Jumat, 20 November 2020

Amnesia

Mario F. Lawi
Pos Kupang, 26 Sep 2011
 
MATAHARI  menjelma dua. Semua orang panik dan berteriak. Karena tiba-tiba saja sebuah bola api raksasa berputar di angkasa. Meninggalkan gelegar dan kilau di langit. Meninggalkan bias-bias cahaya setiap kali menjengkal angkasa. Sebagian orang berpikir bahwa bintang lain akan mengancam keberadaan bumi.
Sebagian lagi berpendapat bahwa inilah kutukan Tuhan bagi dunia yang semakin terpuruk.
 
Tapi para ilmuwan memastikan bahwa bola raksasa itu bukanlah matahari ataupun benda-benda angkasa yang sudah terdeteksi sebelumnya. Benda itu merupakan benda asing yang belum pernah diketahui sebelumnya. Tak ada satelit ataupun teropong yang mampu memastikan benda apakah itu. Temperatur bumi bahkan tidak meningkat. Hanya frekuensi cahaya yang semakin bertambah. Malam tak akan pernah lagi menudungi bumi dengan kelam.
 
Segenap penduduk bumi serentak panik. Bola itu meluncur ke bumi, semakin lama semakin deras, seperti bongkahan kesedihan yang jatuh dari hati yang terluka. Kadang terlihat seperti serpihan mimpi buruk yang meluncur ke lubuk tidur. Menimbulkan percik-percik kemerahan di sisinya yang mulai menyentuh atmosfer bumi seperti percikan-percikan api dari dua sisi besi yang bergesekan.
 
Orang-orang mulai mencari cara meninggalkan bumi. Orang-orang kaya dan para pemimpin negara mulai menciptakan roket-roket mahahebat untuk meninggalkan bumi yang akan ditimpa bola raksasa asing dari luar angkasa. Sebagian kepala negara bahkan menggunakan uang rakyat untuk mendanai pekerjaan tersebut. Lebih baik sebagian orang terbaik selamat daripada keselamatan seluruh rakyat, pikir mereka.
 
Mereka bahkan mengajak serta keluarga mereka untuk pergi ke Mars yang secara ajaib sudah mulai menumbuhkan tetumbuhan dari antara pori-porinya yang gersang.
Sedangkan bagi mereka yang tak mampu berbuat lebih, hanya doa dan tobat yang keluar dalam setiap hela napas.
 
Orang-orang miskin mulai menangis dan meratap, melipatgandakan kesedihan yang tersisa di wajah mereka. Tangisan mereka mulai menggema di seluruh bumi. Televisi dan radio semakin mendramatisir tangisan-tangisan mereka dengan menyiarkannya secara berulang-ulang diselingi acara mimbar-mimbar agama yang semakin sering diputar. Para tokoh agama berdiri paling depan, mengajak semua orang bertobat seakan merekalah yang paling bersih.
 
Di langit, gemuruh guntur dan kilat sambar-menyambar, seolah ingin melengkapi segala ketakutan. Orang-orang mulai berteriak-berteriak sembarangan, setiap kali ada dentum guntur dan guratan kilat di langit. Namun, semakin mendekati bumi, kecepatan bola itu semakin lambat.
 
Bola itu menghujam bersama gemuruh di langit yang tampak cerah. Tak banyak orang yang mampu menerjemahkan suara gemuruh itu selain mereka yang diberi karunia untuk membaca tanda-tanda alam.
 
Dan orang-orang itu sepakat bahwa gemuruh itu adalah serangkaian suara yang mengatakan bahwa dari negara tempat bola itu jatuh akan lahir orang-orang hebat yang tak tertandingi oleh negara mana pun dan negara itu akan menjadi negara nomor satu di dunia dan tak tertandingi oleh bangsa dari negara mana pun juga. Presiden negara Amnesia yang sudah berada di Mars mendapatkan kabar gembira dari para pejabatnya yang ada di bumi bahwa bola itu jatuh di negara Amnesia, tepat di kota Metrianit, ibukota negara Amnesia.
 
Bola itu melingkupi setengah kota Metrianit. Lalu mata sang Presiden berkaca-kaca menahan tangisan kegembiraan yang mulai menggantung di kedua kelopakmata tuanya yang mulai menggelambir. Ia mengembuskan napas dan meniupkan doa ke hadirat Tuhan.
 
"Terima kasih, Tuhan, sebentar lagi akan kaubebaskan negara kami dari derita berkepanjangan."
 
Dengan penuh haru, sang Presiden berkata kepada isterinya, "Bu, negara kita akan menjadi negara adidaya. Rakyat kita tentu tak perlu lagi sengsara."
 
Setelah berunding dengan isterinya, presiden Amnesia berpendapat bahwa kabar gembira ini harus diberitahukan pada kepala negara-kepala negara bumi yang ada di Mars.
 
"Teman-teman, dunia tak jadi kiamat."
 
"Hmm... Syukurlah!"
 
"Ada satu lagi berita menggembirakan."
 
"Apa?"
 
"Negara tempat bola api itu jatuh akan menjadi negara adidaya yang baru."
 
"Benarkah? Lalu, apa berita menggembirakannya?"
 
"Bola api itu jatuh di negaraku," katanya sambil berlinangan airmata haru.
Semua pemimpin bangsa di Mars seketika diam.
***
 
Sementara di bumi, bola itu retak seperti sebutir telur yang menetas. Dari dalamnya tumbuh berbagai macam tumbuhan yang belum pernah dilihat sebelumnya. Sebuah sumber mata air mengalir dari tengah bola itu. Kemudian cahaya menyilaukan menghampar dari retak-retak bola itu.
 
Lalu dari balik cahaya, segala binatang yang pernah dan yang akan ada di bumi, baik yang telah punah maupun yang akan mengalami evolusi, muncul berpasang-pasangan dan berjalan beriringan seperti ketika dulu Nuh menuntun nenek moyang mereka masuk ke dalam bahtera. Mereka kemudian menyebar ke seluruh penjuru kota.
 
Sebagian penduduk memandang dengan kagum. Sebagian lain, terutama para birokrat kota, mulai membuat kesepakatan untuk memonumenkan tempat jatuhnya bola itu. Tak tanggung-tanggung, dana yang dipersiapkan untuk rencana tersebut konon mampu menghidupi seluruh penduduk kota bersama keturunan mereka selama 100 tahun.
 
Menurut mereka, tak ada ruginya mengucurkan dana sedemikian besar demi memperingati peristiwa monumental tersebut. Sementara itu, dari tempat bola itu jatuh, terhamparlah padang rumput yang kemudian tumbuh menyebar ke sekeliling kota.
 
Dari padang rumput itu kemudian bertunaslah bunga-bunga, perdu dan pepohonan serta segala tanaman yang melata. Cahaya bola itu perlahan meredup. Lalu, dari antara retakan bola, orang-orang Metrianit melihat sepasang manusia yang telanjang berkejaran di dekat sumber mataair. Laki-laki dan perempuan.
 
Naimata, 2011

https://kupang.tribunnews.com/2011/09/26/amnesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah