Senin, 27 April 2020

Corona

Ahmad Farid Yahya *
Radar Bojonegoro, 8 Mar 2020

Dari depan pintu gerbang Petrokimia yang sering disebut "Petro" oleh muda-mudi kota Babat. Di sebuah warung kopi sederhana yang sudah tak seramai dulu ketika baru buka. Seorang lelaki paruh baya duduk menyesap kopi pahit sambil termangu membaca berita yang muncul di panel notifikasi ponsel pintarnya yang sudah retak layarnya, karena terlalu sering jatuh.

Berita itu tentang sebuah wabah penyakit yang menyerang negeri para pendekar Kung Fu. Saking penasarannya, ia buka berita itu. Sambil sedikit berharap pendekar idolanya semasa remaja dulu tak ikut terjangkit wabah itu.

Ia ingat ketika masih SMP pernah di-bully oleh teman sekelasnya. Lalu ia menirukan gaya berkelahi Bruce Lee. Dengan begitu ia malah menjadi sasaran semua anak lelaki satu kelas yang merasa tertantang. Tubuh yang kurus dan jangkung itu menjadi bulan-bulanan satu kelas. Mulai dari preman kelas yang suka malak duit, sampai ketua kelas yang juga ikut memukulnya sekali lalu lari.

Pria paruh baya itu menyesap kopi pahitnya lagi. Datang seseorang yang menepuk bahunya dari belakang. "Aji, sudah lama?"

"O Abidin, Pak Ketua Kelas!" Aji bersalaman dengan Abidin kemudian Abidin memesan kopi pahit dan duduk di sebelah Aji.

Mereka sudah janjian lewat WA ingin ngopi bareng. Setelah insiden pem-bully-an itu, mereka berdua berteman dekat. Karena sehari setelah Aji menjadi sasaran, keesokan harinya giliran Abidin. Dan dengan seperti balas dendam Aji pun memukul Abidin sekali lalu lari. Tentunya dengan gaya pukulan Bruce Lee. Tak lupa juga teriakan melengking ala Bruce Lee.

"Baca apa, Ji?" Tanya Abidin pada Aji.

"Ini, virus Corona di China. Kubaca dari tadi, tapi tak paham-paham juga. Aku jadi agak takut." Setelah lulus SMP, Aji memutuskan untuk bekerja di toko kelontong milik orang China. Sepuluh tahun bekerja di sana ia pun jenuh, dan memutuskan untuk keluar lalu memilih menjadi tukang parkir di pasar Agrobis Semando Babat. Ia khawatir tertular virus Corona yang saat ini mewabah di China. Karena dulu ia pernah bekerja di toko milik orang China peranakan.

"Hahaha, kamu kok enggak berubah-berubah dari dulu. Mana mungkin kamu tertular. Virusnya kan baru ngetren sekarang. Dan itu di China, negeri China. Bukan di sini. Pedagang-pedagang China di sini tidak salah apa-apa, Ji." Aji mengangguk-ngangguk memahami sebuah teori yang memang ia sudah pahami. Hanya saja berita di TV, koran, media sosial, dan sebagainya membuat virus ini seolah-olah berada di tingkat tak masuk akal.

Abidin menuang kopi pahitnya yang baru saja diantarkan ke lepek yang berada di bawah cangkir kopi. Ditunggu sebentar lalu diseruputnya. Ia menyalakan rokok kretek pabrikan Kediri, dan berkata kepada Aji.

"Ji, Corona itu singkatan dari 'Komunitas Rondo Mempesona'. Kau ingat teman SMP kita yang semok itu?"

"Riya?!" Tebak Aji. Ia masih sangat ingat, karena dulu pernah menaksirnya. Tapi begitulah, surat yang ditulis Aji untuk Riya dirampas oleh Yayan si preman kelas itu. Aji dipermalukan di kelas. Saat itulah awal mula Aji menjadi bulan-bulanan sekelas. Dua tahun setelah lulus SMP, Riya menikah dengan Yayan. Tapi entah karena apa mereka berpisah, dan akhirnya Riya menjanda.

"Ya! Riya cerai dari Yayan dan membuat komunitas janda mempesona yang pusatnya di kecamatan Kepohbaru Bojonegoro. Kabarnya mereka tiap bulan mengadakan arisan. Per anggota -yang sudah pasti janda- membayar Rp. 12.000.000. Anggotanya pun bukan orang-orang biasa. Rata-rata mereka setidaknya punya tiga mobil. Dan setiap waktu pengocokan arisan mereka mem-booking hotel." Gaya bicara Abidin sangat meyakinkan seperti pemimpin kekaisaran Matahari.

"Alah, tidak mungkin. Corona itu pakai huruf 'C'. Komunitas kan pakai huruf 'K' awalnya." Aji menyanggah.

"Aduh, Aji, Aji. Kamu harus belajar sejarah lagi." Persis petinggi Sunda Empire Abidin menjelaskan, "Corona kan di China. Itu artinya Comunity of Rondo Mempesona! Saking besarnya komunitas yang didirikan oleh Riya itu membuat para TKW -yang sudah pasti janda- ingin mendirikan cabang di China. Karena komunitas sudah setingkat internasional, jadi pakai bahasa Inggris, Ji. 'Komunitas' diganti 'Comunity'."

"Lah kenapa Rondo Mempesonanya tidak ikut di-Inggriskan?" Tanya Aji.

"Sederhana saja. Agar komunitas itu tidak kehilangan unsur budaya lokal. Semakin ke sini kan budaya semakin tidak diperhatikan, Ji."

Mereka berdua berhenti sejenak dari obrolan yang semakin ngawur itu. Kopi diseruput sedikit. Terasa pahit itu bercampur pula dengan kepahitan di masa-masa silam. Di layar televisi yang ada di warung tersebut diputar lagu "Sugeng Dalu" dari Denny Caknan. Aji memandangnya lamat-lamat seraya ikut menyanyi dalam hati. "Udan tangise ati saiki wis rodo terang. Masio isih kadang kelingan kowe sing tak sayang-sayang..."

Aji teringat semasa SMP dulu, ia sangat mengagumi Riya. Ya beginilah hidup. Terkadang ada sesuatu yang benar-benar tak bisa digapai. Meski ia sudah memiliki seorang istri, dan dua orang anak. Tapi masa lalu, kadang memiliki aura tersendiri.

Sebuah mobil Fortuner parkir di depan warung kopi itu. Seseorang keluar dari mobil dan memesan kopi pahit, lalu duduk di samping mereka. Aji mengamati orang itu agak lama, kemudian menyapanya. "Hee Mansyur! Siswa paling cabul di kelas!"

Mereka bertiga bersalaman. Mengenang masa lalu yang begitu lucu untuk dikenang. Sebentar Mansyur bercerita kalau dia baru saja pulang dari kuliah di Surabaya. Ia bahkan menempuh pendidikan sampai sejauh ini, melanjutkan S3. Padahal dua temannya itu tak ada yang pernah mencicipi bangku kuliah, karena terhalang biaya.

"Nah, ini ada orang yang beres. Lebih baik saya tanya Mansyur saja soal Corona, ini." Aji menemukan solusi yang lebih baik daripada penjelasan Abidin.

"Oh, Corona. Aku tidak yakin kalau itu murni wabah yang tersebar secara alami. Ada yang bilang kalau itu settingan Amerika, karena tidak bisa menandingi Ekonomi China. Tapi beberapa media Barat menganggap bahwa virus Corona adalah virus yang bocor dari laboratorium yang ada di kota Wuhan. Entah yang mana yang benar." Jawab Mansyur.

"Ini baru jawaban ilmiah!" Aji merasa puas dengan jawaban Mansyur.

"Memangnya bagaimana kata Abidin, Ji?" Tanya Mansyur.

"Katanya Corona itu cabang dari Komunitas Rondo Mempesona yang ada di China. Sebuah komunitas yang didirikan oleh Riya setelah dia cerai dengan Yayan. Pusatnya di Kepohbaru Bojonegoro, katanya."

"Wih. Itu lebih masuk akal lagi, Ji. Gegegege.." Balas Mansyur sambil nyenol gorengan yang ada di depan mereka.

"O bajigur! Hahaha." Mereka bertiga tertawa bersama. Satu per satu ikut mengambil gorengan di depan mereka, dan melumurinya dengan petis. Sampai beberapa saat gorengan itu hampir habis.

Terlihat ada seorang perempuan yang sekiranya seumuran dengan mereka datang ke warung kopi itu sambil membawa keranjang kecil penuh gorengan. Berbincang sebentar dengan penjaga warung. Lalu menaruh beberapa gorengan di depan mereka bertiga. Aji, Abidin, dan Mansyur memperhatikan perempuan yang terlihat lusuh kelelahan itu.

Setelah perempuan itu pergi dari warung, Abidin menatap muka Aji dengan tatapan yang susah ditafsirkan. Mansyur menyalakan rokok, tanda bahwa ia berada dalam suasana yang tak mengenakkan. Sebentar kemudian Aji menelan sisa gorengan yang tertahan di tenggorokan lalu berkata lirih, "Riya."

Babat Lamongan, 4 Februari 2020.

*) Ahmad Farid Yahya, lahir di Desa Kebalankulon, Sekaran, Lamongan (LA) 9 Agustus 1996. Riwayat pendidikannya, MI Ma’arif NU Kebalankulon, SMP Negeri 3 Babat,  MAN 2 LA, melanjutkan kuliah di UNISDA LA jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (angkatan 2016). Penerima beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) tahun 2018/2019, dan 2019/2020. Anggota BEM UNISDA periode 2019. Karya-karyanya berupa puisi, cerpen, esai, dan tulisan lain dimuat di berbagai media; Amanah, Suara KPK, Gelanggang FKIP, Radar Bojonegoro. Di buku antologi; Jejak yang Tertinggal (2017), Manunggaling Kawula Muda (2018), Memoar Purnama di Kampung Halaman (2019), Coretan Tinta Kecil (2019), Apa Kabar Lamongan? (2020). Dan buku tunggalnya; Seorang Bocah yang Menyaksikan Kematian (2020). instagram @ahmad.faridyahya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah