Selasa, 31 Desember 2019

Pujangga Gresik Abad ke XIX

Amir Syarifuddin

Kéné tak kandani Rèk, tahukah Anda jika pada era abad ke-19 wong Gresik juga mahir menulis cerita, apalagi dengan gaya tutur berbentuk têmbang macapat? Benar-benar karya yang tiada duanya. Melalui kertas-kertas kuno yang sudah kuning dan gripis itulah banyak ditemukan cerita rakyat, sejarah, biografi, ajaran-ajaran hidup, meski kadang juga ada catatan yang tidak penting, namun sudah terlanjut dianggap sakral.

Keberadaan buku-buku kuno itu kadang tulisannya masih bagus, cuma bahasanya yang kurang biasa didengar telinga anak muda jaman sekarang. Lah yak opo manèh, bahasanya sudah menjadi bahasa asing di negeri sendiri. Padahal jika kita mengerti isi naskah tersebut, setidaknya banyak pengetahuan yang bisa kita dapat. Sayangnya sang pemilik naskah terkadang aras-arasên membacanya. Akhirnya naskah kuno itu dibiarkan, bahkan dengan siakap lemah lembut ada yang dibuntal dengan kain agar tak kotor. Hanya dibungkus, tanpa pernah dijamah lagi.

Ngomong soal perlakuan terhadap naskah kuno ini, ada cerita seorang filolog yang tadinya mau pinjam naskah, namun ia harus melalui upacara khusus untuk membuka naskah kuno, yaitu berpuasa tujuh hari dan memotong kambing. Ndilalah, setelah dipelajari, manuskrip tersebut ternyata hanya berisi hutang sang raja setempat. Maka dari penggalan cerita ini, kita mengetahui bahwa naskah-naskah kuno di suatu tempat banyak yang kita tidak tahu isi narasi tulisannya.

Karena itu, dalam upaya mengenalkan karya sastra jaman dahulu kepada generasi sekarang penting kiranya naskah tersebut disalin dan diterjemahkan agar nantinya informasi didalamnya tak turut musnah oleh gilasan zaman.

Dan ternyata setelah éson blusukan mrono-mréné cari info soal naskah tua di Gresik, ternyata Gresik kota lama ini memiliki naskah tua yang amat banyak. Namun, karya para pujangga hebat tersebut hampir tak pernah dibaca oleh generasi sekarang. Walaupun sayang sekali diantara naskah tua itu tak semua pujangga menuliskan identitasnya. Ada yang hanya menulis tahun penulisannya saja, atau sebaliknya nama pengarang ditulis tanpa menulis angka tahun penulisan, seperti contoh naskah Sêrat Sêmaun yang ditulis oleh Mas Munandar dari Ngargosari. Naskah tersebut tanpa menulis angka tahun penulisannya. Selain itu, ada juga yang menulis nama, tanggal, dan tahun penulisan naskah serta alasan menulis naskah.

Ada sebuah manuskrip kuno beraksara Arab pègon dengan ketebalan buku 5 cm yang ditulis pada tahun 1816 M. Di halaman awal naskah tersebut, ternyata ada kalimat yang ditulis dalam metrum Asmaradana yang berbunyi :

Wontên déning kang ndarbèni, ing wacan wau punika, Kyai Marti’ah namané, wismaning Kampung Klangonan, kawilis tiyang sodagar, sadéné gambir miwah kopi puniku, sampun korak kutha myang desa.

Terjemahan bebasnya adalah ada yang memiliki kitab bacaan ini, yaitu Kyai Marti’ah yang rumahnya di Kampung Klangonan (Giri) yang terkenal sebagai saudagar gambir dan kopi. Itu artinya, walaupun berprofesi sebagai pedagang, tokh Kyai Marti’ah masih kobêr berkarya tulis setebal 5 cm apalagi ditulis dalam bentuk metrum têmbang macapat yang masih terikat dengan aturan persajakan.

Ada lagi naskah yang ditulis di Desa Tlogo Bendung-Gresik (sekarang Jl. Pahlawan) pada tahun 1841 M oleh Pak Yamin. Ia menulis naskah Sêrat Umarmaya dan namanya diabadikan dilembar awal naskah dalam bentuk metrum tembang Asmaradana :

Namanipun kang anulis, Bagus Yamin namanira, asal Tlogo Bendung wismané, mbok Yamin apeputra, awisma Kampung Asemo, kitha Tandhes negaranipun, dados mantuné Pak Salipah ika. Maksudnya, bahwa nama seorang penulis bernama Bagus Yamin, dari Kampung Tlogo Bendung, Tandhes (Gresik) dan menjadi menantu Pak Salipah.

Pada bagian akhir naskah disebutkan bahwa pekerjaan Pak Yamin adalah tukang mranggi alias pembuat sarung senjata seperti sarung keris, tombak, pisau, pedang, dan lain-lain.

Wah, ternyata seseorang yang seharusnya menggeluti dunia gaman bisa menjadi seorang penulis juga. Bahkan dibandingkan dengan puluhan naskah kuno yang ada di Kota Gresik ini, agaknya khot (tulisan kaligrafi Arab) karya Bagus Yamin ini termasuk lumayan apik.

Wah, opo polaé dhèwèké tukang mranggi lan seneng nggawé motif kanggo wadhaé gaman dadi khoté yo mèlu apik yo?

Mungkin inilah kelebihan ia sebagai mranggi. Selain itu, seseorang bisa dikatakan sebagai mranggi jika ia benar-benar memahami patokan dasar pembuatan warangka. Ia harus juga pandai membaca sifat serta watak seseorang. Sebab menyesuaikan bentuk warangka buatannya harus disesuaikan dengan karakter serta sifat dasar calon pemakainya.

Ada juga naskah Babad Petukangan yang ditulis oleh Bagus Sakiya pada tahun 1888 M. Pada pupuh Kinanthi bait 19-21 diceritakan bahwa ada dua orang bersaudara, yaitu Sakiya dan Nasrip yang ingin menulis biografi kakeknya, sang saudagar garmen asal Desa Kroman Tengah Gresik yang bernama Ki Sapar alias Ki Wangsa Truna.

Ide cerita berasal dari Nasrip, kakak Sakiya, sedang penulis cerita adalah Sakiya. Karena Nasrip dikenal sebagai orang yang tak pandai menulis apalagi me-nêmbang, maka untuk mengabadikan rekaman jejak kehidupan kakeknya yang telah tiada, maka Sakiya yang piawai membuat narasiberbentuk têmbang macapat lalu menuliskannya.

Yah, itulah yang menjadi alasan saya menulis cerita dari sang pujangga Gresik mbiyèn. Ada juga yang amat kêpincut dengan kisah para Nabi dan Rosul, misalnya Kyai Mertaleksana dari Desa Klangonan Giri. Ia memanfaatkan waktu untuk menulis naskah layang ambiya’, bahkan naskahnya setebal 8 cm. Benar-benar fantastis. Naskah tersebut ditulis pada tahun 1813 M,
(Jepretan Foto: Andy Buchory)
Lha yak opo, nulis dengan gaya tulisan berbentuk metrum macapat yang terikat oleh guru gatra (jumlah baris), guru lagu (bunyi vocal akhir baris), dan guru wilangan (jumlah suku kata tiap baris) amatlah sukar untuk era kini, apalagi meramu kata hingga mencapai ketebalan 8 cm ditambah lagi Bahasa Kawi (Jawa Kuno) yang amat banyak disisipkan di bait-bait têmbang itu.

Dan ini yang tak kalah menariknya… Ada satu naskah karangan Ki Tarub Agung yang berjudul Sêrat Sindujoyo atau Babad Sindujoyo yang ditulis di Desa Sukodono-Gresik pada tahun Jawa 1778 atau 1850 Masehi.

Ki Tarub Agung mengaku bahwa menulis cerita Sindujoyo atas perintah seseorang yang bernama Pranacitra dari Kampung Upas sebagaimana diabadikan dalam kalimatnya yang ber-metrum Asmaradana :

Kumar-kumar anenulis, kasêrêng déning sudara, Pranacitra kekasihé, ing Kampung Upas wismané, milané sapunika, saking amrih sawab berkatipun, kang dedhukuh ing Keroman.

Keunikan naskah tersebut selain memaparkan kisah riwayat Kyai Sindujoyo, murid Sunan Prapen (cucu dari Sunan Giri), naskah tersebut juga dilengkapi ilustrasi gambar sebanyak sekitar seratus tujuh (107) halaman dengan ilustratornya yang bernama Kyai Buder. Dan naskah ini termasuk satu-satunya naskah di Gresik yang paling bagus, sebab banyak gambar ilustrasi yang menghiasi hampir di setiap halaman naskah. Sungguh hal ini membuat kagum. Pujangga Gresik tempo doeloe hebat tênan, Rèk…

Yah begitulah, setidaknya bahwa menulis bukan hanya dilakukan oleh mereka yang benar-benar bekerja sebagai juru tulis saja, tapi oleh siapa saja, yang terpenting ada kemauan dan keseriusan. Dan tidak menutup kemungkinan para pujangga Gresik tempo doeloe ini menulis lebih dari satu karya. Contohnya Kyai Marti’ah, Klangonan Giri, selain menulis naskah Sêrat Umarmaya, ia juga menulis naskah Sêrat Ambiya’ bersama Kyai Mertaleksana.

Sayang, keberadaan naskah kuno karangan pujangga Gresik yang lain belum ditemukan atau memang sudah musnah. Penyebab musnah mungkin karena teknologi jaman yang belum memadai, belum ada kesadaran untuk mendokumentasikan, dimakan peperangan, dimakan pergantian penguasa, dan pergeseran bahasa dan penulisan.

Berikut ini adalah beberapa buku kuno karya Pujangga Gresik, seperti Sêrat Sindujoyo karya Ki Tarub Agung, yang diterjemahkan oleh Amir Syarifuddin pada tahun 2008, namun naskah tidak dipublikasikan. Yang kedua adalah Babad Petukangan, karya Bagus Sakiya, yang diterjemahkan oleh Amir Syarifuddin pada tahun 2008, namun naskah juga tidak dipublikasikan. Selanjutnya, Manuskrip Sêrat Umarmaya dan Layang Ambiya’ yang merupakan koleksi H. Muchsin Munhamir. Dan yang terakhir adalah Manuskrip Sêrat Umarmaya yang juga merupakan koleksi Andy Bukhory.
Amir Syarifudin bersama manuskrip manuskrip yang dipelajarinya (Foto: Andy Buchory)

Disamping itu, cerita ini juga didapat dari hasil wawancara saya dengan Ibu Sumarliyah, yang tinggal di Kelurahan Lumpur dan Bapak Oemar Zainuddin, yang tinggal di Kampung Kemasan Gresik.

Wis Rèk, ojok sampèk sampèan kalah karo pujangga Gresik jaman mbiyèn… Sak iki waktuné sampèan mbuktikno lèk sampèan yo isyok nulis koyok pujangga Gresik jaman mbiyèn kuwi… Mugo-mugo, berawal têkan nulis ndik Buku Sang Gresik Bercerita iki, akèh ngêkèki inspirasi sing apik gawé sampèan kabèh…

http://arekgresik.net/pujangga-gresik-abad-ke-xix-1/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah