yang selama ini selalu dipenjarakan guna menjadi seorang “good man” itu.
Alkisah tersebutlah seorang ayah yang baik. Malam itu ia sendiri di rumahnya. Istri dan kedua anaknya pergi berlibur. Hujan turun deras. Terdengar suara daun pintu diketuk: “tok, tok...” Ia pun membukakan pintu. Dua orang perempuan asing, bertubuh segar dan kenyal kehujanan, meminta tolong berteduh guna menghangatkan diri. Sang ayah yang baik itu pun mengizinkan kedua perempuan muda tersebut masuk. Si ayah baik menelepon taksi. Tapi kedua perempuan itu menggoda. Keduanya mengaku sebagai pramugari, menawarkan “layanan singkat” yang istimewa, sesuatu yang menggetarkan pusar, yakni seks. Seks bertiga. Threesome yang tak terbayangkan. Mulanya si ayah baik yang bernama Evan (Keanu Reeves) menolak. Tapi ketika ia terjebak dalam kamar mandi bersama kedua perempuan segar-bugar yang sedang bertelanjang bulat dengan kedua payudara agung menggelantung tenang. Ia pun goyah. Keduanya menggoda, mengajak bersenggama. Toh itu hanyalah seks singkat yang segera dapat dilupakan begitu saja. Seks dengan orang asing, khayalan orang-orang mapan di belantara kepastian-kepastian hidup. Siapa tidak goyah pada kedua perempuan yang diperankan sosok model dewasa itu, yaitu si liar dan berwajah nakal Lorenza Izzo dan Ana de Armas. Film yang disutradarai Eli Roth ini hendak membuat kentara realitas keluarga yang dibenturkan pada keinginan liar yang fantastis, yang tak gampang terhindarkan dari kehidupan manusia, yakni penyimpangan yang biadab dan durjana di tengah rutinitas hidup yang membosankan lantaran gagal dihikmati dalam kesadaran akan kesewajaran. Apa yang harus dijaga, dirusaknya. Pengkhianatan seringkali tampak manis dan memesona. Orang bukan binatang. Bagaimana pun. Ia justru lebih berlagak sebagai binatang daripada menjadi seekor kambing.
Dalam film ini, tatkala “threesome” yang panas dan mendebarkan itu berlalu, pagi pun datang. Tokoh Evan terbangun. Terpuaskan. Ia mengira, persoalan selesai. Tapi ia tak menduga, dirinya telah dijebak dalam situasi ganjil yang diciptakan kedua perempuan asing yang seksi tersebut. Keduanya menguasai rumah, menjajah ruang-ruang privat Evan dan keluarganya. Kenikmatan singkat semalam harus dibayar mahal. Kedua perempuan nakal itu memorakporandakan seisi rumah, menjadi kejam dan bermain-main sepuasnya. Keduanya tak lagi sopan dan menggoda, tapi berubah kejam namun gembira. Mereka tak lagi menghormati batas-batas pribadi yang disakralkan pemiliknya dalam rumah. Tatkala pengkhianatan dilakukan, segera segala batas yang ditetapkan seseorang menjadi tak punya arti. Apa lagi yang patut dihargai dari seorang pengkhianat? Tapi apa yang durjana, pengkhianatan atau kelalaian? Bukankah setiap orang perlu mawas diri dalam suatu keadaan yang baginya selalu baik-baik saja?
***
Arnold Toynbee menengarai sejarah dengan dalilnya yang mashur; "Challenge and Response". Peradaban-peradaban besar dunia melewati siklus kelahiran, pertumbuhan, lalu runtuh dan musnah. Bagi Toynbee, peradaban lahir dari proses upaya-upaya totalitas manusia guna melakukan pembelaan dari belenggu-belenggu kesulitan dalam hidup. Peradaban tak pernah tercipta dari kondisi hidup yang mudah, tanpa tantangan dan kesulitan-kesulitan. Di situ kehidupan dilangsungkan. Dari upaya melewati jalan hidup yang tak gampang, manusia membangun peradaban; terus menerus membebaskan diri.
Realitas sejarah itu sejatinya gerak dasar yang asasi dari diri manusia dalam menempuh pembebasan terhadap belenggu kehendak dan keinginan-keinginan yang tanpa batas dalam dirinya sendiri. Jalan terjal sejarah tak mungkin dilewati tanpa daya hidup yang membebaskan, tanpa harapan manusiawi pada kesejahteraan. Pada kekokohan dan penghormatan terhadap kemanusiaan. Segalanya memerlukan sesuatu yang vital itu, yang hari ini banyak dilupakan atau dilalaikan orang; kesetiaan. Kesetiaan ini---yang dalam terminologi agama, disebut iman. Ia mengajarkan, manusia hakikatnya satu. Jika sang aku dapat terluka, orang lain pun dapat mengalaminya, dan rasa sakitnya tidaklah berbeda. “Mencintaimu harus menjelma aku,” kata Sapardi dalam “Sajak Kecil Tentang Cinta”.
***
Ada yang menawarkan sebatang rokok dalam sunyi. Seperti mengerti perihal penantian yang kehilangan jarum-jarum arloji. Rupanya ia pun tahu, rokok, gula, dan kopi sudah habis. Lambung kosong. Dan di dalam gerimis, masih ada yang menangis. Tepian-tepian terkikis, bagai membayangkan anak-anak yang manis, berlarian melintasi jendela ketika senja. Banjir di selokan menceritakan seekor ikan yang tersangkut pada mata kail. Tatkala kedinginan. Rindu memanggil dalam gigil.
Ada yang terus berjalan di dalam hujan. Sendirian. Seperti melangkah untuk menemui kenangan dan menjelang harapan. Lebih baik pulang, bisik seseorang. Tiba di rumah, menghangatkan badan dengan secangkir kopi, menikmati hujan dari balik kesendirian. Hujan yang pelan-pelan masuk melalui jendela ke dalam kedua matamu yang sunyi, mengalir ke relung paling jauh yang dihuni kenangan-kenangan samar. Mendengarkan detak jam dinding. Doa-doa dalam diam. Dan malam yang sebentar kemudian akan dilarutkan.
Tapi hujan datang, katanya. Kemuskilan ingatan dan orang-orang yang ditelan pertanyaan. Tanpa kesetiaan itu kiranya, orang hanya digerakkan sesuatu yang tak pernah ia ketahui. Tak pernah ia mengerti. Tiba-tiba ia telah berada dalam kehancuran yang menyakitkan.
Sitinggil, 2020
*) Taufiq Wr. Hidayat dilahirkan di Dusun Sempi, Desa Rogojampi, Kab. Banyuwangi. Taufiq dibesarkan di Desa Wongsorejo Banyuwangi. Menempuh pendidikan di UNEJ pada fakultas Sastra Indonesia. Karya-karyanya yang telah terbit adalah kumpulan puisi “Suluk Rindu” (YMAB, 2003), “Muncar Senjakala” [PSBB (Pusat Studi Budaya Banyuwangi), 2009], kumpulan cerita “Kisah-kisah dari Timur” (PSBB, 2010), “Catatan” (PSBB, 2013), “Sepotong Senja, Sepotong Malam, Sepotong Roti” (PSBB, 2014), “Dan Badut Pun Pasti Berlalu” (PSBB, 2017), “Serat Kiai Sutara” (PSBB, 2018). “Kitab IBlis” (PSBB, 2018), “Agama Para bajingan” (PSBB, 2019), dan Buku terbarunya “Kitab Kelamin” (PSBB, 2019). Tinggal di Banyuwangi, Sekarang Sebagai Ketua Lesbumi PCNU Banyuwangi.
http://sastra-indonesia.com/2020/01/setia/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Selasa, 28 Januari 2020
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A. Qorib Hidayatullah
A. Rego S. Ilalang
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Kadir Ibrahim
Abi N. Bayan
Achiar M Permana
Adib Baroya
Aditya Ardi N
Afrilia
Afrizal Malna
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mustofa
Alief Mahmudi
Alim Bakhtiar
Allex Qomarulla
Amarzan Loebis
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Syarifuddin
Anash
Andri Awan
Anggrahini KD
Anindita S Thayf
Anisa Ulfah
Anjrah Lelono Broto
Annisa Steviani
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra)
Ardy Suryantoko
Arie Giyarto
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arif Gumantia
Arif Hidayat
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
AS Laksana
Asarpin
Asrul Sani
Baca Puisi
Bahrum Rangkuti
Balada
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni R. Budiman
Beni Setia
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budi Darma
Bustan Basir Maras
Candra Malik
Candrakirana
Caping
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chicilia Risca
Christine Hakim
Cinta Laura Kiehl
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Darju Prasetya
Deddy Setiawan
Denny JA
Denny Mizhar
Deo Gratias
Dewi Musdalifah
Dhimas Ginanjar
Dian Sukarno
Dian Tri Lestari
Diana AV Sasa
Dien Makmur
Dinar Rahayu
Diskusi
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Yan Masfa
Donny Syofyan
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Edisi Khusus
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Prasetyo
Eko Tunas
Elsa Vilinsia Nasution
Erwin Setia
Ery Mefry
Esai
Evan Ys
F Aziz Manna
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Foto Andy Buchory
Francisca Christy Rosana
Franz Kafka
Frischa Aswarini
Fritz Senn
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gde Artawan
Gendhotwukir
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Gusti Eka
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hamsad Rangkuti
Hamzah Sahal
Hardy Hermawan
Hari Purwiati
Hario Pamungkas
Haris del Hakim
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hendri R.H
Hendri Yetus Siswono
Herie Purwanto
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I. B. Putera Manuaba
IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah)
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Fitri
Ignas Kleden
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imammuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indira Permanasari
Indonesia O’Galelano
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Inung As
Isbedy Stiawan ZS
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwan Simatupang
Jajang R Kawentar
Jalaluddin Rakhmat
James Joyce
Jean-Paul Sartre
Jember Gemar Membaca
JJ. Kusni
Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng
Joko Pinurbo
Jordaidan Rizsyah
Joyo Juwoto
Jual Buku Paket Hemat
K. Usman
Kadek Suartaya
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khairul Mufid Jr
Khanif
Khoirul Abidin
Ki Ompong Sudarsono
Kiki Astrea
Kitab Para Malaikat
Koh Young Hun
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela)
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kurnia Effendi
Kuswaidi Syafi’ie
L.K. Ara
Lan Fang
Launching dan Bedah Buku
Lawi Ibung
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Literasi
Liza Wahyuninto
Lukas Luwarso
Lukman Santoso Az
M. Abror Rosyidin
M. Adnan Amal
M. Faizi
M. Lutfi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahardini Nur Afifah
Mahendra Cipta
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mansur Muhammad
Marcellus Nur Basah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Marsel Robot
Marulam Tumanggor
Mas Garendi
Mashuri
Masuki M. Astro
Matdon
Matroni Muserang
MG. Sungatno
Moh. Husen
Mohamad Sobary
Mohammad Sadam Husaen
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Multazam
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Murnierida Pram
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Neli Triana
NH Dini
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Novel John Halmahera
Nurel Javissyarqi
Nuryana Asmaudi
Omah Sastra Ahmad Tohari
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pagelaran Musim Tandur
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Profil MA Matholi'ul Anwar
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Pustaka LaBRAK
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat HM
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Resensi
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Riri Satria
Rodli TL
Ronggeng Dukuh Paruk
Ronny Agustinus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saini KM
Sainul Hermawan
Sajak
Sanggar Pasir
Sanggar Pasir Art and Culture
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sasti Gotama
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Lamongan
Sastra-Indonesia.com
Sastri Sunarti
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Semesta
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siwi Dwi Saputro
Soeparno S. Adhy
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Subagio Sastrowardoyo
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Titi Aoska
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Topik Mulyana
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Ulysses
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Negeri Jember
Untung Wahyudi
Veronika Ninik
Viddy A.D. Daery
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Widie Nurmahmudy
Wildan Ibnu Walid
Windi Erica Sari
Wisran Hadi
Y Alprianti
Y. Thendra BP
Yanusa Nugroho
Yasunari Kawabata
Yeni Mulyani
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Zainuddin Sugendal
Zainuri
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zumro As-Sa'adah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar