Kamis, 23 Juli 2020

TUHAN RINDU SUARANYA SENDIRI

TUHAN RINDU SUARANYA SENDIRI
Zehan Zareez

Bagaimana mungkin
Doa-doa mampu menembus lapis tujuh
Sementara suara
Tak sampai daun telinga
Mungkin Tuhan bingung
Dengan manusia-mausia
yang gemar menunjukkan otot leher
Padahal tanpa keringat
Leher tetap leher
Tak mungkin jadi anus

Pertiwi yang sesenja ini
ruangannya dipenuhi doa
di atas genting, di dalam masjid,
di ketiak para pendai

Seluruhnya; doa
Doa-doa yang tak sampai

Andaikata doa punya mata
Bingungnya pasti lebih dari Tuhan
-aku; hendak mendarat di pangkuan siapa

Tuhan dan doa tak saling bertemu
Padahal telah sama-sama rindu
...

Pantang tidur sebelum kopi habis. Menikmati aromanya hingga ampas yang paling akhir, anggap saja sekian dari bagian cara bersyukur telah ditakdirkannya kita semua sebagai ummat Nabi yang terakhir. Nabi maestro yang setiap geraknya adalah ruh dari Kalam Tuhan.

Membaca Nabi Muhammad secara konseptual sama halnya membaca Al-Quran secara aplikatif. Kita bahkan jarang menyadari peranan Al-Quran sendiri sebagai mukjizat yang masih tangguh hingga kini. Pemahaman khas selalu merujuk pada berpahalanya ayat demi ayat ketika dibaca. Padahal, kita tak pernah tahu wujud pahala seperti apa. Tak logis jika mukjizat nabi teragung hanya dapat memberikan pengaruh yang samar, tak terlihat, bahkan tak mampu dirasakan secara langsung oleh ummatnya. Ingat sejarah, Musa AS dengan tongkatnya mampu membelah lautan, Ibrahim AS yang gagah tak mempan dibakar kobaran api, dan mukjizat-mukjizat nabi lain yang versi ceritanya begitu terdengar gahar bin sangar.

Kopiku baru, masih panas. Aromanya garang melebihi matahari yang membuat rembulan malu semalaman. Kusruput sekali, lezatnya masuk ke pori-pori, pelan-pelan menyentuh ujung jari, sampai akhirnya; parkir di hati. Nikmat yang indah, cukup dengan kopi yang sederhana. Hitam pekatnya seolah menjadi petunjuk bagi manusia-manusia pesimis dan mampu menjadi jalan keluar bagi manusia-manusia ngantuk. Kuletakkan tubuh cangkirku tepat di sebelah asbak meja ruang tamu. Kutatap tajam, kuanggap ia sahabatku. Aku mencoba menjelaskan seluruh isi pikiranku padanya. Kupaksa ia mendengarkan baik-baik. Tidak boleh menoleh, tidak boleh pamit kencing atau pura-pura tidur.

Al-Quran merupakan petunjuk. Pedoman arah bagi yang bertaqwa, yang benar-benar beriman tentang segala ke-ghaiban, yang sadar kebutuhan sholat dan tak melupa menyedekahkan apa pun yang telah menjadi bagian dari jatah rizkinya. Entah, nanti akan lahir kesimpulan yang bagaimana, dari arah mana, atau di mana tentang letak istimewanya yang nyata.

Pada taraf paling dasar, Al-Quran memang menjadi sarana reward bagi pembacanya. Siapa pun yang bersedia melafalkan huruf, ayat, suratnya --ikhlas atau tidak--, --paham atau belum--, baginya adalah pahala. Ganjaran yang belum bisa dinikmati, sebelum nanti; jika sudah hidup lagi; setelah mati. Manusia jarang menyadari keistimewaan Al-Quran dari peranan taraf ini.

Sekalipun Al-Quran telah dikultuskan sebagai petunjuk bagi ummat Nabi Muhammad SAW, Allah Jalla wa Ala tiada pernah mewajibkan hamba-Nya untuk menghafal secara tekstual. Qiyasnya, gambaran masyarakat Indonesia yang notabene seluruhnya hafal sila-sila dalam pancasila, tak sedikit yang perilakunya keluar dari etika dan substansi pancasila itu sendiri. Mempelajari ilmu tajwid merupakan bagian dari perkara wajib (dikutip dalam pembahasan bid'ah mawjubah, Al Hujjah Al Qoth'iyyah Li As Syaikh Muhyiddin Abdus shomad), yang bertujuan mengindahkan Al-Quran melalui etika cara baca yang benar. Namun menghafal bil-ghoib pun bukanlah sebuah tuntutan yang mencapai kedudukan kata wajib.

Para penghafal Al-Quran tekstual dan mereka yang mengindahkan bacaan melalui kebenaran tajwid serta suara indahnya bisa dikatakan telah berprestasi dalam hidupnya. Patut mendapat apresiasi tersendiri dan memang layak mendapatkan kalung bunga mewah yang surgawi. Namun cukup disayangkan, Al-Quran sungguh lah belum mampu berperan sebagai petunjuk (hudan), jika mereka memilih untuk berhenti di tahap proses yang demikian. Berhentilah mereka sebatas di fase-fase kejumudan, oplos ketenaran, nun justru rawan sekali muncul ke-AKU-an yang sulit dihindarkan.

Cangkirku masih kupaksa diam. Tetap harus tunduk, mendengarkan celotehku, demi menjaga mata ini agar tak tidur menghadapi matahari. Kulanjutkan, sambil sesekali kukecup tepinya, simbolis bahwa kami adalah sahabat yang seharusnya saling mengingatkan.

Manusia yang paham peranan Al-Quran sebagai taraf petunjuk (hudan lil muttaqiin), akan memaksa hatinya mampu memahami makna ayat per ayatnya dan meng-estafetkan pada gerak pengamalan substansi mutiara di dalamnya. Mereka sudah tak menganggap point of the match seberapa banyak surah yang dihafal. Percuma lihai dilisan sedangkan tak memiliki kontribusi apa pun pada organ yang harusnya digerakkan atas apa yang telah dihafal. Inilah poin yang tadi tersebut sebagai membaca Nabi Muhammad SAW. Menelaah sejarah laku dan sikap, kemudian mencontoh semampunya, sesuai dengan kapasitas pribadi dan skala lingkungan hidupnya, tanpa harus keras kepala dan bengis pada etika-etika manusiawi yang kodratnya hidup berbangsa.

Usia bumi yang mulai rapuh ini harusnya kita bisa lebih pandai membaca. Begitu mbeludhak para penghafal Al-Quran yang berprestasi, lihai merdu di atas lisan yang fasih, namun tak cukup mampu menyeimbangkan dengan laku ruhnya (yang hakikatnya); ber-Tuhan.

Rokok habis! Tapi masih ada satu hal lagi yang perlu tersampaikan pada cangkirku terkait kegelisahan hal ini. Perihal taraf yang paling luar biasa. Tanpa menyingkirkan kehebatan taraf pertama dan kedua, ialah Al-Quran yang mampu diorientasikan pada cakupan kalamulloh. Dimana hakikinya seluruh ayat merupakan ucapan-ucapan Allah yang hakiki. Al-Quran adalah perwujudan dari ucapan Allah yang harus dirasukkan dalam setiap ruh hamba-Nya, agar Allah senantiasa terasa mengajak bicara pada masing-masing jiwa untuk bergerak dalam ruang-ruang yang telah ditunjukkan-Nya. Pejalan taraf ini mampu ber-komunikasi secara vertikal antara dirinya dengan Allah. Mereka mampu intim dengan cara berbicara yang Qur'aniy.

Dekat dimulai dari kenal, bukan? Dan untuk kenal butuh komunikasi. Berkomunikasi secara vertikal dengan Allah melalui Al-Quran adalah salah satu ciri dan cara menjadi yang dikenal. Betapa Allah rindu pada hamba-Nya yang memberanikan diri memulai menjalin komunikasi. Sangat jauh korelasinya dengan sekedar berkompetisi mendapatkan pahala. Mereka lebih asik memilih membangun dimensi sendiri, dengan menjunjung tinggi nilai sunyi; hanya ada dia dan Allah, atau ada Allah yang dirasakan dalam dia, melalui mutakallim dan mukhotob yang saling berbicara.

17 Juni 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah