Haris del Hakim
Surya, 18 Nov 2007
Basuki ingin istirahat dari pekerjaannya sebagai anggota dewan wakil rakyat. Dia jemu dengan kerja rapat setiap hari. Lagipula, sebentar lagi adalah pemilihan presiden yang akan menguras banyak tenaga dan pikiran. Karena itu, dia minta izin cuti seminggu.
Selama masa cuti Basuki berniat membantu istrinya yang bekerja sebagai penyedia jasa badut ulang tahun. Dia ingin lain dari kebiasaan teman-temannya sesama anggota dewan. Mereka cuti dari kewajiban dengan pergi ke luar negeri atau tempat-tempat wisata daerah lain dengan alasan studi banding, investigasi, dan lain-lain yang dianggap logis. Basuki selalu menolak bila diajak serta dalam kegiatan seperti itu dan mengembalikan tunjangan untuknya. Sehingga, di kalangan teman-temannya Basuki dikenal sebagai orang yang jujur dan lugu.
Istri dan keluarga Basuki sangat senang. Mereka merasakan lagi kebersamaan sebagai keluarga yang dilindas oleh kesibukan Basuki. Istri Basuki lebih senang lagi. Akhir-akhir ini dia mendapat pesanan badut dari beberapa rumah mewah dan hotel, namun semua dibatalkan karena mereka minta maskot perusahaannya sedangkan maskotnya sendiri adalah Basuki.
Sebenarnya, jasa penyedia badut itu adalah milik Basuki. Awalnya hanya pekerjaan iseng seorang yang di-phk, namun beberapa pengguna jasa badut merasa puas dan sering menggunakan jasanya meskipun bukan pada momentum ulang tahun. Dalam beberapa tahun usaha iseng itu pun berubah menjadi CV yang keberadaannya diperhitungkan di kalangan para even organizer. Memang, pada dasarnya Basuki adalah seorang tukang lawak dan jenaka, sehingga menjadi badut merupakan kerja yang sesuai dengan karakternya. Akhir-akhir ini saja Basuki lebih banyak menunjukkan raut muka berkerut, sejak dia terpilih sebagai wakil rakyat.
Satu hari masa cuti ada permintaan badut pada hari itu juga. Istri Basuki rupanya sudah menunggu kesempatan itu. Dia kangen melihat suaminya dengan wajah berlepotan make up, bibir yang dibuat sedemikian lebar, baju kedodoran, sepatu lars tinggi. Maka, dia segera menodong suaminya berperan sebagai badut. Basuki tentu menolak. Dia sekarang sudah menjadi anggota dewan dan badut adalah profesi lama yang tidak perlu diulangi lagi. Istrinya merayu bahwa dia bukan anggota dewan lagi, sebab dia sedang cuti. Basuki bersikukuh dia tetap anggota dewan meskipun sedang cuti. Istri Basuki terus merayu dan hampir sejam mereka berdebat. Akhirnya, Basuki mengalah pada waktu. Persiapan sebagai badut tinggal dua jam dan menghubungi para anak pekerja badut untuk waktu yang mepet sangat sulit; sebagian besar pekerja badut adalah kerja sampingan saja di waktu longgar.
Ternyata, Basuki masih tetap seorang badut. Dia bergerak lincah ke sana kemari, menyapa setiap yang datang dengan gerakan tangan melambai, bibir bergerak lebar-lebar, raut muka yang lucu disertai anggukan, dan perut yang ditonjolkan ke depan. Banyak anak yang dibuatnya terpingkal-pingkal.
Istri Basuki menyatakan kepuasan atas kebadutan suaminya. Dia juga mengatakan kalau pelanggan baru itu juga merasa puas dan berjanji akan merekomendasikan badutnya setiap ada acara di tempatnya. Janji rekomendasi badut bukan omong kosong. Tiga hari kemudian ada permintaan badut istimewa, sebab pemesan acara adalah salah seorang anggota dewan yang sedang merayakan ulang tahun anaknya.
Basuki menolak dan meminta agar orang lain saja yang berperan sebagai badut, tapi pemesan meminta badut yang kemarin. Perdebatan kembali berlangsung dan Basuki pun bersedia dengan syarat make up wajahnya dipertebal dari biasanya. Dia tidak ingin perannya sebagai badut ketahuan temannya. Lebih penting lagi, dia belum mengenal siapa temannya itu; apakah dia teman separtai, sekoalisi, atau sekadar teman sesama anggota dewan. Basuki sendiri sengaja mengubah warna suaranya yang ringan menjadi berat dan menggetarkan udara di tenggorokan.
Pada saat pintu gedung berlangsungnya acara dibuka, terdengar riuh rendah suara tepukan anak-anak yang menyambut kehadiran badut dan segera mengerumuninya. Basuki mengebas ringan pada tangan anak-anak yang ingin mencubitnya dengan gemas. Matanya melirik ke sana kemari dan melihat anggota dewan itu adalah ketua fraksi musuh politik partainya. Matanya melotot, membuat anak-anak tertawa terbahak, ketika melihat orang yang ada di samping musuh politiknya adalah ketua fraksinya; hanya orang yang sangat akrab bersedia hadir di acara ulang tahun anaknya di tengah kesibukan yang padat. Basuki ingat bagaimana ketua fraksinya bersemangat mencaci maki lawan politiknya dan bersumpah tidak akan bekerjasama selamanya, sebab mereka berbeda prinsip.
Keesokan harinya pelanggan baru itu minta badut kembali. Basuki langsung mengatakan tidak. Seperti kemarin, istrinya mencoba merayu tapi Basuki benar-benar tidak mau lagi menjadi badut. Dia bersikukuh pada penolakannya. Istrinya berharap pada detik-detik penentuan suaminya akan berubah pikiran, namun suaminya benar-benar tidak mau lagi menjadi badut. Akhirnya, dia menelepon anak buahnya yang siap menjadi badut sedangkan Basuki sendiri sebagai sopir pengantar.
Acara tersebut ternyata ulang tahun anak ketua fraksinya. Tamu-tamu yang datang sebagian besar adalah tamu yang kemarin juga. Basuki langsung menemui ketua fraksinya dan mengungkapkan selamat ulang tahun kepada putrinya. Ketua fraksinya tampak terkejut sesaat, "Saya tidak menyangka Pak Basuki perhatian dengan keluarga saya, bahkan tahu ulang tahun anak saya."
Basuki menjelaskan kalau kehadirannya sekadar mengantarkan badut yang manajemennya dikelola oleh istrinya. Ketua fraksi lawan politik partainya berseloroh kalau-kalau tunjangannya kurang atau pajak partainya terlalu besar. Basuki segera menyanggahnya. Dan ketua fraksi partai Basuki menjelaskan, "Kamu tahu sendiri kami tidak pernah mau ada kenaikan gaji di tengah penderitaan masyarakat kita."
"Ah," cibir lawan politiknya. "Kita sama-sama tahu watak politikus. Pada mulanya menolak kemudian menerima dengan senang hati."
"Saya kira ini bukan waktu yang tepat untuk berselisih pendapat?" kata ketua fraksi partai Basuki sambil mempersilakan Basuki dan lawan politiknya untuk mencicipi makanan.
"Pak Basuki," kata ketua fraksi lawan politik partai Basuki dengan nada lebih menyenangkan. "Saya harap perbuatan Pak Basuki ini tidak terulang lagi. Sebagai sesama politisi saya kaget. Apakah tidak ada kegiatan sosial yang lebih bermanfaat bagi masyarakat dan Pak Basuki sendiri selain menjadi badut yang manfaatnya untuk kepentingan Pak Basuki sendiri."
"Anda keliru," sela ketua fraksi partai Basuki. "Perbuatan Pak Basuki ini patut menjadi teladan kita. Dia menunjukkan sikap rendah hati. Meskipun dia sebagai anggota dewan tapi masih mau bekerja yang nilainya kelihatan rendah."
Basuki paham maksud ketua lawan partai politiknya dan dia juga paham arti lirikan ketua partainya. Lama kelamaan dia merasa tidak enak menjadi bahan pembicaraan. Kemudian dia melihat jam dan mohon pamit sebab dia harus mengantarkan badutnya pulang.
***
Sehari masuk kerja Basuki diminta menemui ketua fraksi. Ada persoalan penting yang harus dibicarakan. Basuki datang, duduk di kursi depan meja, dan menunggu ketua fraksinya menata map-map di mejanya.
"Pak Basuki pernah berperan sebagai badut?" tanya ketua fraksi memulai pembicaraan.
"Pernah, bahkan saya adalah maskotnya," jawab Basuki.
Ketua fraksi mengangguk-anggukkan kepala. "Saya memanggil Pak Basuki untuk mencari kebenaran hal itu."
Ketua fraksi berdehem. "Saya juga diberi wewenang teman-teman partai untuk menyampaikan hal ini kepada Pak Basuki."
"Persoalan apa?"
"Pak Basuki diminta untuk mengundurkan diri."
"Alasannya?" tanya Basuki tidak percaya. Dia merasa sengaja dibuat marah dan hal itu dimanfaatkan olehnya. "Apakah menjadi badut harus dipecat sebagai anggota dewan?"
"Bukan," kata ketua fraksi menenangkan. "Kami tidak memecat Pak Basuki. Kami hanya minta Pak Basuki mengundurkan diri. Kami harap Pak Basuki melakukannya dengan senang hati, karena ini demi kepentingan partai."
Basuki hendak protes kembali, namun ketua fraksi memintanya untuk mendengarkan apa yang akan dikatakannya. "Sejujurnya saya kecewa dengan tindakan Pak Basuki yang mohon cuti hanya sekadar sebagai badut. Saya juga malu dikatakan teman-teman dewan sebagai ketua yang beranggota tidak memiliki kepekaan sosial. Ketika semua anggota dewan sibuk memikirkan persoalan masyarakat, melakukan studi banding, investigasi ke luar negeri, tapi Pak Basuki minta izin cuti hanya menjadi b a d u t. Akan tetapi, Pak Basuki tenang saja. Kami sudah mengatur semua. Sebentar lagi muncul isu Pak Basuki melakukan korupsi. Saat itu Pak Basuki mengundurkan diri dengan pernyataan bahwa atas nama partai kami yang jujur dan berkerakyatan Pak Basuki mengundurkan diri, meskipun belum dinyatakan sebagai terdakwa. Persidangan akan digelar dan menunjukkan bahwa tuduhan itu tidak terbukti dan Pak Basuki bukan koruptor. Hak Pak Basuki kami kembalikan dan kami akan mencalonkan bapak sebagai ketua fraksi. Saya sendiri akan mengundurkan diri sebagai bentuk rasa penyesalan saya memecat Pak Basuki. Serangkaian tindakan ini akan meningkatkan suara partai kita dan menambah posisi tawar partai dalam pemilihan presiden. Saya harap Pak Basuki ikhlas melakukannya."
Basuki tercenung beberapa saat. Dia tidak percaya semua itu terlaksana. Hanya satu yang akan dijalaninya bahwa dia akan dipecat sebagai anggota dewan. Dia mengelus wajahnya dan mencari bedak di sana. Setelah berkali-kali meraba dan tidak menemukan butiran bedak itu dia semakin yakin kalau dia tidak sedang menjadi badut.
Surabaya, juli 2007
http://sastra-indonesia.com/2008/10/badut-ulang-tahun/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Selasa, 30 Juni 2020
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A. Qorib Hidayatullah
A. Rego S. Ilalang
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Kadir Ibrahim
Abi N. Bayan
Achiar M Permana
Adib Baroya
Aditya Ardi N
Afrilia
Afrizal Malna
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mustofa
Alief Mahmudi
Alim Bakhtiar
Allex Qomarulla
Amarzan Loebis
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Syarifuddin
Anash
Andri Awan
Anggrahini KD
Anindita S Thayf
Anisa Ulfah
Anjrah Lelono Broto
Annisa Steviani
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra)
Ardy Suryantoko
Arie Giyarto
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arif Gumantia
Arif Hidayat
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
AS Laksana
Asarpin
Asrul Sani
Baca Puisi
Bahrum Rangkuti
Balada
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni R. Budiman
Beni Setia
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budi Darma
Bustan Basir Maras
Candra Malik
Candrakirana
Caping
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chicilia Risca
Christine Hakim
Cinta Laura Kiehl
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Darju Prasetya
Deddy Setiawan
Denny JA
Denny Mizhar
Deo Gratias
Dewi Musdalifah
Dhimas Ginanjar
Dian Sukarno
Dian Tri Lestari
Diana AV Sasa
Dien Makmur
Dinar Rahayu
Diskusi
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Yan Masfa
Donny Syofyan
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Edisi Khusus
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Prasetyo
Eko Tunas
Elsa Vilinsia Nasution
Erwin Setia
Ery Mefry
Esai
Evan Ys
F Aziz Manna
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Foto Andy Buchory
Francisca Christy Rosana
Franz Kafka
Frischa Aswarini
Fritz Senn
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gde Artawan
Gendhotwukir
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Gusti Eka
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hamsad Rangkuti
Hamzah Sahal
Hardy Hermawan
Hari Purwiati
Hario Pamungkas
Haris del Hakim
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hendri R.H
Hendri Yetus Siswono
Herie Purwanto
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I. B. Putera Manuaba
IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah)
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Fitri
Ignas Kleden
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imammuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indira Permanasari
Indonesia O’Galelano
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Inung As
Isbedy Stiawan ZS
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwan Simatupang
Jajang R Kawentar
Jalaluddin Rakhmat
James Joyce
Jean-Paul Sartre
Jember Gemar Membaca
JJ. Kusni
Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng
Joko Pinurbo
Jordaidan Rizsyah
Joyo Juwoto
Jual Buku Paket Hemat
K. Usman
Kadek Suartaya
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khairul Mufid Jr
Khanif
Khoirul Abidin
Ki Ompong Sudarsono
Kiki Astrea
Kitab Para Malaikat
Koh Young Hun
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela)
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kurnia Effendi
Kuswaidi Syafi’ie
L.K. Ara
Lan Fang
Launching dan Bedah Buku
Lawi Ibung
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Literasi
Liza Wahyuninto
Lukas Luwarso
Lukman Santoso Az
M. Abror Rosyidin
M. Adnan Amal
M. Faizi
M. Lutfi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahardini Nur Afifah
Mahendra Cipta
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mansur Muhammad
Marcellus Nur Basah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Marsel Robot
Marulam Tumanggor
Mas Garendi
Mashuri
Masuki M. Astro
Matdon
Matroni Muserang
MG. Sungatno
Moh. Husen
Mohamad Sobary
Mohammad Sadam Husaen
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Multazam
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Murnierida Pram
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Neli Triana
NH Dini
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Novel John Halmahera
Nurel Javissyarqi
Nuryana Asmaudi
Omah Sastra Ahmad Tohari
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pagelaran Musim Tandur
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Profil MA Matholi'ul Anwar
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Pustaka LaBRAK
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat HM
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Resensi
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Riri Satria
Rodli TL
Ronggeng Dukuh Paruk
Ronny Agustinus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saini KM
Sainul Hermawan
Sajak
Sanggar Pasir
Sanggar Pasir Art and Culture
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sasti Gotama
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Lamongan
Sastra-Indonesia.com
Sastri Sunarti
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Semesta
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siwi Dwi Saputro
Soeparno S. Adhy
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Subagio Sastrowardoyo
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Titi Aoska
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Topik Mulyana
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Ulysses
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Negeri Jember
Untung Wahyudi
Veronika Ninik
Viddy A.D. Daery
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Widie Nurmahmudy
Wildan Ibnu Walid
Windi Erica Sari
Wisran Hadi
Y Alprianti
Y. Thendra BP
Yanusa Nugroho
Yasunari Kawabata
Yeni Mulyani
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Zainuddin Sugendal
Zainuri
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zumro As-Sa'adah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar