Rabu, 14 Juli 2021

Kampus dan Tradisi Sastra di Bandung

Beni R. Budiman *
penganyamkata.net
 
Pertumbuhan sastra Indonesia, terutama setelah era 50-an, hampir tak bisa dilepaskan dari dunia kampus. Sungguhpun kampus tak memberi andil secara langsung dalam perkembangan sastra tersebut, tapi paling tidak ada beberapa hal yang membuat mengapa kesusastraan dan sastrawan lebih banyak hidup dalam kampus, antara lain: pertama, kampus yang sering disebut sebagai center of exelence telah memungkinkan munculnya penghargaan atas intelektualisme. Lebih jauh lagi dengan itu, kampus memungkinkan munculnya tradisi kritis yang erat hubungannya dengan tradisi literat. Atau meminjam istilah A Teeuw sebagai keberaksaraan.
 
Kedua, masih berhubungan dengan pernyataan di atas, kampus sering diposisikan sebagai tempat tumbuhnya berbagai ilmu pengetahuan. Karena kondisi tersebut, tak heran pula jika kesusastraan sebagai bagian dari kerja intelektual, secara otomatis diposisikan sebagai salah satu keilmuan. Dan itu dibuktikan dengan hadirnya fakultas-fakultas sastra. Ketiga, masyarakat kampus sering dipandang pula sebagai kelompok yang selalu memberi inspirasi perubahan, agent of change. Gagasan akan perubahan menjadi hal yang mendapat perhatian penting. Pada wilayah ini sastra sering dianggap banyak memberi inspirasi akan perubahan-perubahan. Karena itu pula sastra kemungkinan besar bisa lebih hidup di dunia kampus.
 
Dan keempat, kampus sering dijadikan tempat bagi persemaian gagasan atau ideologi gerakan. Banyak aktivisme yang menyuarakan ideologi tertentu tumbuh dan dimulai dari kampus. Atas dasar itu semua, sastra sering dipandang sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran ideologi tertentu. Di Indonesia kenyataan tersebut telah menjadi persoalan klasik, seperti bisa dilihat dalam perseteruan Lekra dan Manikebu.
 
Tulisan ini hanya akan memberi gambaran serba singkat sejauh mana dan bagaimana perkembangan sastra tumbuh dalam kampus, terutama di Bandung. Penulis tak bermaksud membuat pendikotomian antara sastra kampus dan di luar kampus. Tulisan inipun tidak dimaksudkan bahwa para sastrawan kampus saja yang memberi arti bagi perkembangan sastra di Indonesia. Penulis tak hendak menapikan peran para sastrawan yang berada dan hidup di luar kampus. Selain itu, tulisan inipun tak hendak memberi justifikasi bahwa para sastrawan yang berada di luar kampus jauh dari intelektualisme, tradisi kritus, atau anti literat.
 
Memang tidak semua sastrawan Indonesia lahir di kampus, atau menempatkan kampus sebagai tempat persemaian kesusastraannya. Taruh, misanya Chairil Anwar, Pramudya Ananta Toer, Ajip Rosidi, dan lain-lain. Tapi sejarah juga mencatat ada cukup banyak pula sastrawan pendahulu kita, atau sastrawan perintis, lahir dalam tradisi kampus, terutama pada masa setelah Chairil Anwar dan Idrus atau para sastrawan yang masuk dalam generasi 60-an. Hampir semua sastrawan dari generasi ini lahir dari kampus.
 
Kita bisa mencatat nama-nama, seperti Rendra, Umar Kayam, Supardi Djoko Darmono, Subagio Sastrowardoyo, Toety Heraty, Goenawan Muhamad, dan banyak lagi. Lebih muda lagi dari generasi tersebut Taufik Ismail, Kuntowijoyo, Sutardji Calzoum Bachri, Linus Suryadi, Darmanto Jatman, Bakdi Sumanto, Slamet Sukirnanto, dan lain-lain. UI dan UGM menjadi tempat bagi tumbuhnya sastrawan generasi ini. Hanya beberapa sastrawan saja lahir di luar kedua kampus ini.
 
Begitu pula dengan kesusastraan Indonesia yang hidup di Bandung/Jawa Barat. Memang tidak semua sastrawan Bandung, terutama sastrawan perintis atau pendahulu, terlahir di kampus. Nama-nama seperti Ajip Rosidi, Utuy Tatang Sontani, Achdiat Kartamihardja, Trisnoyuwono, dan Toto Sudarto Bachtiar tidak tumbuh dalam tradisi kampus. Tapi rekan-rekan lainnya seperti Yus Rusyana, Jacob Sumardjo, Saini KM, Wing Kardjo, Suyatna Anirun, Sanento Yuliman, dan lain-lain tumbuh dan besar dalam kampus. Nama-nama tersebut bisa dibilang sebagai Founding Father dalam sastra Indonesia di Jawa Barat. Merekalah yang menyimpan tradisi sastra di hampir seluruh kampus di Bandung, seperti Unpad, IKIP, ITB, dan STISI/ASTI. Dari nama-nama inilah kemudian lahir para sastrawan yang lebih muda.
 
Pada mulanya hanya dua kampus saja yang kuat dalam penyebaran sastra di Jawa Barat, yaitu Unpad dan IKIP Bandung. Pada era awal 70-an ITB mulai terlibat tatkala lahar penyair Sanento Yuliman, Suyatna Anirun, dan Jeihan. Namun kemudian ITB mampu melahirkan generasi sastra yang kuat. Tercatat, misalnya Mamannoor, Juniarso Ridwan, Krisna Murti, Agus Sachari, Rul Sandre (empat nama ini merupakan tokoh dari Puisi Bebas), Acep Zamzam Noor, Nirwan Dewanto, Fazrul Rachman, Sujiwo Tedjo, Sigit Haryoto, Gaus Surachman, Hermawan Aksan hingga Anton Kurnia. Anton merupakan generasi 90-an atau generasi terakhir yang datang dari kampus ITB yang sekarang tak lagi nampak regenerasinya. ITB dan GAS (Gabungan Apresiasi Sastra)-nya yang dulu sangat populer kini tak lagi terdengar gaungnya.
 
Unpad dan IKIP merupakan kampus yang regereasi sastranya hampir tak pernah putus. Kedua kampus ini diuntungkan oleh adanya Fakultas Sastra atau Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni. Karenanya sastra menjadi bagian dari proses belajar yang formal dan selalu dikaji secara ilmiah. Ini tentu saja sangat menguntungkan bagi penerusan dan perkembangan tradisi sastra, sungguhpun menjadi tidak segala-galanya. Memang banyak sastrawan besar lahir dari proses belajar yang formal dari jurusan sastra. Tapi tidak sedikit pula sastrawan sebesar lahit bukan dari tradisi sastra yang formal dan ilmiah tersebut. Perlu digarisbawahi bahwa keilmuan formal dalam sastra tak memberi jaminan bagi kesastrawanan dan kreativitas sastra.
 
Dari IKIP Bandung kita bisa mencatat nama-nama seperti Yus Rusyana, Saini KM, Jacob Sumardjo, Karna Yudibrata. Nama-nama ini merupakan sastrawan yang memberi tonggak bagi tradisi sastra di kampus IKIP Bandung. Setelah nama diatas banyak lahir nama-nama lain seperti Usep Romli, Godi Suwarna, Eddy D. Iskandar, Taufik Faturahman, Tetet Cahyati, Ajang Budiman, Sigit Sulistyo, cecep Burdanyah, Hadi AKS., Agus S. Sarjono, Cecep Syamsul Hari, Ahid Hidayat, Rahmad Budi Santosa, Erwan Juhara, Eryandi Budiman, Nenden Lilis A., Deden A. Aziz, Tateng Gunadi, Wan Anwar, Doddy Ahmad Fauwdzy, Rina Daryani, Herwan FR, dan banyak lagi. Dan yang menarik nama-nama ini masih terus berlanjut hingga generasi paling kini yang aktif di ASAS (Arena Studi Apresiasi Sastra), seperti Nyi Ida Nurlaela, Iis Wiati, Moch. Syarif Hidayat, Lukman Asya, Arif Senjaya, Ujianto Sadewa, dan lain-lain.
 
Sementara itu, kita bisa mencatat nama-nama yang memberi inspirasi bagi perkembangan sastra di kampus Unpad. Nama-nama seperti Sutardji Calzoum Bachri, Wing Kardjo, Wilson Nadeak, Ade Kosmaya, Aam Amilia, Etty RS., sekalipun tak langsung merupakan sastrawan yang banyak memberi inspirasi bagi pertumbuhan sastra di kampus Unpad. Dari kampus ini pula lahir nama-nama, seperti Yessi Anwar, Diro Aritonang, Miranda Risang Ayu, Lea Pamungkas, Hikmat Gumelar, Acep Iwan Saidi, Deni A. Fajar, Dian Hendrayana, Tedy A. Muhtadin, Kartawi, Haryawan, Mudita K. Lani, Eryanti Nurmala Dewi, Moch. Syafari Firdaus, Mona Silviana, Taty Haryati, dan banyak lagi. Untuk lebih jelasnya kita bisa mencatat dari antalogi Ombak Pajajaran (1993). Kampus ini pun tak berhenti dalam regenerasi sastranya yang dilakukan melalui GSSTF, Rawayan, dan kelompok diskusi lainnya. Generasi terkini antara lain Nizar Machyuzar, dan Pandu Abdurahman Hamzah.
 
Selain itu STSI/ASTI merupakan kampus berikutnya yang cukup banyak memberi kontribusi bagi perkembangan sastra. Keberadaan Saini KM, Jakob Sumardjo, dan Suyatna Anirun sebagai pengajar sekaligus pendiri di kampus ini telah memberi motivasi yang sangat besar bagi pertumbuhan sastra. Karenanya dari kampus ini beberapa nama sastrawan potensial, terutama penyair, lahir, antara lain: Beni Yohanes, Joko Kurnaen, Rachman Sabur, Diro Aritonang, Acep Zamzam Noor, Soni Farid Maulana, Ipit S. Dimyati, Uki F. Marzuki, Aendra H. Medita, dan lain-lain. Berdasarkan informasi terkini, dari kampus inipun tercatat nama-nama baru, seperti Diva Galuh Purba, Doni Muhamad Nur, dan lain-lain yang diharapkan bisa memberi kontribusi yang baik bagi perkembangan sastra di kampusnya.
 
Awalnya perkembangan sastra di Bandung/Jawa Barat hanya tumbuh di kampus-kampus yang memiliki jurusan sastra dan bahasa lebih jauh lagi jurusan seni, seperti Unpad dan IKIP, selanjutnya ITB dan STSI/ASTI. Namun yang menarik sekarang ini, pertumbuhannya semakin menyebar hingga ke kampus-kampus yang tidak memiliki jurusan seni/sastra dan yang tidak memiliki tradisi sastra secara ajeg.
 
Biasanya kampus-kampus ini tumbuh dari imbas pertumbuhan sastra di luar dari kampusnya. Hal ini, misalnya terjadi pada kampus IAIN, Unisba, STIKOM, Uninus, dan STISI. Kampus-kampus ini mendapat pengaruh atau motivasi dari para sastrawan yang kebetulan memberikan ceramah-ceramah atau pertemuan informal dalam dunia kepenulisan.
 
Hal ini bisa dicatat dari kampus IAIN, Unisba, dan STIKOM. Ketiga kampus ini tumbuh gairah sastranya setelah setelah banyak sastrawan di luar kampusnya hadir berdiskusi tentang proses kreatif atau dari pementasan sastra yang bersifat apresiasi. Apresiasi yang terus dilangsungkan secara intens inilah yang memungkinkan tumbuhnya gairah akan kesusastraan di kampus-kampus ini.
 
Dari pertemuan kesusastraan inilah kemudian pada akhir tahun 80-an di IAIN Sunan Gunungjati muncul nama Matdon. Ia merupakan penggerak sastra pertama di kampus tersebut, dan memberi pula gairah bersastra kepada generasi selanjutnya. Selain itu, media kampus pun ikut memberi andil bagi lahirnya para penulis tersebut. Berikutnya muncul nama-nama seperti Nandang Darana, Bambang Q. Annes, Dedi Ahimsa, dan lain-lain. Kampus ini banyak mengundang para sastrawan, seperti Saini KM, Kuntowijoyo, Jakob Sumardjo, Acep Zamzam Noor, Juniarso Ridawan, filsuf Bambang Sugiharto, Soni Farid Maulana, Nenden Lilis A., Ahmad Syubbanuddin Alwy, dan lain-lain.
 
Hal yang sama terjadi pada kampus Unisba. Sebelum lahir nama-nama seperti Yus R. Ismail, Katherina, kampus ini tak melahirkan pengarang. Setelah kedua penyair ini baru kemudian muncul nama lain seperti Daniel Mahendra, terutama mereka yang menulis di media kampusnya. Kampus ini cukup aktif pula mengundang para sastrawan dari luar, seperti Rendra, Abdul Hadi, Putu Wijaya, dan para sastrawan dari Bandung.
 
Begitu juga yang terjadi dengan kampus STIKOM Bandung. Kampus ini sebenarnya hanya memfokuskan pada dunia komunikasi, dengan jurusan Jurnalistik dan Public Relations. Kehadiran para pengajar yang cenderung merupakan pengarang telah mengubah kampus ini menjadi begitu dekat dengan sastra. Sungguhpun kampus ini terbilang muda, bahkan bisa disebut kampus kecil, dibanding kampus-kampus seperti Unpas, Unisba, Uninus, IAIN, dan yang lainnya, tapi kampus ini dianggap yang kini paling aktif dan banyak menghasilkan pengarang dan penulis kebudayaan yang cukup potensial. Bisa dicatat antara lain: MD. Yasir, Iman Abda, Budi Rachmat, Agus Hadiyana, Jhon Hendra, Farra Ebtiwiningsih, Evi Larasati, Wagiyo, Dwi Setiadi, Dadang Suherman, dan banyak lagi. Tercatat ada 71 penulis dari kampus ini yang kini kebanyakan menjadi wartawan.
 
Namun kembali pada persoalan pentradisian sastra di kampus, ternyata tak semua nama-nama tersebut hadir dalam pentas sastra yang lebih luas. Banyak diantara mereka akhirnya cukup hidup dalam ruang kampusnya yang kecil dan sempit. Dari sekian nama tersebut hanya beberapa nama saja yang bisa muncul ke permukaan sastra yang lebih luas. Bahkan banyak di antara mereka yang hilang dan meninggalkan dunia sastra. Tentu saja banyak alasan yang membuat kenapa mereka meninggalkan sastra, dan pada tulisan ini saya tak perlu menjelaskannya.
 
Akhirnya, lewat tulisan ini, kita berharap kehadiran para pengarang tersebut, bisa lebih membuka diri dan mensosialisasian karya secara lebih luas lagi. lebih jauh lagi akan tumbuh para sastrawan baru dari kampus-kampus lain yang belum terdengar sedikitpun gaungnya. Dari nama-nama di atas, kita bisa tahu bahwa kampus ternyata bisa banyak memberi kemungkinan bagi perkembangan sastra. Tentu saja kita tak hanya butuh banyak sastrawan dari kampus. Tapi kita butuh dari kampus muncul sastrawan-sastrawan yang lebih berkualitas.
***

*) Beni R. Budiman, penyair, alumnus sastra Perancis IKIP Bandung. http://sastra-indonesia.com/2014/06/kampus-dan-tradisi-sastra-di-bandung/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah