Kamis, 21 Januari 2021

Teks Fantasi Bertendens

Beni Setia *
Lampung Post, 7 Agus 2011
 
PADA awalnya Mardi Luhung (ML) itu seorang penyair, setidaknya dibuktikan dengan kumpulan puisi tunggal semacam Terbelah Sudah Jantungku (1996), Wanita yang Kencing di Semak (2002), Ciuman Bibirku yang Kelabu (2002), serta Buwun (2010) yang memenangkan Khatulistiwa Literary Award 2010. Tapi awal dari semua itu fantasi bagi anak yang sering sakit-sakitan dan amat dilindungi sehingga buat ikut latihan pramuka saat SD pun harus dikawal dan diawasi seorang pembantu. Karena itu sang ayah memuaskan insting ingin bertualangnya itu dengan bacaan, setumpuk buku komik dengan tokoh pendekar kelana, superhero, dan karakter kartun yang bertulang untuk menegakkan keadilan atau sekedar bertualang di alam antah berantah.
 
Puncak mengempati yang terbayangkan serta bukan sekadar partisipasif dengan fakta yang riil terjadi ketika ia sedang menyusun skripsi S-1-nya di Unej, Universitas Jember, yang membutuhkan validisasi oral lewat wawancara dengan Budi Darma, dan yang harus ditemuinya setelah satu ceramah di Fakultas Sastra. ML terlambat datang tapi tidak memaksa masuk, ML cukup menyimak semua ceramah itu dari balik pintu sambil membayangkan apa yang ingin dipastikan dengan yang membayang dari satu ceramah yang cuma didengar dan tak partisipasif disaksikan. ML menyebut fakta itu sebagai keindahan mengintip, dan saya menyebut itu sebagai spontanitas mengempati liukan fantasi yang dibangkitkan ceramah. Pengetahuan pasif alam bawah sadar yang dibangkitkan dan diempati—mimpi sadar dalam idea psiko—analisis Freud.
 
Cerpen yang ditulisnya di dekade 2000-an—ini dipisahkan dengan cerpen di dekade 1990-an, yang di dalam kumpulan cerpen Aku Jatuh Cinta Lagi pada Istriku, (Komodo Books, 2011), merujuk enam cerpen dari subkumpulan Tembok, dan bukan enam cerpen dari subkumpulan Sepeda—ada dalam komposisi semacam itu. Memuat pengalaman rekaan yang bulat sebagai hasil dari berfantasi yang suntuk, serta bahasa ungkap yang amat membius dan menempatkan apresiatornya sebagai pendengar pasif dari kelincahan bertutur story teller atau salesman. Baik puisi, dan kemudian cerpen, pada awalnya energi fantasi, yang dibangkitkan dan dibiarkan liar memsibubung dan membuatnya aktif menginventarisasi apa pun yang muncul dan hadir. Tak heran kalau ML bilang, puisi itu liukan transkripsi fantasi pendek, cerpen liukan transkripsi yang panjang—seperti fantasi yang bersipanjang membuat Olenka menjadi novel dan bukan hanya cerpen dalam diri Budi Darma, tokoh yang dikagumi ML.
 
Fantasi yang membuka diri semaunya fantasi itu sendiri yang menghubungkan ML dengan Budi Darma, meskipun dalam endorsement untuk buku kumpulan cerpen Ml seorang Budi Darma menolak untuk menandai fantasi liar, dan melulu bicara dengan sinisme seorang akademisi yang melihat kecerdasan fantasi (seorang) penyair sebagai insting yang tidak sepenuhnya disadari. Suasana yang membuat penyair tranced, dan karena itu tak sepenuhnya menyadari semua itu—tidak faktual seperti yang dihadirkan Budi Darma dalam catatan kaki Olenka—, dan untung ketaksadaran impulsif itu kuasa ada mendatangkan hal-hal yang menyenangkan. Tidak jungkir balik tapi meliuk-liuk penuh kibul yang menyentakkan dengan ketakterdugaan. Sesuatu yang tampak amat naif dan lugu seperti dalam enam cerpen dari subkumpulan Tembok.
 
Seperti diujudkan di dalam teror tembok yang jadi simbol peluasan pabrik dalam Tembok Pabrik. Seorang yang kehilangan kepala karena tak ingin direkayasa oleh orang tuanya dalam cerpen Kepalaku. Atau perasaan terhina suami yang terluka oleh apresiasi sadar akan besaran nafkah si suami dari istri dalam cerpen Pengingkaran; dan bagaimana ihwal itu jadi kemesraan hari tua kala masalah ekonomi kuasa diatasi dalam cerpen Aku Jatuh Cinta Lagi pada Istriku. Kemarahan kepada sikap menurut dan loyal dari orang yang lebih pintar menjilat, seperti anjing, yang membuat si tokoh pitam dan menjadi anjing dalam cerpen Menggonggong. Dan daya adaptasi tanaman yang membuat pohon jambu jadi bersesipat robotik berdaun plastik dan berakar baja—yang menjalar dengan kemarahan pada awal dari segala situasi polusif itu: pabrik.
 
Cerpen-cerpen dalam subkumpulan Sepeda, lebih mencekam sebab fantasi yang diterawang dan diempatinya lebih bulat dan direkonstruksi dengan bahasa yang lebih tajam dan jernih. Kita lihat cerpen Sore itu Sepedaku Menabrak Dinding, yang usil bertutur tentang pengalaman seseorang yang naik sepeda menabrak dinding (pembatas yang riil dan yang tak riil) dan mencebur ke dalam laut dengan segala imaji lautnya. Tak ada cerita riil selain pengalaman rekaan bersepeda dalam laut dengan rujukan riil dunia kanak-kanak yang riang. Atau kisah tentang lelaki yang tersubordinasi wanita, istrinya, hingga mengerjakan tugas-tugas domestika perempuan di rumah—mencuci—yang diungkapkan secara puitik di dalam cerpen Tukang Cuci. Atau tafsir fantastik subjektif sekitar kisah kejatuhan Adam dan Hawa karena godaan ular (Iblis) dan lugu melanggar larangan Allah swt. dalam cerpen Penghikayat Ular. Atau empati yang berlebih pada pengalaman bermain catur, hingga dihantui oleh raja (catur) yang mati karena agresif menyerang dan tak mengamankannya pada cerpen Kepompong.
 
Atau imajinasi liar kanak-kanak mana kala ditinggalkan ayah dan ibunya dalam cerpen Perahuku. Atau instink feministik yang terperangkap di dalam tubuh lelaki sehingga keinginan jadi ibu ditentang oleh fakta fisik lelaki. Manakala sosok ibu merupakan gerbang dan jalan lurus tunggal ke surga, maka kodrat lelaki yang bersifat kewanitaan merupakan pengkhianatan dan pendurhakaan pada sosok ibu. Insting “tak bisa menjelmakan surga anak” kalau berkeluarga dengan sesama lelaki membuatnya berfantasi ibu marah dan bangkit dari kubur. Tapi adilkah itu, kata ML—dengan tokoh bernama Mardi dalam cerpen Ibu Jangan Jadi Hantu. Fantasi yang lebih punya tema dan sangat bertenden—imajinasi dikendalikan tema, dibatasi pada alur terfokus, serta dengan rekonstruksi bahasa lebih terjaga. Meskipun, salah satu dari aspek khas—entah ini kelemahan atau kekuatan—dari tuturan ML itu daya lisan yang pekat.
 
Oralitas. Pengadeganan fantasi yang dikendalikan semacam (acuan) dramaturgi pantomin, monoplay yang cerdas mengeksplorasi daya bercerita lisan.
***

*) Beni Setia, lahir di Bandung 1 Januari 1954. Tahun 1974 lulus SPMA di Bandung dan sejak itu belajar sastra secara otodidak. Ia menulis dalam bahasa Sunda dan terutama dalam bahasa Indonesia, tersebar di berbagai media cetak terbitan Jakarta, Bandung, Surabaya, Jogjakarta. Buku antologi puisinya: Legiun Asing (1983), Dinamika Gerak (1987), Harendong (1993). Kini ia tinggal bersama keluarganya di Madiun, dan tulisan-tulisannya, terutama cerpen dan kolomnya, terus mengalir. Beberapa esainya dimasukkan ke dalam Inul (Bentang, 2003). Beni memilih menulis sebagai profesi tunggalnya. http://sastra-indonesia.com/2011/08/teks-fantasi-bertendens/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah