SAJAK DI SECANGKIR KOPI
buat EM DE
Setetes kopi ujar di secangkir diammu
telah kureguk habis di sela keriuhan hedonisme
Setetes lagi nyangkut di sehelai benang serbet pilihanmu
terlempar di sudut wastafel pengabdian
terbasuh sudah kerak kesal di dasar inginmu
Setetes lagi hilang
entah kemana dan entah untuk siapa
Sinduharja, 2403
SAJAK TAK BERKUNCI BUAT DEYA
Deya pintu tiada berkunci
Di luar malam dan lampu limpah tersaji
Ambil sesukamu agar temaram tetarian
Memfokus di lensa hati
Deya pintu tiada berkunci
Kenapa pula masih sangsi
Biarkan kuncup bunga malam melunas
Melepas naluri menebar wewangi
Di setiap mimpi
Deya pintu tiada berkunci
Biarkan akan tiada mengancing nurani
Yang terbanting di matras pergumulan
Penjelajahan ini
Deya pintu tida berkunci
Yogyakarta, 31 1 2004
SURALAYA
Di atas bebatu berkisah sejarah berbingkai debu
Kutanya siapakan engkau yang duduk membeku
memandangi pahatan candi berbalut kabut
Siapa engkau yang sambil memandangi Borobudur
mengukir kisah hidupmu sendiri
Terpahatkan di setiap dinding bangunan angan
Terbatukan di setiap relief lakon manusia?
Siapakah engkau yang hendak memahat kembali
di bebatuan menyejarah agar diammu lepas
dari citraan mengarca hingga kisah manusia
utuh tergambar di candi inginmu
di atas cadas situs anganmu
meski peluh berlarian di anak sungai?
Di atas pucuk berbayang ketiadaan
kutanya siapa engkau yang tak teraba
tak terasa tak tercium tak tertatap
Di atas tata runtuhan hasrat tak terkata
Namun sepimu hanyalah bilah-bilah pedang
berkelebatan mengancam mimpi-mimpi di ulu hati
diterpa desau ketiadaan
Bukit Suralaya, Juli-Agustus 2004
SATIRE HATI HUTANKU MEMBELANTARA
kalau mesti memagar hutan
janganlah mengamsalkannya
dengan korupsi
dengan kebodohan
dengan kemelaratan
hingga tiada ayun
tebang habis tanpa pilih
(meski prosesinya rimbun bertumbuhan)
sebab amsalan itu adalah
aku yang membelantara malam
sampai tercahayakan musim tropis
melukis surga tanpa jingga
dan batinku miris
teriris garis dalam kanvas
lebat hujan tercakrawalakan sengat
kwadrat matahari hati
Yogyakarta, Juni 2005.
http://sastra-indonesia.com/2010/04/puisi-puisi-marcellus-nur-basah-3/
buat EM DE
Setetes kopi ujar di secangkir diammu
telah kureguk habis di sela keriuhan hedonisme
Setetes lagi nyangkut di sehelai benang serbet pilihanmu
terlempar di sudut wastafel pengabdian
terbasuh sudah kerak kesal di dasar inginmu
Setetes lagi hilang
entah kemana dan entah untuk siapa
Sinduharja, 2403
SAJAK TAK BERKUNCI BUAT DEYA
Deya pintu tiada berkunci
Di luar malam dan lampu limpah tersaji
Ambil sesukamu agar temaram tetarian
Memfokus di lensa hati
Deya pintu tiada berkunci
Kenapa pula masih sangsi
Biarkan kuncup bunga malam melunas
Melepas naluri menebar wewangi
Di setiap mimpi
Deya pintu tiada berkunci
Biarkan akan tiada mengancing nurani
Yang terbanting di matras pergumulan
Penjelajahan ini
Deya pintu tida berkunci
Yogyakarta, 31 1 2004
SURALAYA
Di atas bebatu berkisah sejarah berbingkai debu
Kutanya siapakan engkau yang duduk membeku
memandangi pahatan candi berbalut kabut
Siapa engkau yang sambil memandangi Borobudur
mengukir kisah hidupmu sendiri
Terpahatkan di setiap dinding bangunan angan
Terbatukan di setiap relief lakon manusia?
Siapakah engkau yang hendak memahat kembali
di bebatuan menyejarah agar diammu lepas
dari citraan mengarca hingga kisah manusia
utuh tergambar di candi inginmu
di atas cadas situs anganmu
meski peluh berlarian di anak sungai?
Di atas pucuk berbayang ketiadaan
kutanya siapa engkau yang tak teraba
tak terasa tak tercium tak tertatap
Di atas tata runtuhan hasrat tak terkata
Namun sepimu hanyalah bilah-bilah pedang
berkelebatan mengancam mimpi-mimpi di ulu hati
diterpa desau ketiadaan
Bukit Suralaya, Juli-Agustus 2004
SATIRE HATI HUTANKU MEMBELANTARA
kalau mesti memagar hutan
janganlah mengamsalkannya
dengan korupsi
dengan kebodohan
dengan kemelaratan
hingga tiada ayun
tebang habis tanpa pilih
(meski prosesinya rimbun bertumbuhan)
sebab amsalan itu adalah
aku yang membelantara malam
sampai tercahayakan musim tropis
melukis surga tanpa jingga
dan batinku miris
teriris garis dalam kanvas
lebat hujan tercakrawalakan sengat
kwadrat matahari hati
Yogyakarta, Juni 2005.
http://sastra-indonesia.com/2010/04/puisi-puisi-marcellus-nur-basah-3/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar