Sabtu, 28 Desember 2019

SI HATI YANG PATAH

(Judul: Tarian Merah, Karya: Ndix Endik)
Taufiq Wr. Hidayat *

Sahdan di tepian sebuah kota itu, malam selalu hidup dengan perjamuan. Seseorang bercerita perihal kenangan. Pada sebuah senja, seseorang merasa cemas. Pemerintah memperlebar jalan raya. Jalan-jalan digali, ditimbuni bebatuan, kemudian diaspal. Ia sedih melihat kenangannya terkubur di aspal jalan itu. Perihal gerimis. Dan gadis manis yang menangis. Tetapi apakah pemerintah mengerti, ada cerita yang telah terkubur di bawah jalan raya itu? Diaspal. Terkunci di sana selama-lamanya. Di bawah panas. Juga hujan yang tertawan. Ia berharap aspal jalan itu jebol, mencekung, kemudian air hujan menggenang di situ. Agar ia dapat melihat kembali kenangannya menyelinap di celah jalan yang jebol itu, berkilau-kilau diterpa cahaya matahari senja hari. Lalu kembali menghijaulah nama-nama di dalam dadanya, seolah berlari bagai sedia kala, dan pertemuan pertama yang tak pernah disengaja. Surat-surat yang wangi. Cinta yang tak bertanya. Sunyi tak jadi.

Kesepian itu memasuki relung terjauh dalam jiwa. Kota-kota menyediakan segalanya. Tetapi tak pernah mengerti kesunyian purba yang membawa derita dari hasrat untuk menguasai. Masih ada prosa musim hujan. Juga malam yang diam. Kenangan. Jalanan tua. Gedung-gedung berlumut milik orang Tionghoa. Dan wajah yang samar. Peristiwa demi peristiwa mengalir. Berganti. Dan tak kembali lagi. Orang berkhayal perihal mesin waktu. Ingin mengulangi yang telah berlalu dengan kepastian ilmu pengetahuan. Tetapi siapa sanggup merangkai tulang-belulang yang sudah hancur lalu menghidupkannya kembali? Tak ada. Selain memajang setiap rangkaian ingatan itu dalam sebuah museum yang gelap, dalam sebuah buku entah tentang apa saja dalam perpustakaan yang dingin dan berdebu. Dan nasib, kata Chairil, adalah kesunyian masing-masing. Manusia menghadapi dan bercakap-cakap dengan darinya sendiri. Diri yang purba, yang kesepian di tengah pencapaian ganjil kota-kota. Sedang hujan berjatuhan dari balik jendela. Sedang ingatan kekal dalam muskil dan samar. Seperti gerimis.

Dan kita pun ungu. Sejarah hanya ditampakkan sebagai rangkaian peristiwa, benda, dan kerangka manusia. Hari ini kita pun tak mengerti, untuk apa semua itu di antara sampah yang mengambang di sungai hitam, di mana kenangan berkilau-kilau di antara kotoran orang.

Syahril Latif mengisahkan perihal yang datang, yang pergi, yang tak kembali, yang hilang, yang dirampas waktu. Dalam ceritanya berjudul “Gank” (Horison, 1990), ia mengisahkan seorang pemuda bernama Hamzah. Mulanya ia bukan penyair. Ia jatuh cinta pada gadis paling cantik di gang itu, bernama Maryam. Tapi cintanya selalu ia tutupi. Ia selalu seolah membenci Maryam. Diam-diam sesungguhnya Maryam tahu, Hamzah memang malu-malu mencintainya. Diam-diam pula, Maryam mencintai Hamzah. Namun kedua orangtua Maryam menjodohkan Maryam dengan laki-laki anak seorang pengusaha besar di kota besar. Sebagai anak orang melarat, Maryam harus patuh, ia musti mengorbankan cintanya kepada pemuda dambaan hati yang bernama Hamzah. Tatkala Hamzah menerima undangan pernikahan dari Maryam dengan laki-laki anak orang kaya itu, Hamzah menampakkan kemurungan senantiasa. Ia berhenti kuliah. Kemudian mengekos di sebuah kota. Hamzah menulis puisi. Ia jadi penyair. Penyair yang selalu sendirian. Puisi-puisi Hamzah selalu melungsurkan kemurungan, kehilangan, muram yang durja, hati yang telah patah dan entah dengan apa harus diutuhkan lagi. Ia membawa kemurungan dan patah hatinya jauh ke sana. Jauh entah di mana.

Kisah sang penyair patah hati dalam cerita Syahril Latif itu, mengingatkan saya pada seorang penyair. Hingga senja usianya, ia tak menikah. Tak ada gadis yang dapat menjatuhkan hatinya lagi setelah jatuh hati yang pertama pada seorang gadis manis yang basah gerimis, seorang gadis yang tak berhasil dimilikinya, dan telah menjadi milik orang lain. Ia kembara ke mana saja. Dari satu kota ke kota lainnya, dari satu pertemuan ke pertemuan lainnya, dari satu tempat asing ke tempat asing lainnya, mencoba membuang bayangan kekasihnya, berupaya tiada tara melupakan segala kenangan. Tapi ia tak pernah bisa. Justru kenangan telah menjadi daya baginya menuliskan puisi-puisi pedih sepanjang jalan, hingga senja usianya. Hingga putih rambutnya. Dan tubuh yang lelah. Tapi hatinya bahagia dalam derita, membawa kenangan yang tak pernah hilang, membawa ingatan pada wajah kekasih tercinta yang tak dimilikinya. Kenangan itulah yang membuatnya tetap hidup, membawakan puisi-puisi pedih, meneriakkan kehilangan dalam pertemuan-pertemuan dan dalam kesepian, dan menjerit mempertanyakan nasib.

Alangkah agungnya cinta, bisiknya. Tetapi betapa pedihnya. Siapa gerangan dapat memulihkan luka di dalam dada? Dan dengan apa lagi hati dapat terobati? Ia membawa pertanyaan dan kenangan dalam kesendirian yang benam. Ia pahatkan gelisah jiwanya di stasiun-stasiun malam, rambutnya menggerai panjang dan sunyi.

Barangkali Shakespeare pun tak sanggup menjawab; kenapa cinta menjadi luka, dan buat apa pertemuan jika meniscayakan pada perpisahan sebagaimana dalam lagu. Lalu kenapa puisi? Mungkin Goethe benar; hanya seni yang dapat secara sempurna dan meyakinkan membawa orang untuk menghindari kehidupan. Tetapi seni pula yang paling mungkin dan paling meyakinkan membuat orang sanggup menghayati kehidupan. Konon puisi adalah penderitaan. Semakin menderita, semakin dalam segala diksi dan kata. Dengan bahasa yang tak pernah sempurna mewakilkan dirinya pada kata-kata, si hati yang patah menghayati dan melewati dunia sebagai kembara yang sendiri, yang tak pernah mengetahui di mana langkahnya akan berhenti.

Banyuwangi, Desember 2019

*) Taufiq Wr. Hidayat dilahirkan di Dusun Sempi, Desa Rogojampi, Kab. Banyuwangi. Taufiq dibesarkan di Desa Wongsorejo Banyuwangi. Menempuh pendidikan di UNEJ pada fakultas Sastra Indonesia. Karya-karyanya yang telah terbit adalah kumpulan puisi “Suluk Rindu” (YMAB, 2003), “Muncar Senjakala” [PSBB (Pusat Studi Budaya Banyuwangi), 2009], kumpulan cerita “Kisah-kisah dari Timur” (PSBB, 2010), “Catatan” (PSBB, 2013), “Sepotong Senja, Sepotong Malam, Sepotong Roti” (PSBB, 2014), “Dan Badut Pun Pasti Berlalu” (PSBB, 2017), “Serat Kiai Sutara” (PSBB, 2018). “Kitab IBlis” (PSBB, 2018), “Agama Para bajingan” (PSBB, 2019), dan Buku terbarunya “Kitab Kelamin” (PSBB, 2019). Tinggal di Banyuwangi, Sekarang Sebagai Ketua Lesbumi PCNU Banyuwangi.
http://sastra-indonesia.com/2019/12/si-hati-yang-patah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah