Indra Intisa
Sesekali, ada beberapa kawan yang bertanya kepada saya, "Ompi, saya ini pemula, lebih tepatnya awam sastra. Saya ingin menulis puisi. Dari manakah saya harus memulainya?"
Sebenarnya, menulis puisi itu tidak ada teori yang paling jempol yang bisa disepakati secara bersama seperti halnya belajar matematika, memasak ikan bakar, dst. Kadang teori-teori itu malah terkesan membelenggu kita. Sebab, umumnya dasar orang menulis puisi itu dimulai dari ekspresi personal, sehingga jadi khas dan amat subyektif. Makanya kita yang awam lebih banyak menulis puisi seperti sebuah curhatan, seolah memakai POV (sudut pandang) pertama sebagai pencerita yang secara langsung tokoh utama dalam sebuah puisi. Kemudian, dengan bertambahnya waktu dan pengalaman maka terus berkembang dengan luas. Bagaimana dengan teorinya? Coba tanya pada setiap penyair, pasti punya cara dan teknik tersendiri. Makanya jangan heran, ada beberapa penyair yang tidak paham teori sastra tetapi mampu menulis puisi dengan baik. Seperti seorang tukang masak, tukang bangunan, dst., yang pandai dari pengalaman dan keterbiasaan. Tetapi walaupun begitu, ada resep paling uyee untuk hal ini, yaitu dengan metode M3+M3. Apa itu?
Singkatan M3 itu saya ambil dari dua kata yang direpetisi menjadi tiga kali, yaitu: membaca, membaca, membaca. Kemudian M3 kedua adalah menulis, menulis, menulis. Jumlah tiga kali itu adalah sebagai kiasan yang bermaksud sering dan berulang. Dari situlah kita akan mendapatkan pengalaman dan keterbiasaan. Seperti kita mau belajar memasang ubin atau batu bata, kita harus sering melihat, memahami dan membaca hal-hal yang berkaitan dengan batu-bata--dengan menyimak dan ikut serta para tukang yang memasang ubin. Kemudian baru dicoba berulang-ulang supaya pas. Tetapi, walaupun begitu, ada baiknya kita harus punya persiapan dan bahan awal supaya puisi yang kita buat menjadi suai. Adapun bahannya adalah:
1. Manfaatkan keadaan, emosi, perasaan, suasana, lingkungan atau situasi pada momen tertentu. Ketika muncul sebuah rasa, maka kita bisa menulis rasa tersebut. Sebagai contoh, kita duduk di beranda rumah pada pagi hari. Tiba-tiba hujan turun. Pada keadaan tersebut, muncul sebuah ingatan. Nah, momen ini segera manfaatkan. Tulislah. Seperti contoh:
hujan ini menimpa masa lalu
yang lama terbenam
ia kembali basah
membanjiri ruang yang telah lama kering.
2. Pilihlah kata yang tepat. Pemilihan kata dalam puisi biasanya disebut dengan diksi, yaitu kata-kata yang diseleksi sedemikian rupa, padat dan kuat untuk menyampaikan ide atau pikiran dalam sebuah kata, larik dan bait. Jangan buat atau tulis kata dengan lebar dan bertele-tele. Semua kata itu harus penting dan benar-benar diperlukan pada sebuah puisi. Ingat, kita tidak sedang pidato atau ceramah dengan kata-kata yang berbusa.
3. Majas atau Gaya Bahasa.
Majas adalah cara melukiskan sesuatu dengan cara menyamakannya dengan sesuatu yang lain. Atau majas bisa juga disebut sebagai kiasan. Perlu diketahui, majas adalah paling penting dalam sebuah puisi. Itulah sebabnya banyak orang berkata ... metaforanya bagus, metaforis, ... artinya hal yang paling sering disebut itu adalah majasnya. Apakah puisi harus mempunyai metafora? Sederhananya, metafora itu adalah salah satu majas yang ada dalam puisi. Ada banyak majas lain yang bisa dimasukkan ke dalam puisi, seperti contoh: simile, personifikasi, ironi, paradoks, asosiasi, hiperbola, dst. Jadi adalah salah besar jika ada yang berkata, puisi itu hanya tentang metafora. Bisa saja yang berkata begitu tidak paham sepenuhnya tentang majas dan gaya bahasa. Semua majas atau kiasan di dalam puisi selalu disebut metafora. Padahal, bisa saja ada banyak majas lain yang tergabung di dalamnya. Jadi, dalam satu puisi, bisa saja memuat beberapa majas yang berbeda sekaligus--tidak tergantung pada satu majas. Jadi kenapa metafora paling sering disebut? Selain karena ketidaktahuan tadi, maka metafora itu sering dikenal juga dengan dewanya majas. Maka wajar, seolah kata metafora mewakili kiasan dalam sebuah puisi. Terkait hal ini, kita bisa membaca dan mendalami lebih jauh tentang sebuah majas.
4. Ada irama, rima, metrum atau ritme dalam sebuah puisi. Kalau kita membaca puisi lama seperti syair, gurindam dan pantun, kita akan mendapati bunyi-bunyian dan bentuk yang serupa pada suku kata akhir di setiap larik. Atau bisa juga huruf vokal akhir, dan bisa juga kata secara utuh. Itu biasanya disebut sebagai rima. Selain sebagai pemanis bentuk, rima juga bisa memberikan efek-efek suara yang nikmat untuk didengar. Cobalah kita baca dan dengar orang membaca pantun, terasa nikmat karena adanya rima, bukan? Selain itu, rima bisa juga menimbulkan efek sugesti tertentu, seperti sebuah mantra. Bunyi-bunyi ini kadang diletakkan pada kata berdekatan, atau sebaliknya. Dari sini kita tahu, rima atau bunyi yang sama atau terdengar mirip dalam sebuah puisi, bisa saja kita letakkan di awal kata, tengah atau akhir. Atau ada yang didekatkan dan berjauhan. Tergantung puisi yang mau kita buat. Kecuali puisi dengan bentuk tertentu yang wajib harus dipatuhi, seperti pantun sebelumnya yang harus menaati rima abab, atau setidaknya aaaa. Sedangkan irama bisa terbentuk dari alunan nada. Nada bisa dibentuk dari kumpulan diksi yang sesuai, seirama dengan hentakan yang pas ketika dibaca. Lihatlah lirik sebuah lagu, kita akan mendapatkan keteraturan di dalamnya. Kecuali puisi-puisi naratif yang dibuat sengaja melebar dan memanjang. Untuk memahami hal ini, bisa dimulai dengan membaca puisi-puisi lama dan baru. Kemudian baru dilanjutkan pada puisi modern atau bebas.
5. Simbol dan Lambang.
Dalam puisi, ada namanya unsur yang disebut kata konkret. Kata konkret ini adalah kata yang bisa membentuk sebuah lambang atau simbol tertentu, seperti kata, mawar. Bisa saja menyiratkan atau menyimbolkan sebuah keelokan, gadis cantik, dst. Kita bisa coba kata lain seperti salju, awan, langit, bulan, dst., masing-masing bisa membentuk simbol tertentu. Kata-kata ini bisa semakin lebar kalau kita jadi pada sebuah kalimat atau larik tertentu, seperti: ia adalah mawar retak.
5. Setidaknya kita memahami apa itu Imaji atau Citraan. Dengan citraan pembaca bisa seolah-olah melihat, mendengar, merasa, menyentuh dan meraba apa yang sedang kita sampaikan. Untuk itulah citraan bisa dikelompokkan menjadi beberapa, yaitu citraan visual, pendengaran, penciuman, gerak dan peraba. Sebagai contoh: "matamu merah jambu." Citraan visual ini mampu membuat pembaca seolah melihat warna tertentu, yaitu merah jambu. Atau contoh lain: "janjimu sebau kentut." Kita seolah mencium aroma tertentu bukan? Ini termasuk pada citraan penciuman. Begitu seterusnya.
6. Manfaatkan bentuk ekspresi puisi. Bentuk ekspresi ini diolah pada bagian fisik puisi, yaitu tifogfafi atau perwajahan pada puisi. Kita bisa menyusunnya pertiga larik, perempat larik, perdua larik, dst., dengan masing-masing larik terdiri dari dua, tiga atau lima buah kata. Atau bisa pula puisi itu kita susun dalam bentuk tangga, zig-zag atau gambar-gambar tertentu sehingga memunculkan imajinasi baru pada pembaca.
7. Pesan amanat juga sangat perlu. Kalau dalam puisi termasuk ke dalam unsur batin puisi. Saya pribadi menyarankan para penulis perlu menekankan bagian ini. Tetapi sekalipun begitu, para penyair bisa saja berdalih dengan kebebasan arti seni dalam sebuah puisi. Sebab puisi bukan sekadar pada pesan dan amanat. Bisa pula pada keindahan dari puisi itu sendiri.
2018
*) Indra Intisa, penikmat puisi yang tinggal di Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Buku-bukunya: Puisi Mbeling “Panggung Demokrasi” (2015), Puisi Lama—Syair, Gurindam, Pantun, Seloka, Karmina, Talibun, Mantra “Nasihat Lebah” (2015), Puisi Imajis “Ketika Fajar” (2015), Putika (Puisi Tiga Kata) “Teori dan Konsep” (2015), Dialog Waktu (2016), dan sebuah Novel: “Dalam Dunia Sajak” (2016).
http://sastra-indonesia.com/2020/01/bagaimana-cara-memulai-untuk-menulis-puisi/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A. Qorib Hidayatullah
A. Rego S. Ilalang
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Kadir Ibrahim
Abi N. Bayan
Achiar M Permana
Adib Baroya
Aditya Ardi N
Afrilia
Afrizal Malna
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mustofa
Alief Mahmudi
Alim Bakhtiar
Allex Qomarulla
Amarzan Loebis
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Syarifuddin
Anash
Andri Awan
Anggrahini KD
Anindita S Thayf
Anisa Ulfah
Anjrah Lelono Broto
Annisa Steviani
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra)
Ardy Suryantoko
Arie Giyarto
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arif Gumantia
Arif Hidayat
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
AS Laksana
Asarpin
Asrul Sani
Baca Puisi
Bahrum Rangkuti
Balada
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni R. Budiman
Beni Setia
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budi Darma
Bustan Basir Maras
Candra Malik
Candrakirana
Caping
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chicilia Risca
Christine Hakim
Cinta Laura Kiehl
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Darju Prasetya
Deddy Setiawan
Denny JA
Denny Mizhar
Deo Gratias
Dewi Musdalifah
Dhimas Ginanjar
Dian Sukarno
Dian Tri Lestari
Diana AV Sasa
Dien Makmur
Dinar Rahayu
Diskusi
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Yan Masfa
Donny Syofyan
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Edisi Khusus
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Prasetyo
Eko Tunas
Elsa Vilinsia Nasution
Erwin Setia
Ery Mefry
Esai
Evan Ys
F Aziz Manna
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Foto Andy Buchory
Francisca Christy Rosana
Franz Kafka
Frischa Aswarini
Fritz Senn
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gde Artawan
Gendhotwukir
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Gusti Eka
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hamsad Rangkuti
Hamzah Sahal
Hardy Hermawan
Hari Purwiati
Hario Pamungkas
Haris del Hakim
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hendri R.H
Hendri Yetus Siswono
Herie Purwanto
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I. B. Putera Manuaba
IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah)
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Fitri
Ignas Kleden
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imammuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indira Permanasari
Indonesia O’Galelano
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Inung As
Isbedy Stiawan ZS
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwan Simatupang
Jajang R Kawentar
Jalaluddin Rakhmat
James Joyce
Jean-Paul Sartre
Jember Gemar Membaca
JJ. Kusni
Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng
Joko Pinurbo
Jordaidan Rizsyah
Joyo Juwoto
Jual Buku Paket Hemat
K. Usman
Kadek Suartaya
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khairul Mufid Jr
Khanif
Khoirul Abidin
Ki Ompong Sudarsono
Kiki Astrea
Kitab Para Malaikat
Koh Young Hun
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela)
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kurnia Effendi
Kuswaidi Syafi’ie
L.K. Ara
Lan Fang
Launching dan Bedah Buku
Lawi Ibung
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Literasi
Liza Wahyuninto
Lukas Luwarso
Lukman Santoso Az
M. Abror Rosyidin
M. Adnan Amal
M. Faizi
M. Lutfi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahardini Nur Afifah
Mahendra Cipta
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mansur Muhammad
Marcellus Nur Basah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Marsel Robot
Marulam Tumanggor
Mas Garendi
Mashuri
Masuki M. Astro
Matdon
Matroni Muserang
MG. Sungatno
Moh. Husen
Mohamad Sobary
Mohammad Sadam Husaen
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Multazam
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Murnierida Pram
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Neli Triana
NH Dini
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Novel John Halmahera
Nurel Javissyarqi
Nuryana Asmaudi
Omah Sastra Ahmad Tohari
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pagelaran Musim Tandur
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Profil MA Matholi'ul Anwar
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Pustaka LaBRAK
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat HM
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Resensi
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Riri Satria
Rodli TL
Ronggeng Dukuh Paruk
Ronny Agustinus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saini KM
Sainul Hermawan
Sajak
Sanggar Pasir
Sanggar Pasir Art and Culture
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sasti Gotama
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Lamongan
Sastra-Indonesia.com
Sastri Sunarti
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Semesta
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siwi Dwi Saputro
Soeparno S. Adhy
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Subagio Sastrowardoyo
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Titi Aoska
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Topik Mulyana
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Ulysses
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Negeri Jember
Untung Wahyudi
Veronika Ninik
Viddy A.D. Daery
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Widie Nurmahmudy
Wildan Ibnu Walid
Windi Erica Sari
Wisran Hadi
Y Alprianti
Y. Thendra BP
Yanusa Nugroho
Yasunari Kawabata
Yeni Mulyani
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Zainuddin Sugendal
Zainuri
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zumro As-Sa'adah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar