Sabtu, 23 Januari 2021

KESEGARAN-KESEGARAN DALAM ‘MENGAPA TUHAN MENCIPTAKAN KUCING HITAM?’

Erwin Setia *
 
Pada perjumpaan awal dengan cerpen-cerpen Sasti Gotama yang tersebar di berbagai media daring, saya mendapati keistimewaan paling mencolok cerpen-cerpen Sasti hanyalah tonjokan di ujung cerita. Sasti tampaknya sengaja menyuguhkan kejutan di akhir cerita untuk mengecoh para pembaca. Kejutan di akhir cerita tentu bukan barang asing dalam khazanah cerita pendek. Kita mengenal antara lain O. Henry yang kerap membikin ledakan-ledakan yang tak disangka-sangka di ujung cerpen-cerpen gubahannya. Mendapatkan kejutan selepas membaca sebuah cerpen memang merupakan kesenangan tersendiri—beberapa orang menyukai kejutan dan menganggap itu sebagai sebuah keunggulan suatu cerita. Tapi, apakah kejutan di ujung cerita adalah sesuatu yang layak dirayakan dengan tumpeng dan tepuk tangan meriah? Saya kira tidak. Itu hanyalah satu dari sekian teknik menghias cerita. Kalau suatu cerita dinilai kualitasnya berdasarkan “apakah endingnya mengejutkan atau tidak” semata, tentulah kita tak perlu membaca cerita apa-apa selain cerita misteri dan detektif.
 
Mulanya saya hendak membahas kumpulan cerpen Mengapa Tuhan Menciptakan Kucing Hitam? dengan mengulik secara khusus bagaimana siasat Sasti menciptakan kejutan-kejutan dalam ceritanya. Beberapa cerpen dalam buku ini terlihat dirancang dengan penuh kesadaran oleh penulisnya untuk menimbulkan daya kejut, semisal cerpen ‘Menunggu Marduk Datang’, ‘Tawa Luisa’, dan ‘Sebuah Usaha Menulis Cerita’. Tapi setelah saya pertimbangkan lagi, agaknya kelewat naif menonjolkan sisi itu dalam membahas kumpulan cerpen. Sebab, ada hal lain yang jauh lebih menarik untuk dikulik, yaitu kesegaran-kesegaran yang terkandung dalam 18 cerpen sepanjang buku ini.
 
Kesegaran—alih-alih ‘kebaruan’—adalah hal yang begitu menggembirakan di tengah gurun pasir cerpen-cerpen Indonesia kontemporer. Kebanyakan cerpen-cerpen Indonesia kontemporer dibikin dengan datar, kering, dan tergesa-gesa seolah-olah para penulis itu hendak menyuguhkan kue rijekan kepada khalayak pembaca. Kita bisa melihat hal tersebut dari cara para penulis itu membikin simile yang melulu ‘bagai kerbau dicocok hidungnya’ atau ‘sekurus tiang listrik’; mempersonifikasikan senja dengan mentah dan bergenit-genit dalam merangkai kata (padahal itu sudah kelewat usang—Seno Gumira Ajidarma menulis cerpen ‘Sepotong Senja untuk Pacarku’ pada 1991 alias 30 tahun lalu!); atau mengulang-ulang narasi tragedi 1965 dan 1998 dengan cara yang pernah dilakukan oleh 96.154 penulis terdahulu.
 
Mengapa Tuhan Menciptakan Kucing Hitam? menghadirkan sesuatu yang berbeda. Saya mendapatkan kesan Sasti menulis dengan penuh kesadaran—sadar dalam memilih diksi, menciptakan metafora, dan merangkai bentuk cerita. Dalam buku ini kita bisa menemukan banyak perumpamaan-perumpaan segar semacam “Dadaku terasa tersiram baingan bhorta pedas” (hlm. 54), “Ia berharap menjadi setegar Emma Zunz yang membalas dendam dengan penuh perhitungan” (hlm. 74), dan “Aku seperti mendengar penyihir Gipsi berkata bahwa setiap benda mempunyai nyawa saat mereka menunjukkan magnet menarik paku, besi, dan panci-panci.” (hlm. 116)
 
Sasti sadar bahwa diksi dan metafora bukanlah tahilalat dalam tubuh cerita yang bentuk dan letaknya begitu-begitu saja sejak ia dilahirkan. Ada banyak kemungkinan diksi dan metafora yang bisa dipilih sebagaimana ada banyak ornamen yang bisa kita pilih untuk diletakkan di ruang tamu agar rumah kita tak membosankan dan enak dipandang.
 
Terkait tema cerita, Sasti mencoba berbagai hal. Ia menyinggung soal kehidupan waria, orang sakit jiwa, sejoli tua, hingga kehidupan sepasang kekasih yang kebahagiaannya direnggut karena kerusuhan yang terjadi pada Mei (1998?). Dalam cerpen ‘Mengapa Tuhan Menciptakan Kucing Hitam?’ Sasti memang menampilkan tema yang lumrah dibahas oleh banyak penulis, tapi ia menyuguhkannya dengan cara yang berbeda. Ia mengangkat kucing hitam (yang kerap dianggap sebagai pertanda buruk) dan legenda Timun Mas (pilihan tokoh Eren kepada cerita Timun Mas seolah-olah menegaskan bahwa Eren yang saat itu menjadi korban tragedi Mei bukanlah orang asing, ia sudah menjadi orang yang bersatu dengan tanah tempat ia berpijak, buktinya ia menggemari cerita Timun Mas alih-alih Legenda Kera Sakti) saat membahas tragedi Mei. Ia tidak terjebak untuk mengekspos penderitaan korban tragedi tersebut—sudah banyak yang menceritakannya dengan cara itu. Sepintas siasat Sasti mengingatkan saya pada cerpen ‘Gerimis yang Sederhana’ karya Eka Kurniawan (terhimpun dalam Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi) dalam menggambarkan kehidupan korban tragedi Mei 1998.
 
Sisi lain yang menarik dalam cerita-cerita Sasti adalah ia kerap membawa latar rumah sakit, tokoh dokter atau orang sakit, dan juga istilah-istilah medis yang terdengar asing di telinga awam. Tentu itu bukan hal mengejutkan mengingat status Sasti sebagai seorang dokter. Apa yang dilakukan Sasti seolah-olah menjawab pertanyaan Katrin Bandel dalam esai ‘Dukun dan Dokter dalam Sastra Indonesia: (Literature and Medicine: Sebuah Studi)’ yang mengeluhkan sedikitnya karya sastra Indonesia yang membahas pengobatan modern (Barat) secara detail. Memang Sasti bukan orang pertama yang melakukan ini. Cerpen ‘Kejadian-Kejadian di Meja Operasi’ karya Ida Fitri (dimuat di Koran Tempo edisi 21-22 September 2019)—untuk menyebut satu yang paling saya ingat—juga pernah berusaha melakukan hal yang sama.
 
Dengan sekian kesegaran tersebut, agaknya tak terlalu mengherankan ketika kumpulan cerpen terbaru Sasti ini mendapat banyak lampu sorot. Buku ini memang layak mendapatkan perhatian sebesar itu.
***

*) Erwin Setia lahir tahun 1998. Penikmat puisi dan prosa. Kini menempuh pendidikan di Prodi Sejarah dan Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di berbagai media seperti Koran Tempo, Media Indonesia, Pikiran Rakyat, Minggu Pagi, Solopos, Haluan, Koran Merapi, Padang Ekspres, dan Detik.com. Cerpennya terhimpun dalam Dosa di Hutan Terlarang (2018). Bisa dihubungi di Instagram @erwinsetia14. Blognya: setelahmembaca.wordpress.com http://sastra-indonesia.com/2021/01/kesegaran-kesegaran-dalam-mengapa-tuhan-menciptakan-kucing-hitam/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah