Maman S Mahayana *
Amin Sweeney, Karya
Lengkap Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia
bekerja sama ecole Francaise d'Extreme-Orient, 2005, xxiv + 370 hlm.
Abdullah bin Abdul Kadir
Munsyi, pujangga masa lalu yang meninggalkan begitu banyak kontroversi. Dalam
sastra Indonesia, ia ditempatkan sebagai tokoh periode transisi, perintis yang
konon membawa sastra Melayu lama memasuki sastra Indonesia modern. Di sana,
seolah-olah ada garis demarkasi yang membatasi perjalanan kesusastraan
Indonesia. Dan Abdullah Munsyi berdiri pada garis demarkasi itu. Itulah
pandangan hampir semua pengamat sastra Indonesia ketika mereka mencoba melihat
embrio lahirnya sastra Indonesia modern. Apa benar begitu? Jangan-jangan, para
pengamat itu mengutip pendapat yang dikelirukan dan kekeliruan itu mengalir
terus hingga kemudian menjadi salah kaprah.
Di Malaysia, Abdullah
ditempatkan dalam posisi yang bertolak belakang. Di satu pihak, diperlakukan
sebagai pembaharu-perintis sastra Melayu modern. Meski lompatan ke sastra
Malaysia modern ada kerumpangan, ia tetap dipandang dalam posisi terhormat. Di
pihak lain, pandangan yang berseberangan menuding Abdullah sebagai tali barut
(: kaki tangan, konco, begundal) kolonial Inggris. Ia memang ikut membantu C.H.
Thomsen dan W. Milne menerjemahkan Catechism (1817) dan Injil Matius (1819,
1825, 1830). Ia juga menerjemahkan sendiri Undang-Undang Singapura karya
Stamford Raffles (1823).
Apakah karena
keterlibatan itu, Abdullah dikatakan sebagai tali barut atau ada sebab lain.
Kritiknya terhadap masyarakat Melayu yang dikatakannya “bodoh” karena tidak mau
bersekolah, boleh jadi telah melukai banyak pihak. Ia juga mencela orang-orang
Melayu yang melarang anak-anaknya belajar bahasa Inggris (hlm. 32). Abdullah
menyadari pentingnya pengetahuan. Maka, kemajuan masyarakat Melayu hanya
mungkin dapat dicapai jika mereka tidak mengabaikan sekolah. Baginya, hanya
orang bodoh yang tak mau bersekolah. Bagaimanapun, sekolah merupakan pintu
gerbang mencapai kemajuan. Lalu, di mana letak salahnya jika kritik itu
dimaksudkan untuk memberi penyadaran? Dalam posisi itu, tak sedikit orang yang
berpaling pada ketokohan Hamzah Fansuri yang lebih ke belakang atau Raja Ali
Haji yang sezaman. Minimnya pengetahuan tentang diri Abdullah, tidak hanya
berdampak pada penghilangan peran sosialnya sebagai seorang intelektual, tetapi
juga mengaburkan posisi kepengarangannya dalam deretan sastrawan pada zamannya.
Posisi Abdullah memang
unik. Ia dibesarkan dalam lingkaran tradisi keberaksaraan, sementara
masyarakatnya waktu itu masih berada dalam tradisi kelisanan. Pengaruh Inggris
yang diserapnya bersumber dari buku, dari teks yang cara berpikirnya menuntut
daya intelektual, dan bukan dari tradisi kelisanan yang tak formulais. “Abdullah
dipaksa meringkuk menghadap buku. Penumpuannya senantiasa pada huruf dalam
berbagai bahasa.” (hlm. 28). Pada zamannya, Abdullah telah tampil sebagai
seorang intelektual. Sikap, cara berpikir, dan orientasi budayanya bertumpu
pada tradisi keberaksaraan.
Dalam pandangan banyak
orientalis, karya-karya Abdullah Munsyi seperti memancarkan pesona yang
mengagumkan. Beberapa misionaris dan peneliti Belanda, termasuk majikan
Inggrisnya, Keasberry, menyadari bahwa karya-karya Abdullah dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan menciptakan citra tertentu. Klinkert misalnya, membuat
suntingan baru Kisah Pelayaran Abdullah ke Kelantan (1855), “supaya cocok
dengan cita-cita kolonialisme Belanda” (hlm. 51). Di sana, pujian Abdullah
terhadap orang Inggris, diubahsuai menjadi pujian pada orang kulit putih.
Dengan begitu, termasuklah di dalamnya bangsa Belanda. Tentu itu sejalan dengan
politik kolonial Belanda yang menempatkan diri sebagai bangsa yang akan
mengangkat masyarakat pribumi menjadi bangsa yang berbudaya.
Biografi teks Kisah
Pelayaran Abdullah ke Mekah, malah lebih semrawut lagi (hlm. 256). Klinkert
mengganti kata Mekah dengan kata Judah (Jedah) karena Abdullah meninggal di
Jedah. Alasan lain, bahwa dalam teks itu tidak ada cerita tentang Mekah. Dalam
kasus ini, Amin Sweeney melihat, ada beberapa bagian dari teks itu yang
dihilangkan. Bahkan, Klinkert menyebut kematian Abdullah di tanah Arab itu,
karena diracun oleh orang Arab yang fanatik. ?Kononnya orang asing dilarang
menulis ketika di Mekah; Abdullah orang asing; Abdullah menulis; maka Abdullah
dibunuh!? (hlm. 262). Rasanya tak masuk akal Abdullah dibunuh karena menulis.
Ada yang janggal dan tak logis di sana.
***
Sebuah kajian penting
tentang Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi diperlihatkan Amin Sweeney dengan
meyakinkan. Penelitiannya yang komprehensif mengungkapkan banyak hal baru
tentang pandangan dan perlakuan para peneliti Barat terhadap karya-karya
Abdullah, tentang kondisi sosial dan tradisi kelisanan dan keberaksaraan pada
zaman itu, dan sikap Abdullah dan keterpengaruhannya pada berbagai bacaan
Barat. Sweeney juga melakukan banyak pembongkaran atas berbagai penyelewengan
yang dilakukan para peneliti Barat, khasnya Belanda, dalam membuat edisi
karya-karya Abdullah. Berbagai misteri di seputarnya dibeberkan berdasarkan
sejumlah karya yang relatif belum diselewengkan atau diubahsuai, termasuk
karya-karyanya yang dimuat, sesudah Abdullah meninggal -dalam Cermin Mata,
sebuah majalah yang terbit di Singapura tahun 1858.
Dengan melakukan
perbandingan teks: tiga edisi Kisah Pelayaran Abdullah ke Kelantan dan empat
edisi Kisah Pelayaran Abdullah ke Mekah, Sweeney tidak bermaksud membuat
rekonstruksi arketipe menurut kaidah filologi, yang menurutnya sudah usang dan
kuno?tetapi menyingkapkan berbagai hal yang melatarbelakangi terjadinya
perubahan dari teks yang satu ke teks yang lain. Dari sana, terungkaplah bahwa
perubahan itu tidak sekadar sebuah keteledoran atau kelalaian penyalin,
melainkan kesengajaan yang didasari berbagai kepentingan ideologi, sosial,
budaya, bahkan pengkhianatan terhadap perintah sang majikan.
Pengungkapan teks dalam
konteksnya, dimungkinkan lantaran Sweeney menelaah semua manuskrip atau naskah
Abdullah, baik berupa tulisan tangan, cetak batu, atau yang sudah berupa
cetakan, dan menghubungkaitkannya dengan konteks yang melatarbelakangi lahirnya
manuskrip atau naskah-naskah itu. Jadilah, ia tak membuat edisi baru, yang
sering didasari kepentingan, tujuan, dan cara berpikir si penyunting. Dalam
konteks itu, buku ini seperti hendak mengembalikan posisi dan peran Abdullah
Munsyi ke jalan yang benar.
Melalui buku ini,
terbentang jalan lempang yang dapat digunakan sedikitnya untuk mengungkapkan
tiga hal. Pertama, perjalanan tradisi kelisanan ke tradisi keberaksaraan yang secara
kategoris dikatakan sebagai sastra Melayu lama dan sastra Indonesia modern.
Jika ini dilakukan, kontroversi mengenai kelahiran sastra Indonesia, dapat
ditelusuri dengan memperhatikan kembali karya-karya Abdullah atau sastrawan
lain yang sezaman. Kedua, memosisikan karya-karya Abdullah dan karya sastrawan
sezamannya dalam tarik-menarik kepentingan ideologi dan kultur masyarakatnya
berhadapan dengan ideologi dan kultur Barat yang bertumpu pada tradisi
keberaksaraan. Ketiga, membuka kemungkinan lain untuk memahami teks berdasarkan
semangat zaman dan kondisi masyarakat yang melahirkannya. Bukankah sebuah karya
apa pun tidak jatuh dari langit. Ia lahir melalui proses yang rumit,
menggelinding, ditafsir ulang, dan dimaknai sejalan dengan tuntutan zaman.
Secara keseluruhan, buku
ini mengungkapkan perspektif baru atas ketokohan Abdullah Munsyi. Dan lewat
perbandingan berbagai versi dua karyanya, Kisah Pelayaran Abdullah ke Kelantan
dan Kisah Pelayaran Abdullah ke Mekah, kita memperoleh gambaran lebih lengkap tentang
sosok kepengarangannya. Yang juga patut dicatat adalah cara Sweeney
menyampaikan argumen. Terkadang uraiannya berkelak-kelok, sambil menyikut
kiri-kanan, dan menabrak apapun yang tidak disetujuinya. Dengan cara itu, kesan
angker sebagai karya ilmiah, cair seketika. Ia sengaja menggunakan bahasa yang
renyah dan enak dibaca. Ia tak ingin pembaca bukunya membayangkan wajah Amin
Sweeney: sebam dan cemberut. Maka, kita pun dapat menikmati buku ini tanpa
harus berkerut kening.
***
*) Maman S. Mahayana, lahir
di Cirebon, Jawa Barat, 18 Agustus 1957. Dia salah satu penerima Tanda
Kehormatan Satyalancana Karya Satya dari Presiden Republik Indonesia, Dr. H.
Susilo Bambang Yudhoyono (2005). Menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Sastra
Universitas Indonesia (FS UI) tahun 1986, dan sejak itu mengajar di
almamaternya yang kini menjadi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia (FIB-UI). Tahun 1997 selesai Program Pascasarjana Universitas
Indonesia. Pernah tinggal lama di Seoul, dan menjadi pengajar di Department of
Malay-Indonesian Studies, Hankuk University of Foreign Studies, Seoul, Korea
Selatan. Selain mengajar, banyak melakukan penelitian. Beberapa hasil
penelitiannya antara lain, “Inventarisasi Ungkapan-Ungkapan Bahasa Indonesia”
(LPUI, 1993), “Pencatatan dan Inventarisasi Naskah-Naskah Cirebon” (Anggota Tim
Peneliti, LPUI, 1994), dan “Majalah Wanita Awal Abad XX (1908-1928)” (LPUI,
2000). http://sastra-indonesia.com/2010/07/mengembalikan-abdullah-munsyi-ke-jalan-yang-benar/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A. Qorib Hidayatullah
A. Rego S. Ilalang
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Kadir Ibrahim
Abi N. Bayan
Achiar M Permana
Adib Baroya
Aditya Ardi N
Afrilia
Afrizal Malna
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mustofa
Alief Mahmudi
Alim Bakhtiar
Allex Qomarulla
Amarzan Loebis
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Syarifuddin
Anash
Andri Awan
Anggrahini KD
Anindita S Thayf
Anisa Ulfah
Anjrah Lelono Broto
Annisa Steviani
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra)
Ardy Suryantoko
Arie Giyarto
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arif Gumantia
Arif Hidayat
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
AS Laksana
Asarpin
Asrul Sani
Baca Puisi
Bahrum Rangkuti
Balada
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni R. Budiman
Beni Setia
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budi Darma
Bustan Basir Maras
Candra Malik
Candrakirana
Caping
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chicilia Risca
Christine Hakim
Cinta Laura Kiehl
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Darju Prasetya
Deddy Setiawan
Denny JA
Denny Mizhar
Deo Gratias
Dewi Musdalifah
Dhimas Ginanjar
Dian Sukarno
Dian Tri Lestari
Diana AV Sasa
Dien Makmur
Dinar Rahayu
Diskusi
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Yan Masfa
Donny Syofyan
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Edisi Khusus
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Prasetyo
Eko Tunas
Elsa Vilinsia Nasution
Erwin Setia
Ery Mefry
Esai
Evan Ys
F Aziz Manna
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Foto Andy Buchory
Francisca Christy Rosana
Franz Kafka
Frischa Aswarini
Fritz Senn
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gde Artawan
Gendhotwukir
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Gusti Eka
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hamsad Rangkuti
Hamzah Sahal
Hardy Hermawan
Hari Purwiati
Hario Pamungkas
Haris del Hakim
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hendri R.H
Hendri Yetus Siswono
Herie Purwanto
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I. B. Putera Manuaba
IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah)
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Fitri
Ignas Kleden
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imammuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indira Permanasari
Indonesia O’Galelano
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Inung As
Isbedy Stiawan ZS
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwan Simatupang
Jajang R Kawentar
Jalaluddin Rakhmat
James Joyce
Jean-Paul Sartre
Jember Gemar Membaca
JJ. Kusni
Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng
Joko Pinurbo
Jordaidan Rizsyah
Joyo Juwoto
Jual Buku Paket Hemat
K. Usman
Kadek Suartaya
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khairul Mufid Jr
Khanif
Khoirul Abidin
Ki Ompong Sudarsono
Kiki Astrea
Kitab Para Malaikat
Koh Young Hun
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela)
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kurnia Effendi
Kuswaidi Syafi’ie
L.K. Ara
Lan Fang
Launching dan Bedah Buku
Lawi Ibung
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Literasi
Liza Wahyuninto
Lukas Luwarso
Lukman Santoso Az
M. Abror Rosyidin
M. Adnan Amal
M. Faizi
M. Lutfi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahardini Nur Afifah
Mahendra Cipta
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mansur Muhammad
Marcellus Nur Basah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Marsel Robot
Marulam Tumanggor
Mas Garendi
Mashuri
Masuki M. Astro
Matdon
Matroni Muserang
MG. Sungatno
Moh. Husen
Mohamad Sobary
Mohammad Sadam Husaen
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Multazam
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Murnierida Pram
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Neli Triana
NH Dini
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Novel John Halmahera
Nurel Javissyarqi
Nuryana Asmaudi
Omah Sastra Ahmad Tohari
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pagelaran Musim Tandur
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Profil MA Matholi'ul Anwar
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Pustaka LaBRAK
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat HM
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Resensi
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Riri Satria
Rodli TL
Ronggeng Dukuh Paruk
Ronny Agustinus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saini KM
Sainul Hermawan
Sajak
Sanggar Pasir
Sanggar Pasir Art and Culture
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sasti Gotama
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Lamongan
Sastra-Indonesia.com
Sastri Sunarti
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Semesta
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siwi Dwi Saputro
Soeparno S. Adhy
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Subagio Sastrowardoyo
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Titi Aoska
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Topik Mulyana
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Ulysses
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Negeri Jember
Untung Wahyudi
Veronika Ninik
Viddy A.D. Daery
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Widie Nurmahmudy
Wildan Ibnu Walid
Windi Erica Sari
Wisran Hadi
Y Alprianti
Y. Thendra BP
Yanusa Nugroho
Yasunari Kawabata
Yeni Mulyani
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Zainuddin Sugendal
Zainuri
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zumro As-Sa'adah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar