Kamis, 19 Agustus 2021

Usaha Membunuh Sepi, Felix K. Nesi

Yohanes Sehandi *
Pos Kupang, 8 Juni 2017
 
Buku kumpulan cerita pendek (cerpen) yang diulas ini berjudul Usaha Membunuh Sepi (2016), karya sastrawan muda NTT, Felix K. Nesi.  Diterbitkan oleh Penerbit Pelangi Sastra, Malang. Buku tipis 67 halaman dengan format kecil 13 x 20 cm ini berisi sembilan buah cerpen dan tiga gambar ilustrasi. Adapun judul masing-masing cerpen adalah: Ponakan, Sang Penulis, Sebelum Minggat, Usaha Membunuh Sepi, Pembual, Kenangan, Belis, Indra, dan Tokoh Utama.
 
Tentang penulis Felix K. Nesi sendiri tidak banyak diberi keterangan. Hanya tertulis di kover belakang buku, lahir di Nesam, NTT, tamat dari SMA Seminari Lalian, Atambua, tahun 2008. Karyanya pernah dipublikasikan dalam sejumlah surat kabar nasional dan dalam sejumlah buku antologi bersama penulis lain. Terpilih mengikuti Makasar International Writers Festival dan sebagai Emerging Writers. Menyukai puisi dan ketabahan orangtuanya.
 
Saya menerima buku ini pertengahan tahun 2016 lalu. Waktu menerima saya hanya perhatikan sepintas lalu saja. Di samping bukunya terlalu tipis, juga warna kovernya kurang menantang lensa mata. Akhirnya saya letakkan begitu saja di antara buku-buku lain yang menunggu giliran untuk dibaca. Setelah buku-buku lain habis terbaca, barulah buku ini mendapat giliran untuk dibaca.
 
Sewaktu membaca cerpen pertama dan kedua saya kaget. Ternyata cerpen yang ada di dalamnya bukanlah cerpen biasa, bukan cerpen murahan. Bobot isi cerpen ternyata tidak berbanding lurus dengan penampilan buku yang tipis dan kurang menarik. Cerpen-cerpen yang ada di dalamnya harus dibaca dengan konsentrasi yang cukup untuk bisa merekonstruksi jalan pikiran dan perilaku para tokoh cerpen. Dengan penuh penasaran, saya membaca tuntas sembilan cerpen dalam buku ini ditemani kopi flores yang sedikit pahit.
 
Kesan saya sewaktu membaca beberapa cerpen Felix Nesi ini hampir sama pada waktu tahun 1980-an, waktu mahasiswa, saya membaca cerpen-cerpen sastrawan Budi Darma terutama yang terhimpun dalam buku kumpulan cerpen Orang-Orang Bloomington (1980), cerpen-cerpen Iwan Simatupang yang terhimpun dalam buku Tegak Lurus dengan Langit (1983), dan cerpen-cerpen sastrawan Putu Wijaya. Tokoh-tokoh cerpen karya tiga sastrawan besar Indonesia ini memiliki pilihan yang bebas, dalam berpikir dan berperilaku. Cara berpikir dan berperilaku para tokohnya bebas, tidak terikat, kadang misterius, bergerak liar, mengejutkan, bahkan menakutkan untuk mencapai tujuan pribadi tokoh.
 
Pilihan bebas para tokoh dalam cerpen-cerpen itu dilatarbelakangi pemikiran bahwa pada dasarnya manusia itu adalah bebas, pilihan apapun yang dilakukannya mengandung berbagai risiko dan konsekuensi. Segala risiko dan konsekuensi itu tidak dapat ditimpakan kepada orang lain karena ia telah menjalankan kebebasannya dalam memilih. Cara berpikir dan berperilaku para tokoh pun misterius, bergerak liar, mengejutkan, bahkan menakutkan.
 
Tokoh-tokoh sebagian cerpen Felix Nesi dalam buku Usaha Membunuh Sepi ini menjalankan kebebasannya dalam memilih yang berakibat pada risiko dan konsekuensi aneh, misterius, mengejutkan, bahkan menakutkan. Cerpen pertama berjudul “Ponakan” dan cerpen kedua “Sang Penulis” memiliki hubungan alur cerita dan karakteristik tokoh utamanya. Begitu kuatnya pilihan bebas sang tokoh utama untuk mencapai tujuan pribadi, mengakibatkan risiko dan konsekuensi tragis bagi tokoh lain tatkala menjadi penghambat pilihan tokoh utama.
 
Cerpen “Ponakan” bercerita tentang Didi si tokoh utama yang datang khusus dari kota untuk berlibur di Pulau Timor guna merealisasikan cita-cita luhurnya menjadi seorang penulis hebat. Sayangnya, selama berlibur di pulau sabana dia tidak menghasilkan karya tulis apapun karena perilaku sang ponakan yang superaktif dan menjengkelkan, menjadi penghambat konsentrasi. Proses kreatif menulis yang ia ibarat seperti membuat gelembung sabun, tak pernah berhasil karena gangguan ponakan yang menjengkelkan. Suatu pagi Didi mengajak si ponakan ke padang gembalaan sapi untuk bermain sepuas-puasnya. Sewaktu pulang pada sore hari, tanpa pertimbangan yang jelas, leher ponakannya digantungnya dengan tali jerami buatan ponakan itu sendiri pada sebuah pohon. Sepertinya hanya main gantung-gantungan saja, namun akibatnya fatal dan menakutkan.
 
“Saya gantung ujung tali yang satunya pada dahan pohon lalu saya tarik kuat-kuat. Ponakan saya tersenyum senang, meski ia mulai susah bernapas. Saya tarik sekali lagi. Kakinya mulai terangkat dan tidak menginjak apa-apa. Ia tak tersenyum dan matanya mulai melotot. Saya tarik lebih kuat lagi dan saya ikatkan pada batang pohon. Ia tergantung. Matanya lebih melotot lagi dan lidahnya mulai terjulur keluar. Mulutnya mengeluarkan suara-suara aneh. Sore itu saya pulang sendiri. Takkan ada orang yang akan merusak gelembung sabun saya lagi” (halaman 6).
 
Cerita tentang calon penulis hebat pada cerpen pertama berlanjut pada cerpen kedua berjudul “Sang Penulis.” Diceritakan tentang seorang penulis hebat, namanya Agus. Ia tidak hanya terkenal di Indonesia tetapi juga di mancanegara. Lewat percakapan sambil jalan-jalan dari sebuah hotel antara sang penulis hebat Agus dan seorang wanita bernama Merry, kita akhirnya bisa menguak perilaku penulis hebat yang ternyata sungguh keji dan biadab. Ia pembunuh sadis berdarah dingin, guna mencapai pilihannya.
 
Sang penulis hebat ternyata telah membunuh sadis istrinya yang merupakan wanita karier. “Jika saja kepada perempuan ini (kepada Merry, YS), Agus bisa menceritakan dengan gamblang bagaimana ia menghantam gigi istrinya dengan palu lalu memotong jemarinya dengan gergaji. Bagaimana Agus menusukkan linggis ke dalam kemaluan perempuan itu dan mengoyak isi rahimnya, tapi lalu menangis saat menguburkan manusia yang belum sepenuhnya mati di taman belakang rumahnya” (halaman 13).
 
Tema pembunuhan misterius yang melibatkan sejumlah tokoh misterius pula diangkat dalam cerpen kelima berjudul “Pembual” dan cerpen kesembilan “Tokoh Utama.” Membaca kedua cerpen ini rasanya tidak seperti membaca cerpen horor atau detektif. Karena terjadi tegangan antara realitas faktual dengan realitas fiksi (imajinasi) dalam pikiran para tokoh utama cerpen. Pada akhir cerpen, kita sebagai pembaca tetap bertanya-tanya tentang akhir persoalannya. Kita dibuat penasaran oleh cara berpikir dan perilaku tokoh utama cerpen.
 
Tentu tidak semua cerpen dalam buku ini memiliki karakter seperti tokoh-tokoh pada cerpen-cerpen Budi Darma, Iwan Simatupang, dan Putu Wijaya yang cara berpikir dan berperilakunya misterius dan mengejutkan. Ada beberapa cerpen yang bergaya konvensional. Kalau boleh saya sarankan agar Felix Nesi tinggalkan gaya konvensional.
 
Ada satu cerpen, yakni cerpen keenam berjudul “Kenangan,” perlu mendapat  perhatian. Cerpen ini mengangkat tema besar, pilihan panggung berkiprah masa kini, antara budaya asli (kampung di Timor) yang diwakili gadis bernama Ira dengan budaya kota/modern (kota Kupang) yang diwakili gadis Ita keturunan Rote. Tokoh utama cerpen Robertus Aldo terperangkap dalam dua pilihan sulit, budaya kampung atau kota, memilih Ira atau Ita. Mirip tema polemik kebudayaan tahun 1930-an. Di akhir cerpen tidak ada jawaban. Apakah cerpen ini sebagai embrio untuk sebuah novel?
***
 
*) Pengamat Sastra NTT dari Universitas Flores, Ende. http://sastra-indonesia.com/2021/08/usaha-membunuh-sepi-felix-k-nesi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah