Sabtu, 14 Agustus 2021

Dam, Dam, Dam

Yopi Setia Umbara *
newspaper.pikiran-rakyat.com
 
AWALNYA saya tidak terlalu tertarik dengan esai Damhuri Muhammad (selanjutnya disebut Dam) yang berjudul “Kesadaran Puitis & Politik” yang diterbitkan di suplemen Khazanah di Pikiran Rakyat (Minggu, 5 April 2009). Karena, untuk sebuah esai judul macam itu biasa banget, kurang provokatif. Atau, mungkin Dam sengaja memilih judul itu, supaya tulisannya terkesan up to date. Maklum, pada waktu itu menjelang pemilu.
 
Setelah saya baca perlahan-lahan, ternyata isinya cukup berani juga, kalau tidak ingin disebut sembrono. Barangkali, seberani para calon legislatif yang berebut simpati rakyat untuk kursi yang terbatas. Dam begitu enteng, seolah tanpa tekanan, dan tanpa pertimbangan mengesampingkan beragam estetika puisi lain. Sementara, ia begitu khusyu mempromosikan estetika puisi karya Binhad Nurrohmat dalam antologi Demonstran Sexy (2008) sebagai karya yang membumi.
 
Dam memang gelisah juga kritis dengan perkara politik, seperti pertanyaan di awal esainya berikut ini, “Bagaimanakah semestinya sastrawan menyikapi keriuhan retorika politik yang belakangan ini tampak mentereng?” Sebuah kalimat tanya yang mengesankan kebijaksanaan dan keberpihakan Dam pada rakyat. Seakan-akan dalam pandangannya, sastrawan tidak mampu menyelamatkan negeri yang terombang-ambing situasi politik ini.
 
Namun, kemudian Dam terpancing untuk memaksakan opininya yang tidak sepakat dengan estetika puisi yang menurutnya, “apalah gunanya sebait sajak yang hanya mampu menggambarkan setetes embun yang jatuh di helai daun, atau hujan bulan November yang mengingatkan ia pada serpihan-serpihan yang hilang. Mengawang-awang, tak membumi, sesekali bahkan utopia?” Pernyataan semacam itu semestinya tidak perlu diungkapkan oleh seorang Dam yang rajin menulis esai, juga seorang cerpenis itu. Bukankah Dam seorang sastrawan juga?
 
Mengenai empat sajak Binhad yang dipromosikan Dam sebagai karya yang membumi, bukanlah persoalan rumit. Sebab pilihan estetika merupakan komitmen dan konsekuensi setiap orang untuk memilih jalan puisi yang hendak ditempuhnya. Akan tetapi, ketika Dam mempromosikan sebuah estetika, lantas menggugat estetika yang lain tanpa ampun, apalah bedanya ia dengan politisi yang digugatnya.
 
Barangkali Dam lupa, bahwa sajak bukanlah kendaraan untuk menyampaikan suatu gagasan tertentu secara gamblang. Atau, Dam yang kecewa dengan fenomena politik yang bebal ini lantas mengambinghitamkan sajak-sajak yang menurutnya tidak membumi itu. Lalu, Dam menghukum para penyair, pencipta karya-karya yang sukar, dengan dalih kepentingan rakyat yang sukar memahaminya.
 
Sementara, Dam sendiri cukup ragu-ragu, ketika menentukan sajak Binhad berjudul “Sumpah Penyair”. Menurutnya, “alih-alih dapat dipersepsi sebagai puisi, malah terdengar begitu memukau sebagai slogan”. Lantas ia menyebutkan bahwa Binhad mendekonstruksi “syarat rukun” pencapaian estetika puisi. Ah, naif sekali Bung Dam ini. Seolah-olah konsep semacam sajak Binhad belum pernah ada sebelumnya. Tapi, saya percaya, sebagai perajin esai Dam tentu membaca karya Widji Thukul atau Rendra.
 
Pernyataan-pernyataan yang disodorkan Dam, tentu saja penting untuk diperhatikan, apalagi diluruskan. Sebab cara Dam memandang sajak dan mendudukkannya, seolah-olah menganggap karya-karya yang lain sebagai bersalah. Bahwa sajak-sajak yang heroik lebih baik, ketimbang sajak-sajak yang ditulis di bilik yang gelisah dengan penghayatan riwayat hidupnya.
 
Sedemikian tertekankah Dam? Terseret untuk menyampaikan opini yang sarkastik, di tengah-tengah situasi sosial-politik yang tidak membahagiakan ini. Sehingga dengan entengnya, ia menafikan segala kemungkinan bahasa-yang sarat simbol dan makna-sebagai medium utama karya sastra. Jika dunia sastra diharapkan mampu memberikan kesadaran politik kepada rakyat, jangan dengan menyederhanakan persoalan, dong.
 
Mental pragmatis seperti inilah justru yang dapat menyakiti dunia sastra sendiri. Selalu menganggap bahwa rakyat kecil adalah pembaca awam dunia sastra. Tapi mempersempit kesempatannya memasuki dunia sastra dari berbagai jalan. Setiap karya sastra dengan estetika seperti apa pun, merupakan jalan masuk bagi setiap orang untuk membaca karya sastra, kemudian berupaya memahaminya. Memahami dalam hal ini, bukan menafsirkan, tetapi bagaimana karya sastra yang dibaca memberikan kesan tertentu bagi pembacanya (setiap pembaca pasti paham tentang hal ini).
 
Memang, di akhir tulisannya, Dam menyerahkan pilihan kepada pembaca untuk memilih karya macam apa pun untuk dibaca. Akan tetapi, Dam tetap menegasikan jenis estetika puisi. Dam keukeuh menyatakan, mana estetika yang “berguna” dan “tidak berguna” bagi rakyat.
 
Maka, jika Dam ingin berbicara perkara “guna” atau “fungsi”, mau tidak mau ia harus bicara konsep paling sederhana dari puisi atau untuk apa puisi diciptakan. Meski, dalam konteks ini Dam berbicara perkara tentang kesadaran puitis dan politik. Dari zaman baheula sekali pun, pusi merupakan ekspresi seseorang dengan media bahasa, yang berguna sebagai penyucian diri.
 
Oleh karena itu, setiap estetika puisi yang dikreasi setiap penyair dengan kerja kerasnya, tentu saja akan berguna jika kita membacanya dengan mata dan hati yang terbuka. Sebab, segala peristiwa dan fenomena sosial politik yang tampak dan terasa dampaknya, secara reflektif akan memengaruhi setiap orang untuk tumbuh dengan kesadarannya masing-masing. Begitu juga kesadaran pada sesuatu yang puitis, atau bahkan perkara politik sekali pun. Dengan demikian, puisi tidak akan dilantunkan dalam kesia-siaan, meminjam kata-kata Pablo Neruda, penyair Chili paling dihormati di Amerika Latin, pada pidatonya saat menerima Nobel tahun 1971.

*) Penyair, bergiat di ASAS UPI Bandung. http://sastra-indonesia.com/2010/01/dam-dam-dam/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah