Rabu, 03 Januari 2018

Sumpah Pemuda Meregang Nyawa

Anggrahini KD
suaramerdeka.com

"BERILAH aku sepuluh pemuda. Aku akan menggoncangkan dunia imperialisme-kapitalisme," kata Bung Karno. Itu dulu. Semacam nostalgia ketika para pemuda dideskripsikan sebagai pasukan yang tangguh, tahan banting, dan mencintai tanah airnya.

Boleh jadi Bung Karno berandai-andai, dengan sepuluh pemuda saja, beliau akan menggoncangkan jagad dunia dengan militansi terhadap Bumi Pertiwi, dan mengobrak-abrik mancanegara dengan torehan prestasi hingga bangsa kita berhasil lahir sebagai mercusuar sejati.

Memang benar, telah lahir Nelson Tansu, WNI yang ditahbiskan sebagai profesor termuda di AS. Juga Andrea Hirata yang menjadi fenomena atas karya sastra larisnya Laskar Pelangi. Tetapi, berapa banyak pemuda yang menghabiskan waktunya dalam penghambaan diri terhadap narkoba? Berapa banyak yang terhenyak dalam pengkultusan selebritis yang sangat kapitalis? Dan, berapa juta remaja yang sibuk mencari jati diri dari kotak televisi yang menjajakan komoditi serba menjual mimpi?

Pencitraan terhadap sosok pemuda kini bergeser menjadi penghamba imperialis-kapitalis. Bagaimana tidak? Untuk tampil percaya diri saja, seorang pemuda diwajibkan memakai label-label manca di balik pakaiannya. Agar disebut cantik, serorang gadis akan mati-matian memutihkan kulit karena malu pada identitas khatulistiwanya.

Bahkan orang-orang pun dapat begitu tergerak menyantap makanan-makanan cepat saji yang menyimpan banyak potensi racun, hanya demi mengejar gengsi. Bukankah jerat-jerat kapitalisme telah menampakkan tajinya? Bahkan jejaring imperialis demikian cerdik menyusupi mentalitas generasi muda Indonesia.

Maka, tak mengherankan jika kemudian lahirlah generasi-generasi bebek, miskin inisiatif, dan makin berpikir pragmatis bin hedonistis. Jika generasi ini tak segera direvitalisasi, bukan tidak mungkin di kemudian hari Proklamasi Kemerdekaan RI menjadi tak berarti.

Bukankah kini mentalitas generasi muda makin digerogoti dan dikerdilkan oleh inferioritas menjadi warga negara Indonesia? Bukankah kini makin banyak pemuda yang merasa termarginalkan ketika mencoba bertahan dengan kecintaan terhadap tanah airnya? Sesungguhnya, untuk meruntuhkan kejayaan bangsa, tak lagi harus berperang mengangkat senjata. Merobohkan mentalitas generasi muda dan menjadikannya bergantung pada bangsa lain adalah sebuah cara lain memutilasi NKRI.

Memprihatinkan

"Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu, tanah Indonesia". Lalu, mengapa pada pertandingan sepak bola saja kaum muda memukuli saudaranya? Pada perhelatan pilkada, saling serang berbuntut panjang. Dan, yang sangat memprihatinkan, atas nama loyalitas almamater, aksi tawuran merambah institusi-institusi pendidikan.

Benarkah kita telah mengaku bertumpah darah satu, ketika primordialisme dan fanatisme sempit telah mencipta sekat dan kotak-kotak hingga tanah Indonesia kita terbelah?

"Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia". Lalu, mengapa perang antarsuku masih menjadi persoalan" Feodalisme turun-temurun tak punah juga. Penghambaan terhadap bangsa asing dalam berbagai aspek kehidupan telah membuat bangsa kita menjadi saudara tiri di rumah sendiri. Sementara pertikaian atas nama ideologi membuka ladang pembantaian bagi warga bangsa itu sendiri. "Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia".

Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional yang menjadi salah satu pengikat terbentuknya sebuah konsep bangsa. Namun benarkah bahasa Indonesia telah menjadi identitas diri bangsa kita?

Suatu hari nanti, sepuluh pemuda itu harus lahir membawa harapan. Mereka, barangkali, akan lahir dari rahim kemelaratan, kesusahan, ketertindasan, ketertekanan, dan kesumpekan. Namun, tetaplah berharap, suatu hari mereka akan lahir pada waktu yang telah ditentukan sebagai Ratu Adil yang mencerahkan.

Sadar atau tidak, seringkali kita justru mengurai inferioritas ketika harus berbahasa Indonesia. Kaum selebriti, akademisi, hingga remaja sepertinya lebih berbangga menggunakan istilah asing atau beraksen kebarat-baratan, demi mendongkrak kepercayaan diri.

Maka biarkan Bung Karno kembali mengurai angan-angan tentang sepuluh pemuda yang akan mengguncang dunia imperialisme-kapitalisme. Biarkan impian itu lelap bersama kematian beliau. Kemudian, pemikiran-pemikiran fatalis kita akan membisikkan sebuah harapan, semoga suatu ketika Tuhan masih memberi kesempatan mengirim sepuluh pemuda harapan Indonesia, yang menggiring kita yang telah menua menuju ladang kemakmuran dan gemilang kemenangan.

Semoga sepuluh pemuda terpilih itu tak tercemar limbah sinetron yang cengeng dan mabuk pada hubungan cinta belaka. Tak pula ternoda oleh gambar, tulisan, dan goyang seronok yang melahirkan imaji liar. Semestinya pun harus didukung oleh pendidikan yang memanusiakan, tak keok menghadapi komersialisasi institusi, ditopang bacaan-bacaan bermutu yang terjangkau sembarang kalangan.

Suatu hari nanti, sepuluh pemuda itu harus lahir membawa harapan. Karena selalu ada harapan jika kita terus menyalakan. Mereka, barangkali, akan lahir dari rahim kemelaratan, kesusahan, ketertindasan, ketertekanan, dan kesumpekan. Namun, tetaplah berharap, suatu hari mereka akan lahir pada waktu yang telah ditentukan sebagai Ratu Adil yang mencerahkan.

Generasi yang berkualitas akan lahir dari kondisi ekstrem: sangat tertekan atau bebas sebebas-bebasnya. Syukurilah, jika kini kita tengah menciptakan rahim yang sempit dan penuh tekanan. Sebab, suatu hari nanti, generasi yang lahir itu adalah generasi yang tabah, kuat, dan berbulat tekad memperjuangkan impian. Amin. "Kami, putra dan putri Indonesia mengaku salah. Kami bertobat!"

*) Anggrahini KD, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS Universitas Negeri Semarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah