Jumat, 30 Agustus 2019

KEDALAMAN SUMUR SUKMA

Rakai Lukman

“Bila waktu hanya sembilu, Yang tertanam di laut teduh
Akankah kita berlari mengejar hari, Berangkat merebut matahari?”

Sore mengirim mega, sriti terbang berbanjar pulang ke sarang. Sedap matanya memandang ke ufuk barat. Galau hatinya menanggung beban usia. Lelaki itu sering menangguhkan kerja. Pagi terkapar di ranjang, siang masih bersenda gurau dengan mimpi. Sorenya terperangkap jaring lanskap senja. Malam asyik menghitung bintang dan menanti kedatangan purnama.

Sore ini suara hatinya berujar tidak biasa. Pikir yang teracak-acak menuntut segera ditata. Waktu yang selalu tergeletak di halaman rumah minta dimanja. Arwah-arwah dedaun kering memanggil supaya ia bergegas rengkuh hidup yang terperai. Angin sepuhan sore nan spoi menggelitik raga yang selalu istirah. Angan yang tak tergapai-gapai minta dijemput jemarinya yang kaku. Juga sendu dibuai mimpi tak berpijak di bumi.

Tiba-tiba mata air yang sendat mulai mencicir. Palung sukma pelahan mengeluarkan bercik-bercik air. Sukmanya menggembara menembus batas cakrawala. Pikirnya mulai menyusuri lekuk dan kelok keheningan. Jalanan yang ramai tak pernah dihiraunya pun menghempak telinga, sampai menimbulkan tanya “kenapa mereka suka-cita dalam bekerja?”

Belahan sukmanya yang mati kaku bergerak-gerak kecil. Raut mukanya menggaris senyum manis. Nuansa optimis menggugah selera untuk mencari nafkah, bukan bergantung dengan orang tua, sebagaimana ia lakoni selama ini, sampai menginjak usia baya.

Lelaki diambang senja, baru sadar dari kantuk panjangnya. Bangkit dari keengganan membangun cita rasa cita-cita. Sesuatu yang memanjakanya berbalik menggugah hidup untuk berupaya menyempuh nasib. Upaya menggubah jalan hidup mulai dirambahnya. Lelaki baya gagal puber sekian lama. Puber pertama dan kedua gagal total, tiba-tiba dalam dunia maya, ada sosok gadis yang menggema-gema di sukmanya. Siapa gadis yang mampu merenggut kediaman lelaki baya itu?, ini persoalan kedua yang menyadarkan kegigihannya, berdiam dalam ruang satu dimensi saja. Hampa bercita-cita dan hanyut dalam gelombang kebodohannya
***

Kisah ini tak patut dikonsumsi, terlalu pedih untuk dikunyah mata atau telinga bagi pendengar cerita orang yang bertutur tentangnya. Kegelisahan hidup, ketimpangan nasib dan waktu yang lalu-lalang, melintas bagai kereta api yang asapnya terbuang ke langit dan sisanya, aroma yang menyesak dada bagi pemukim di bantaran rel kereta. Lelaki baya itu baru merasakan alergi. Tangannya yang selalu dibawah, terasa enggan menerima kasih sayang ayah-bunda berupa materi, uang jajan dan segala tetek-bengeknya.

Aduhai enaknya hidup sepertinya, barangkali aku bercita-cita hampir mirip dengannya. Mungkin dia sosok lain dari hidupku. Dia banyak mengajarkan padaku, bahwa tuhan tidak terlalu ambil peduli dengan kesiapan dan kesigapan menghadapi pola hidup yang sederhana sebagai hasil jerih payah keringat sendiri. Tuhan tak pandang usia, kapan manusia mandiri, lepas dari ketergantungan dari orang tua. Bagaimana upaya bertutur singkat perjalanan hidupnya sampai berubah sedemikian tiba-tiba. Apa dan siapa yang menopang dan menganjurkan ia berupaya agar sampai pada jenjang perubahan yang bombastis. Ini misteri atau mistik yang tak bisa masuk dalam ranah logikaku.

“Tolong beri saya sedikit wejangan atau tutur kata bijak, saudaraku, siapapun anda?”

tentu belum ada yang tanggap, kisah ini terlalu singkat. Bahkan tidak jelas, kabur bagai kabut turun selepas hujan di sepertiga malam yang pertama. Tapi kabut itu bisa kalian lihat dan rasakan, betapa dinginnya menusuk-nusuk tulang sendi. Urat nadi kalian bertempur melawan desakan angin malam, panas tubuh seolah mengabu bercampur keringat yang tertahan di pori-pori kalian. Begitu hidupku terhambat mengolah sekian peristiwa menjadi seonggok cerita dungu yang kalian baca, entah di mana kalian peroleh cerita yang mengalir di urat darah ini. Terserah kalian, mau diserap sebagai penenang kelenaan dengan nasib yang tertimbun bahagia, karena terlalu bergantung pada ayah bunda kalian.

“Tolong, jangan bilang saya mengada-ngada dan bertutur seenaknya saja”

apa yang kusaksikan dan kutorehkan di kertas lusuh ini terlampu anyir untuk kalian baca. Mungkin tak ada yang peduli, tentang lelaki baya itu. Tapi saya membaiat diri untuk jadi muridnya. Dialah guru saya yang tidak saya temui di sekolah-sekolah bahkan sampai jadi mahasiswa, yang sok intelektual dan doyan mengumbar kata-kata tanpa data dan makna.

Andai kalian menengok ke belakang, memori yang terpendam di otak kecilnya, mungkin kalian akan terperanjak dari tidur panjang, berselimut manja, berkawan ribuan nafsu dan kemalasan kemudian menuju sukma yang kokoh, tak mudah punah dikebiri zaman. Memintal benang kehidupan dan menanam benih yang bisa dipanen buahnya dan selalu abadi sampai nanti, ajal mengantar kita menjadi tanah suci kembali.

Sukmaku, sukma kalian, sukmanya, sukma kita semua terlalu gelap dan gaib. Tak bisa ditelisik karena saking pekatnya. “Duhai yang maha bijak dari segala bijak, ajarkanlah kami misteri huru-hara dan diam semesta, agar kami memahami nokta peristiwa yang Engkau titahkan”

adakah kalian tahu itulah do’a yang beliau panjatkan pada sang Pencipta, ketika beliau terkehenjak dari kantuk panjangnya. Saya merasa bersalah memanggil dengan dia atau nya (kata ganti) dan lelaki baya. Itu berarti saya tidak ta’dhim (menghormat dan memuliakan) pada beliau, mungkin saya punya benih jadi murid durhaka. Ah biarlah!

Tapi saya tak ingin berangkat terlambat. Dengan kesaksian dan mengumbar tanya pada beliau, dalam usia 23 tahun. Saya si bocah malang, anak manja ayah-bunda, akan mencari penopang hidup, tak lagi mengeluh, berpeluh dan kaya kesah. Jikalau kalian tahu, mungkin hujan makian dan perolok kalian akan menikam sukma. Atau mungkin akan menjadi cambuk yang ampuh, menggiring anak bajang sepertiku semenjak lima tahun silam.

Bukan hari ini yang menurut perabot kesimpulanku, begitu dan sangat terlambat. Tapi masih mendingan, daripada saya harus berduka lebih lama, menahan kebodohan yang tak kumengerti bahwa saya bodoh mengolah sikap dan kesempatan. Karena beliau adalah ibarah yang bukan hanya untuk disalah-artikan, sudah patut dan sepantasnya saya berterima kasih dan bersyukur pada Tuhan dengan ciptaannya yang satu ini. Beliau (lelaki baya), adalah pemberi pentunjuk dan wejangan melalui kisah perjalanan hidupnya.

“Sekali lagi, boleh kalian berpuas diri. Bukankah kebutuhan hari ini semakin membengkak, dari mana akan kalian peroleh, di sana ada nasi-lauk, pulsa, bbm dan nonkrong di tempat asyik tiap hari sambil mereguk secangkir kopi atau teh instan sambil menyaksikan iklan?”

ah tanyaku terlampau panjang, paling-paling terhenti di persimpangan dan kelok panjang sukma kalian. Kuperoleh itu dari beliau saat kuberkisah di kertas lusuh ini, pertanyaan itu persis sama saat dihantamkan ke jantung dan paru-paruku yang menghitam, sebab rokok dua bungkus seharian.

Banyak hal, yang belum kupahami. Mungkin kisah singkat tak terperih ini akan menjadi bualan atau penghuni tong sampah di pojok kota dan hilang dalam rimbun dada kebahagiaan sebagai anak yang pelahan mengiris nadi ayah-bundanya, dengan meminta saku sampai berumur dua puluh tiga tahun sepertiku. Begitu banyak yang cecer, begitu banyak yang kulupa, begitu banyak yang terperangkap di otak dan kelenjar mataku.

Demikian kisah beliau (lelaki baya) dan saya, mulai lenyap beserta kata-katanya di kedalaman sumur sukma, yang tersisa setitik berkas cahaya, yang makin redup menari-nari di tengah lekuk gelombang airnya. Akankah beliau menyatu dalam tubuh atau tidurku, seperti kalian, anak manja ayah-bunda.
***

Masih ada secarik cerita tentang perempuan, siapa dia? entah, beliau belum sempat berkisah. Mungkin di lain waktu, beliau sudi kutemui dan berkisah?!

Papringan, Yogyakarta, februari 2009
http://sastra-indonesia.com/2019/08/kedalaman-sumur-sukma/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah