Berthold Damshauser *
Majalah Tempo, 3 Nov 2014
Saya baru mengetahui—melalui sebuah laporan di majalah Spiegel—bahwa istilah leichte sprache (bahasa sederhana atau mudah) di Jerman adalah istilah baku yang tercantum dalam peraturan hukum Jerman. Istilah ini berkaitan dengan bahasa yang wajib digunakan oleh lembaga-lembaga kenegaraan, termasuk lembaga pemerintahan, antara lain kementerian.
Saya juga baru mengetahui bahwa kewajiban itu diadakan dalam rangka membantu mereka yang disable (difabel) secara mental, khususnya mereka yang hanya sanggup memahami kalimat-kalimat pendek dan sederhana, dengan tujuan memungkinkan mereka memahami kebijakan pemerintah dan turut berpartisipasi dalam kehidupan politik. Maka, demi kaum difabel dan jutaan manusia Jerman lain yang “buta huruf fungsional”, lembaga negara diwajibkan memasang terjemahan ke Bahasa Sederhana pada situs atau website resminya. Itulah kewajiban konkret yang berlaku sejak 2011, yang—seperti dikeluhkan oleh majalah Spiegel—belum dipenuhi. Kini Perhimpunan Kaum Difabel di Jerman mau menuntut pemerintah untuk memenuhi kewajibannya.
Berita di majalah Spiegel dari berbagai segi cukup menarik. Tentu termasuk kenyataan bahwa kira-kira 10 persen penduduk Jerman berumur minimal 16 tahun dianggap “buta huruf fungsional”. Jumlah yang disebut adalah 7,5 juta orang (dan berapakah jumlah yang dianggap “buta huruf fungsional” di Indonesia?). Dan ini juga merupakan gambaran betapa sungguh nasib kaum difabel diurus di Jerman.
Dalam bahasa Inggris, bahasa sederhana disebut sebagai plain language. Saya menemukan sebuah contoh penerjemahan dari bahasa Inggris resmi-administratif ke bahasa sederhana: High-quality learning environments are a necessary precondition for facilitation and enhancement of the ongoing learning process. Terjemahannya: Children need good schools if they are to learn properly.
Kalimat asli yang menyebalkan itu cukup berbicara. Ia berbicara tentang sebuah sikap yang dapat kita saksikan di mana pun, termasuk di Indonesia. Saksikan saja kalimat-kalimat yang saya temukan di situs web Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI:
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif. […] Rasionalitas penambahan jam pelajaran dapat dijelaskan bahwa perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu) dan proses penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output) memerlukan penambahan jam pelajaran.
Sanggupkah Anda menerjemahkannya?
Jenis kalimat seperti itu, yang sering dibumbui dengan istilah asing atau Latin, sangat disukai oleh para birokrat, kaum akademikus/sarjana, dan tak jarang juga oleh politikus.
Mereka—terkadang di bawah sadar—berupaya menciptakan sebuah jarak, sebuah jurang dalam, antara mereka dan orang awam. Jarak yang membuat mereka duduk di semacam kursi kekuasaan, jarak yang mempertahankan kedudukan mereka di situ. Kita bisa membayangkan perasaan seorang awam yang menghadapi mereka, terutama aparat birokrasi, saat mengajukan permohonan dan ditanggapi dengan teks-teks resmi-administratif yang tak ia pahami.
Sesungguhnya, bukan hanya kaum difabel atau buta huruf fungsional yang bisa dibuat menderita, kita semua bisa menjadi korban bahasa kekuasaan demikian.
Khususnya kaum akademikus yang bukan ilmuwan besar sepertinya punya tujuan lain lagi dengan cara bahasa berkode terelaborasi yang disebut “ilmiah”, tapi sering kabur dan ngawur. Banyak akademikus memang penipu yang berupaya menimbulkan kesan bahwa mereka sangat cerdas. Sering mereka berhasil membuat pembaca menganggap diri bodoh karena tak sanggup memahami ucapan aneh mereka. Dengan lihai kehampaan tuturnya disembunyikan, dan siapa tahu di antara mereka bahkan ada yang menipu diri sendiri.
Apakah saya mengutuk bahasa yang tidak sederhana? Bukan. Hal-hal yang tidak sederhana justru memerlukan bahasa yang istimewa, bahkan pelik, sehingga sulit dipahami, termasuk oleh mereka yang bukan difabel secara mental. Bahasa para filsuf adalah contoh, seperti filsuf Martin Heidegger, yang mengembangkan filosofinya dengan memanfaatkan kepelikan dan kekhasan bahasa Jerman untuk menemukan konsep baru yang memperkaya. Maka diperlukan semacam “kamus istilah Heidegger” untuk memahami pemikirannya. Dan, di bidang hukum pun, bahasa pelik jelas tak terhindari untuk menerangkan masalah yang kompleks.
Namun segala ketaksederhanaan mesti ada alasan yang meyakinkan. Dengan kata lain: Hal-hal yang sederhana hendaklah dituturkan secara sederhana pula.
Bagaimana dengan susastra, yang tujuan utamanya adalah mencipta karya seni bahasawi? Bukankah di situ kita menemukan demikian banyak karya agung, khususnya puisi, yang tak gampang dipahami, juga dari segi bahasa dan lepas dari interpretasi yang sulit? Ya, di situ pun ketaksederhanaan sah, tapi tetap memerlukan alasan yang jelas. Mungkin itu yang dipikirkan filsuf dan penyair Friedrich Nietzsche saat mencatat:
Ciri khas sastrawan yang baik: Ia memiliki dua sikap, lebih suka dipahami daripada dikagumi, dan ia tidak menulis untuk pembaca yang kelewat tajam.
Kalimat itu patut direnungkan, juga oleh non-sastrawan.
*) Kepala Program Studi Bahasa Indonesia, Universitas Bonn,Pemimpin Redaksi Orientierungen, dan redaktur Jurnal Sajak
https://rubrikbahasa.wordpress.com/2014/11/03/bahasa-sederhana/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Senin, 25 Mei 2020
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A. Qorib Hidayatullah
A. Rego S. Ilalang
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Kadir Ibrahim
Abi N. Bayan
Achiar M Permana
Adib Baroya
Aditya Ardi N
Afrilia
Afrizal Malna
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mustofa
Alief Mahmudi
Alim Bakhtiar
Allex Qomarulla
Amarzan Loebis
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Syarifuddin
Anash
Andri Awan
Anggrahini KD
Anindita S Thayf
Anisa Ulfah
Anjrah Lelono Broto
Annisa Steviani
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra)
Ardy Suryantoko
Arie Giyarto
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arif Gumantia
Arif Hidayat
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
AS Laksana
Asarpin
Asrul Sani
Baca Puisi
Bahrum Rangkuti
Balada
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni R. Budiman
Beni Setia
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budi Darma
Bustan Basir Maras
Candra Malik
Candrakirana
Caping
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chicilia Risca
Christine Hakim
Cinta Laura Kiehl
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Darju Prasetya
Deddy Setiawan
Denny JA
Denny Mizhar
Deo Gratias
Dewi Musdalifah
Dhimas Ginanjar
Dian Sukarno
Dian Tri Lestari
Diana AV Sasa
Dien Makmur
Dinar Rahayu
Diskusi
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Yan Masfa
Donny Syofyan
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Edisi Khusus
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Prasetyo
Eko Tunas
Elsa Vilinsia Nasution
Erwin Setia
Ery Mefry
Esai
Evan Ys
F Aziz Manna
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Foto Andy Buchory
Francisca Christy Rosana
Franz Kafka
Frischa Aswarini
Fritz Senn
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gde Artawan
Gendhotwukir
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Gusti Eka
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hamsad Rangkuti
Hamzah Sahal
Hardy Hermawan
Hari Purwiati
Hario Pamungkas
Haris del Hakim
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hendri R.H
Hendri Yetus Siswono
Herie Purwanto
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I. B. Putera Manuaba
IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah)
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Fitri
Ignas Kleden
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imammuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indira Permanasari
Indonesia O’Galelano
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Inung As
Isbedy Stiawan ZS
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwan Simatupang
Jajang R Kawentar
Jalaluddin Rakhmat
James Joyce
Jean-Paul Sartre
Jember Gemar Membaca
JJ. Kusni
Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng
Joko Pinurbo
Jordaidan Rizsyah
Joyo Juwoto
Jual Buku Paket Hemat
K. Usman
Kadek Suartaya
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khairul Mufid Jr
Khanif
Khoirul Abidin
Ki Ompong Sudarsono
Kiki Astrea
Kitab Para Malaikat
Koh Young Hun
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela)
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kurnia Effendi
Kuswaidi Syafi’ie
L.K. Ara
Lan Fang
Launching dan Bedah Buku
Lawi Ibung
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Literasi
Liza Wahyuninto
Lukas Luwarso
Lukman Santoso Az
M. Abror Rosyidin
M. Adnan Amal
M. Faizi
M. Lutfi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahardini Nur Afifah
Mahendra Cipta
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mansur Muhammad
Marcellus Nur Basah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Marsel Robot
Marulam Tumanggor
Mas Garendi
Mashuri
Masuki M. Astro
Matdon
Matroni Muserang
MG. Sungatno
Moh. Husen
Mohamad Sobary
Mohammad Sadam Husaen
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Multazam
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Murnierida Pram
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Neli Triana
NH Dini
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Novel John Halmahera
Nurel Javissyarqi
Nuryana Asmaudi
Omah Sastra Ahmad Tohari
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pagelaran Musim Tandur
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Profil MA Matholi'ul Anwar
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Pustaka LaBRAK
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat HM
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Resensi
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Riri Satria
Rodli TL
Ronggeng Dukuh Paruk
Ronny Agustinus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saini KM
Sainul Hermawan
Sajak
Sanggar Pasir
Sanggar Pasir Art and Culture
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sasti Gotama
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Lamongan
Sastra-Indonesia.com
Sastri Sunarti
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Semesta
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siwi Dwi Saputro
Soeparno S. Adhy
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Subagio Sastrowardoyo
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Titi Aoska
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Topik Mulyana
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Ulysses
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Negeri Jember
Untung Wahyudi
Veronika Ninik
Viddy A.D. Daery
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Widie Nurmahmudy
Wildan Ibnu Walid
Windi Erica Sari
Wisran Hadi
Y Alprianti
Y. Thendra BP
Yanusa Nugroho
Yasunari Kawabata
Yeni Mulyani
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Zainuddin Sugendal
Zainuri
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zumro As-Sa'adah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar