Inung As
Setiap satu minggu kita bisa temui Sabtu kemudian berganti Minggu pada hari berikutnya lalu Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at dan berulang Sabtu lagi dan berulang.Hanya tujuh hari itu dalam satu minggu.Kamis malam akrab kita kenal sebagai malam Jum’at.Sabtu malam sering disebut malam Minggu.Malam yang panjang, kata orang.
Entah karena terpengaruh lagu yang tenar di akhir periode delapan puluhan sampai awal periode sembilan puluhan atau entah karena memang sebagian orang begitu menikmati malam Minggu sampai larut.Minggunya bisa digunakan untuk berlibur bersantai menjauh dari rutinitas atau sejenak jalan santai bersama keluarga atau teman-teman di jalan di hari bebas mobil, car free day. Itu bagi mereka yang mempercayai car free day itu ada.
Kita kenal tujuh hari dalam sepekan juga bersanding dengan pasaran Kliwon, Legi, Pahing, Pon dan Wage.Lima pasaran inilah yang menyertai tujuh hari dalam sepekan.Jadilah Jum’at Legi jika hari Jum’at dengan pasaran Legi atau Jum’at Pahing jika bersanding dengan pasaran Pahing dan seterusnya.Menjadikannya kombinasi unik dan berulang.
Ada beberapa hari istimewa dalam satu tahun. Mereka menyusup diantara tujuh hari dan lima pasaran yang ada. Sebut umpamanya hari Idul Fitri, Idul Adha, Natal, Nyepi, Waisak atau sebut seumpama yang lain. Hari istimewa bagi mereka yang ikut merasa memiliki dan memeriahkanya dengan ungkapan rasa hikmat.
Dalam kaedah yang mempertemukan hari dan pasaran kita belum bisa menemui hari Selasa dengan pasaran sastra.Dalam bentuk hari istimewa kita juga belum menemui hari istmewa yang dinanti dan dirayakan sebagai hari raya Selasa sastra.Kalaupun kita tulis secara berbeda menjadi selasastra yang menggabungkan kata Selasa dan kata sastra kita pun belum menemukan hari selasastra yang menggantikan satu hari dalam sistem penanggalan.Meskipun kemunculannya hanya sekali dalam empat tahunan seperti muncul dan tenggelamnya tanggal 29 Februari ketika tahun kabisat dan bukan kabisat.Menjadikan 29 Februari istimewa dari Februari diluar tahun kabisat.
Pembaca yang budiman.Selasastra menjadi bentuk usulan, jika sebutan protes yang menuntut ada dinilai keterlaluan.Mengusulkan adanya hari Selasa dengan pasaran sastra.Usulan hari selasastra. Malam selasastra adalah peristiwa ambangnya, sebagian merupakan hari lain dan sebagian yang lain adalah hari selasastra kemudian keesokanya adalah hari selasastra. Seperti kita menyebut malam Jum’at yang sebagian adalah hari Kamis dan sebagian yang lain adalah hari Jum’at. Malam jum’at adalah ambang perpisahan hari Kamis dan berganti Jum’at.
Bentuk usulan lainya bisa dengan tanpa merubah sistem penanggalan yang telah jauh ada.Bisa kita mengusulkan selasastra sebagai hari istimewa seperti hari raya tersendiri.Sebagai contoh yang baru saja kita kenal, hari santri. Bukankah itu juga sebuah hari raya?.Selasastra bisa diusulkan menjadi hari raya yang bisa diperingati setiap bulan tanpa harus merubah sistem penanggalan apapun.Tidak juga pada pasaran.Setiap orang bisa ikut merayakan hari raya selasastra.Hari raya selasastra tidak harus menghindari hari-hari tertentu dan mengkhususkan pada hari tertentu.Toh ini bukan hari raya keagamaan yang harus didasari kaedah-kaedah agama. Kita bisa merayakan Idul Fitri hanya jika Ramadhan berakhir dengan hilal satu Syawal entah ia hanya 29 hari atau 30 hari. SelaSAstra tidak begitu.Kita bisa melihat ramainya perayaan Natal setiap 25Desember.Ia bisa merupa Selasa, Rabu, Kamis maupun hari yang lain dan identitasnya tetap Natal. Selasastra bukan itu.
Kepada semua kita bisa mengusulkan SelaSAstra. Penyair, penulis, pembaca, sastrawan, budayawan, pengamen, pelajar, tukang becak, pencari rumput, koruptor, guru, tukang sapu atau siapa pun yang tanpa identitas kecuali satu identitas saja yang menjadikannya punya hak yang setara, manusia. Selama identitas itu berupa manusia, haknya sama. Belajar.Andaikan.
Pembaca yang budiman tentu bisa bersama-sama ikut merasa senang merayakan SelaSAstra dihari apapun itu terjadi.Enam belas April 2016 yang lalu, hari Sabtu Legi malam Minggu Pahing bersama mas Andy Sri Wahyudi SelaSAstra yang ke empat dirayakan.Bukankah itu seperti usulan yang terlanjur terjadi juga? Mengusulkan agar selasastra terjadi di lainSelasa seperti Sabtu itu umpamanya. Usulan ini belum tentu diterima oleh umum meski terlanjur terjadi. Umum bisa juga masih berharap agar tetap beristiqomah pada hari Selasa agar namanya tetap bersesuaian atau alasan yang lain. Ada alasan tersendiri selasastra selama ini terjadi di hari Selasa.Tidak ada hal yang aneh jika SelaSAstra di rayakan di hari apapun.Menjadikan SelaSAstra layaknya hari raya yang patut disambut dengan suka cita.Bisa terjadi di hari apapun.Secara subjektif saya menilai demikian.Bukan wewenang saya untuk mengatur dan menjadwalkan SelaSAstra terjadi. Imajinasi menembus batasan selasa dan kegiatan sastra, memunculkan pertanyaan ketika terjadi di hari lain dan menjawabnya sebagai bentuk usulan.
Enam belas April dua ribu enam belas yang lalu ada Mas Andy Sri Wahyudi, Dia adalah seorang penulis dan juga aktor pantomim yang dimiliki Jogjakarta. Kamu tahukan kalau Jogjakarta juga bagian dari Indonesia ?.Dalam perjalanannya kembali ke Jogjakarta dia menceritakan kegiatannya menyinggahi Malang, Bondowoso, Bali dan di Jombang ber-selasastra di malam Minggu kemudian besok paginya kembali ke Jogjakarta.Diantara dia bercerita disisipilah pembacaan puisi yang kemudian dilanjutkanya bercerita lisan dan gerak pantomim.
Beberapa cerita yang sedikit teringat, ketika di Malang dia menceritakan kegiatanya mendongeng dan bertemu dengan seniman instalasi di kota Malang yang mulai gelisah dengan pembangunan yang berdampak pada debit sumber air yang makin kecil. Diceritakan pula bagaimana dia kagum dengan teknik pukulan mereka. Mereka memukul-mukul drum untuk karya instalasinya sedemikian rupa menjadi bentuk yang artistik. Untuk memuaskan rasa penasaran dengan bentuk yang indah dan begitu naturalnya ditanyakan bagaimana cara memberi pukulan. Pukulan itu bukan manusia yang memberinya.Drum-drum itu hanya diangkat dan dilemparkan ke arus sungai kemudian membiarkan drum-drum itu mengikuti jeram dan batu-batu dibenturnya. Sambil berlari di daratan tepi sungai, seniman ini mengikuti drum-drumnya yang berjeram ria dan berdentum-dentum seperti begitu asyiknya menikmati petualangan jeram sambil seolah-olah memainkan simphoni yang asyik. Sampai dianggapnya cukup banyak benturan yang terjadi, drum- drum itu di angkat kedaratan dan dibawah ke tempat mereka dipajang dan ditata sehingga terlihat artistik yang entah.Saya sendiri hanya membayangkanya dari ceritanya.
Dalam persinggahanya di Bondowoso, dia bercerita tentang situs megalitikum.Megalitikum atau zaman batu besar.Besar banget.Gede banget.Secara basa Jawa Timur bagian Jombang gede banget menjadi gouwede dengan mimik dan intonasi yang menunjukan keheranan berlebih.Saya pikir pengucapan yang membuat perubahan kosa kata ini tidak dikenal di Jogja.Lagi-lagi aku membayangkan se-embuh gouwedene.Menurut dia lebih gede dari situs megalitikum di luar negeri yang embuh aku lupa namanya. Bentuknya berupa patung manusia yang menurut penduduk ada yang memiliki tinggi lebih dari lima belas meter. Ada juga sebagian lokasi dari situs itu di tambang dijadikan potongan batu-batu untuk bangunan.Tambang megalitikum.Edan banget, gouwendeng –kosa kata ala Jombang-.Sebagian situs megalitikum itu berada diantara ladang perkebunan atau pertanian penduduk.Kalau musim kemarau kita bisa melihat betapa banyak atau betapa gedenya situs megalitikum disana.Lagi-lagi seperti entah dalam bayanganku.
Dibacakanya puisi setiap dia menyudahi cerita di sebuah wilayah.Sambil terdengar musik backsound yang sebenarnya tidak benar-benar menjadikanya backsound sehingga aku mencoba mencari titik temu antara musik backsound berupa gesekan biola dan pembacaan puisi dan cerita-cerita.Gagal. Serasa mendengarkan puisi di tepian jalan raya yang sedang sibuk-sibuknya mencatat perjalanan mobil, motor dan sesekali kereta api yang rel keretanya tepat memotong jalan raya dan suaranya saling menyamarkan. Cukup indah musik itu namun belum sejalan dengan puisi dan cerita yang dibacakan.
Dalam alunan musik biola, cerita itu berlanjut menuju Bali.Sebagai aktor pantomim mas Andy tak lengkap kalau tidak menampilkan pertunjukan pantomim. Gerakan pantomim merupakan hasil tiruan dari pesan verbal maupun nonverbal seperti gejala alami tumbuhnya tunas, kobar api, hembus angin, debur ombak dan sebagainya yang membuat pantomim bisa seolah gerak tari. Malam itu diperagakanya sebuah pertunjukan pantomim yang di ambil dari cerita seorang selir raja Bali.Ada mimik kemayu dan gagah silih berganti.Menyampaikan sosok selir dan raja. Ada rasa sedih yang muncul dalam pertunjukanya kemudian menjadi mimik yang gembira dari sang selir. Meski pengorbanan sang selir menyakitkan dirinya namun kalau itu menjadi hal yang baik akan tetap menjadikanya terasa indah. Dari gerakanya saya menebak demikian.
Malam itu, selasastra terasa meriah.Selain oleh penampilan mas Andy dengan cerita perjalanannya juga penampilan pengamen dengan biolanya.Acara malam itu di akhiri dengan pembacaan puisi oleh mas Andhi Setyo Wibowo yang akrab kami panggil Kephix. Si tuan rumah di Boenga Ketjil. Bunga kecil hanya bunganya yang kecil bukan pohonnya.Bunga yang jika ditambah dengan huruf H di akhirnya menjadi bungah.Bungah kecil searti dengan kebahagiaan kecil atau kebahagiaan sederhana.Sederhana yang membahagiakan.Entah.Tak ada pertalian dengan usulan SelaSAstra.Tak perlu memaksa untuk menjadikan selasastra menjadi hari Selasa yang dimeriahkan dengan sastra.Istiqomah itu penting.Istiqomah bukan ngotot dengan keinginan.Istiqomah itu fleksibel, menyesuaikan tanpa meninggalkan.Anggaplah cukup mengusulkannya menjadi hari istimewa seperti hari raya yang bisa dirayakan dengan bahagia.Tanpa harus menetapkan pada hari tertentu.Cukup selalu ada di setiap bulanya.
Pembaca yang budiman, catatan ini bisa terlalu ngawur untuk dijadikan sebagai pedoman bertutur yang lebih mencerahkan. Maaf-maaf pembacalah yang akan menjadi hal ini menyenangkan. Meskipun maaf tidak akan bisa menyembuhkan luka, setidaknya maaf akan membuat jalan yang lebar kelak disuatu masa yang akan datang. Saya pun bisa melenggang dengan nyaman.
Pembaca yang budiman, catatan ini ditujukan sebagai dokumentasi kegiatan selasastra meski sedikit memaksakan untuk dianggap menjadi layak disebut dokumentasi.Apabila dalam catatan ini ada hal-hal tak wajar dan ngawur.Terasa berteori, mengkritik maupun hal-hal yang membuat rasa mual dan kepala pening percayalah tubuh anda sedang dilanda virus sejenis catatan dokumentasi SelaSAstra.Belum ada vaksin maupun obat untuknya.Hanya menganggapnya sebagai catatan dokumentasi berdasar perasaan dari ingatan bolong-bolong mungkin bisa membuat anda sedikit lega dan bisa melangkah dengan riang. Senyum anda yang menawan pun akan menemukan tempat untuk berteman dengan si bahagia. Memori ingatan anda bisa anda gunakan untuk menyimpan dan mengingat hal- hal yang lebih akrab dengan dunia anda.Mungkin juga ketika anda membuang hal yang tak perlu di simpan dalam ingatan, anda bisa saja menemukan kenangan dari catatan belanja ibu yang anda ingat-ingat dulu sebelum belanja.Kemudian dari situ anda bisa menceritakan ulang kenangan anda tentang catatan belanja ibu.Meski ibu tak pernah memberi kita catatan belanja hingga begitu panjang, setidaknya kita bisa mengingat setiap cerita yang memuat pesan yang lebih kuat dari sebuah perintah.Setidaknya catatan ini tetap ngawur sampai disini.
1 Mei 2016
*) Upaya dokumentasi SelaSAstra #4 Boenga Ketjil 16 April 2016
https://selasastrain.blogspot.co.id/2018/03/selasastra-mari-kita-nikmati-saja.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A. Qorib Hidayatullah
A. Rego S. Ilalang
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Kadir Ibrahim
Abi N. Bayan
Achiar M Permana
Adib Baroya
Aditya Ardi N
Afrilia
Afrizal Malna
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mustofa
Alief Mahmudi
Alim Bakhtiar
Allex Qomarulla
Amarzan Loebis
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Syarifuddin
Anash
Andri Awan
Anggrahini KD
Anindita S Thayf
Anisa Ulfah
Anjrah Lelono Broto
Annisa Steviani
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra)
Ardy Suryantoko
Arie Giyarto
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arif Gumantia
Arif Hidayat
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
AS Laksana
Asarpin
Asrul Sani
Baca Puisi
Bahrum Rangkuti
Balada
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni R. Budiman
Beni Setia
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budi Darma
Bustan Basir Maras
Candra Malik
Candrakirana
Caping
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chicilia Risca
Christine Hakim
Cinta Laura Kiehl
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Darju Prasetya
Deddy Setiawan
Denny JA
Denny Mizhar
Deo Gratias
Dewi Musdalifah
Dhimas Ginanjar
Dian Sukarno
Dian Tri Lestari
Diana AV Sasa
Dien Makmur
Dinar Rahayu
Diskusi
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Yan Masfa
Donny Syofyan
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Edisi Khusus
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Prasetyo
Eko Tunas
Elsa Vilinsia Nasution
Erwin Setia
Ery Mefry
Esai
Evan Ys
F Aziz Manna
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Foto Andy Buchory
Francisca Christy Rosana
Franz Kafka
Frischa Aswarini
Fritz Senn
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gde Artawan
Gendhotwukir
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Gusti Eka
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hamsad Rangkuti
Hamzah Sahal
Hardy Hermawan
Hari Purwiati
Hario Pamungkas
Haris del Hakim
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hendri R.H
Hendri Yetus Siswono
Herie Purwanto
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I. B. Putera Manuaba
IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah)
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Fitri
Ignas Kleden
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imammuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indira Permanasari
Indonesia O’Galelano
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Inung As
Isbedy Stiawan ZS
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwan Simatupang
Jajang R Kawentar
Jalaluddin Rakhmat
James Joyce
Jean-Paul Sartre
Jember Gemar Membaca
JJ. Kusni
Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng
Joko Pinurbo
Jordaidan Rizsyah
Joyo Juwoto
Jual Buku Paket Hemat
K. Usman
Kadek Suartaya
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khairul Mufid Jr
Khanif
Khoirul Abidin
Ki Ompong Sudarsono
Kiki Astrea
Kitab Para Malaikat
Koh Young Hun
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela)
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kurnia Effendi
Kuswaidi Syafi’ie
L.K. Ara
Lan Fang
Launching dan Bedah Buku
Lawi Ibung
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Literasi
Liza Wahyuninto
Lukas Luwarso
Lukman Santoso Az
M. Abror Rosyidin
M. Adnan Amal
M. Faizi
M. Lutfi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahardini Nur Afifah
Mahendra Cipta
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mansur Muhammad
Marcellus Nur Basah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Marsel Robot
Marulam Tumanggor
Mas Garendi
Mashuri
Masuki M. Astro
Matdon
Matroni Muserang
MG. Sungatno
Moh. Husen
Mohamad Sobary
Mohammad Sadam Husaen
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Multazam
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Murnierida Pram
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Neli Triana
NH Dini
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Novel John Halmahera
Nurel Javissyarqi
Nuryana Asmaudi
Omah Sastra Ahmad Tohari
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pagelaran Musim Tandur
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Profil MA Matholi'ul Anwar
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Pustaka LaBRAK
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat HM
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Resensi
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Riri Satria
Rodli TL
Ronggeng Dukuh Paruk
Ronny Agustinus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saini KM
Sainul Hermawan
Sajak
Sanggar Pasir
Sanggar Pasir Art and Culture
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sasti Gotama
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Lamongan
Sastra-Indonesia.com
Sastri Sunarti
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Semesta
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siwi Dwi Saputro
Soeparno S. Adhy
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Subagio Sastrowardoyo
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Titi Aoska
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Topik Mulyana
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Ulysses
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Negeri Jember
Untung Wahyudi
Veronika Ninik
Viddy A.D. Daery
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Widie Nurmahmudy
Wildan Ibnu Walid
Windi Erica Sari
Wisran Hadi
Y Alprianti
Y. Thendra BP
Yanusa Nugroho
Yasunari Kawabata
Yeni Mulyani
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Zainuddin Sugendal
Zainuri
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zumro As-Sa'adah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar