Selasa, 30 Juni 2020

Badut Ulang Tahun

Haris del Hakim
Surya, 18 Nov 2007

Basuki ingin istirahat dari pekerjaannya sebagai anggota dewan wakil rakyat. Dia jemu dengan kerja rapat setiap hari. Lagipula, sebentar lagi adalah pemilihan presiden yang akan menguras banyak tenaga dan pikiran. Karena itu, dia minta izin cuti seminggu.

Selama masa cuti Basuki berniat membantu istrinya yang bekerja sebagai penyedia jasa badut ulang tahun. Dia ingin lain dari kebiasaan teman-temannya sesama anggota dewan. Mereka cuti dari kewajiban dengan pergi ke luar negeri atau tempat-tempat wisata daerah lain dengan alasan studi banding, investigasi, dan lain-lain yang dianggap logis. Basuki selalu menolak bila diajak serta dalam kegiatan seperti itu dan mengembalikan tunjangan untuknya. Sehingga, di kalangan teman-temannya Basuki dikenal sebagai orang yang jujur dan lugu.

Istri dan keluarga Basuki sangat senang. Mereka merasakan lagi kebersamaan sebagai keluarga yang dilindas oleh kesibukan Basuki. Istri Basuki lebih senang lagi. Akhir-akhir ini dia mendapat pesanan badut dari beberapa rumah mewah dan hotel, namun semua dibatalkan karena mereka minta maskot perusahaannya sedangkan maskotnya sendiri adalah Basuki.

Sebenarnya, jasa penyedia badut itu adalah milik Basuki. Awalnya hanya pekerjaan iseng seorang yang di-phk, namun beberapa pengguna jasa badut merasa puas dan sering menggunakan jasanya meskipun bukan pada momentum ulang tahun. Dalam beberapa tahun usaha iseng itu pun berubah menjadi CV yang keberadaannya diperhitungkan di kalangan para even organizer. Memang, pada dasarnya Basuki adalah seorang tukang lawak dan jenaka, sehingga menjadi badut merupakan kerja yang sesuai dengan karakternya. Akhir-akhir ini saja Basuki lebih banyak menunjukkan raut muka berkerut, sejak dia terpilih sebagai wakil rakyat.

Satu hari masa cuti ada permintaan badut pada hari itu juga. Istri Basuki rupanya sudah menunggu kesempatan itu. Dia kangen melihat suaminya dengan wajah berlepotan make up, bibir yang dibuat sedemikian lebar, baju kedodoran, sepatu lars tinggi. Maka, dia segera menodong suaminya berperan sebagai badut. Basuki tentu menolak. Dia sekarang sudah menjadi anggota dewan dan badut adalah profesi lama yang tidak perlu diulangi lagi. Istrinya merayu bahwa dia bukan anggota dewan lagi, sebab dia sedang cuti. Basuki bersikukuh dia tetap anggota dewan meskipun sedang cuti. Istri Basuki terus merayu dan hampir sejam mereka berdebat. Akhirnya, Basuki mengalah pada waktu. Persiapan sebagai badut tinggal dua jam dan menghubungi para anak pekerja badut untuk waktu yang mepet sangat sulit; sebagian besar pekerja badut adalah kerja sampingan saja di waktu longgar.

Ternyata, Basuki masih tetap seorang badut. Dia bergerak lincah ke sana kemari, menyapa setiap yang datang dengan gerakan tangan melambai, bibir bergerak lebar-lebar, raut muka yang lucu disertai anggukan, dan perut yang ditonjolkan ke depan. Banyak anak yang dibuatnya terpingkal-pingkal.

Istri Basuki menyatakan kepuasan atas kebadutan suaminya. Dia juga mengatakan kalau pelanggan baru itu juga merasa puas dan berjanji akan merekomendasikan badutnya setiap ada acara di tempatnya. Janji rekomendasi badut bukan omong kosong. Tiga hari kemudian ada permintaan badut istimewa, sebab pemesan acara adalah salah seorang anggota dewan yang sedang merayakan ulang tahun anaknya.

Basuki menolak dan meminta agar orang lain saja yang berperan sebagai badut, tapi pemesan meminta badut yang kemarin. Perdebatan kembali berlangsung dan Basuki pun bersedia dengan syarat make up wajahnya dipertebal dari biasanya. Dia tidak ingin perannya sebagai badut ketahuan temannya. Lebih penting lagi, dia belum mengenal siapa temannya itu; apakah dia teman separtai, sekoalisi, atau sekadar teman sesama anggota dewan. Basuki sendiri sengaja mengubah warna suaranya yang ringan menjadi berat dan menggetarkan udara di tenggorokan.

Pada saat pintu gedung berlangsungnya acara dibuka, terdengar riuh rendah suara tepukan anak-anak yang menyambut kehadiran badut dan segera mengerumuninya. Basuki mengebas ringan pada tangan anak-anak yang ingin mencubitnya dengan gemas. Matanya melirik ke sana kemari dan melihat anggota dewan itu adalah ketua fraksi musuh politik partainya. Matanya melotot, membuat anak-anak tertawa terbahak, ketika melihat orang yang ada di samping musuh politiknya adalah ketua fraksinya; hanya orang yang sangat akrab bersedia hadir di acara ulang tahun anaknya di tengah kesibukan yang padat. Basuki ingat bagaimana ketua fraksinya bersemangat mencaci maki lawan politiknya dan bersumpah tidak akan bekerjasama selamanya, sebab mereka berbeda prinsip.

Keesokan harinya pelanggan baru itu minta badut kembali. Basuki langsung mengatakan tidak. Seperti kemarin, istrinya mencoba merayu tapi Basuki benar-benar tidak mau lagi menjadi badut. Dia bersikukuh pada penolakannya. Istrinya berharap pada detik-detik penentuan suaminya akan berubah pikiran, namun suaminya benar-benar tidak mau lagi menjadi badut. Akhirnya, dia menelepon anak buahnya yang siap menjadi badut sedangkan Basuki sendiri sebagai sopir pengantar.

Acara tersebut ternyata ulang tahun anak ketua fraksinya. Tamu-tamu yang datang sebagian besar adalah tamu yang kemarin juga. Basuki langsung menemui ketua fraksinya dan mengungkapkan selamat ulang tahun kepada putrinya. Ketua fraksinya tampak terkejut sesaat, "Saya tidak menyangka Pak Basuki perhatian dengan keluarga saya, bahkan tahu ulang tahun anak saya."

Basuki menjelaskan kalau kehadirannya sekadar mengantarkan badut yang manajemennya dikelola oleh istrinya. Ketua fraksi lawan politik partainya berseloroh kalau-kalau tunjangannya kurang atau pajak partainya terlalu besar. Basuki segera menyanggahnya. Dan ketua fraksi partai Basuki menjelaskan, "Kamu tahu sendiri kami tidak pernah mau ada kenaikan gaji di tengah penderitaan masyarakat kita."

"Ah," cibir lawan politiknya. "Kita sama-sama tahu watak politikus. Pada mulanya menolak kemudian menerima dengan senang hati."

"Saya kira ini bukan waktu yang tepat untuk berselisih pendapat?" kata ketua fraksi partai Basuki sambil mempersilakan Basuki dan lawan politiknya untuk mencicipi makanan.

"Pak Basuki," kata ketua fraksi lawan politik partai Basuki dengan nada lebih menyenangkan. "Saya harap perbuatan Pak Basuki ini tidak terulang lagi. Sebagai sesama politisi saya kaget. Apakah tidak ada kegiatan sosial yang lebih bermanfaat bagi masyarakat dan Pak Basuki sendiri selain menjadi badut yang manfaatnya untuk kepentingan Pak Basuki sendiri."

"Anda keliru," sela ketua fraksi partai Basuki. "Perbuatan Pak Basuki ini patut menjadi teladan kita. Dia menunjukkan sikap rendah hati. Meskipun dia sebagai anggota dewan tapi masih mau bekerja yang nilainya kelihatan rendah."

Basuki paham maksud ketua lawan partai politiknya dan dia juga paham arti lirikan ketua partainya. Lama kelamaan dia merasa tidak enak menjadi bahan pembicaraan. Kemudian dia melihat jam dan mohon pamit sebab dia harus mengantarkan badutnya pulang.
***

Sehari masuk kerja Basuki diminta menemui ketua fraksi. Ada persoalan penting yang harus dibicarakan. Basuki datang, duduk di kursi depan meja, dan menunggu ketua fraksinya menata map-map di mejanya.

"Pak Basuki pernah berperan sebagai badut?" tanya ketua fraksi memulai pembicaraan.

"Pernah, bahkan saya adalah maskotnya," jawab Basuki.
Ketua fraksi mengangguk-anggukkan kepala. "Saya memanggil Pak Basuki untuk mencari kebenaran hal itu."

Ketua fraksi berdehem. "Saya juga diberi wewenang teman-teman partai untuk menyampaikan hal ini kepada Pak Basuki."

"Persoalan apa?"
"Pak Basuki diminta untuk mengundurkan diri."
"Alasannya?" tanya Basuki tidak percaya. Dia merasa sengaja dibuat marah dan hal itu dimanfaatkan olehnya. "Apakah menjadi badut harus dipecat sebagai anggota dewan?"

"Bukan," kata ketua fraksi menenangkan. "Kami tidak memecat Pak Basuki. Kami hanya minta Pak Basuki mengundurkan diri. Kami harap Pak Basuki melakukannya dengan senang hati, karena ini demi kepentingan partai."

Basuki hendak protes kembali, namun ketua fraksi memintanya untuk mendengarkan apa yang akan dikatakannya. "Sejujurnya saya kecewa dengan tindakan Pak Basuki yang mohon cuti hanya sekadar sebagai badut. Saya juga malu dikatakan teman-teman dewan sebagai ketua yang beranggota tidak memiliki kepekaan sosial. Ketika semua anggota dewan sibuk memikirkan persoalan masyarakat, melakukan studi banding, investigasi ke luar negeri, tapi Pak Basuki minta izin cuti hanya menjadi b a d u t. Akan tetapi, Pak Basuki tenang saja. Kami sudah mengatur semua. Sebentar lagi muncul isu Pak Basuki melakukan korupsi. Saat itu Pak Basuki mengundurkan diri dengan pernyataan bahwa atas nama partai kami yang jujur dan berkerakyatan Pak Basuki mengundurkan diri, meskipun belum dinyatakan sebagai terdakwa. Persidangan akan digelar dan menunjukkan bahwa tuduhan itu tidak terbukti dan Pak Basuki bukan koruptor. Hak Pak Basuki kami kembalikan dan kami akan mencalonkan bapak sebagai ketua fraksi. Saya sendiri akan mengundurkan diri sebagai bentuk rasa penyesalan saya memecat Pak Basuki. Serangkaian tindakan ini akan meningkatkan suara partai kita dan menambah posisi tawar partai dalam pemilihan presiden. Saya harap Pak Basuki ikhlas melakukannya."

Basuki tercenung beberapa saat. Dia tidak percaya semua itu terlaksana. Hanya satu yang akan dijalaninya bahwa dia akan dipecat sebagai anggota dewan. Dia mengelus wajahnya dan mencari bedak di sana. Setelah berkali-kali meraba dan tidak menemukan butiran bedak itu dia semakin yakin kalau dia tidak sedang menjadi badut.

Surabaya, juli 2007
http://sastra-indonesia.com/2008/10/badut-ulang-tahun/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah