Gde Artawan *
Bali Post, 17 Maret 2013
KEANEKARAGAMAN bahasa di Indonesia menyebabkan munculnya keanekaragaman sastra lokal/daerah. Dikenalnya pemakaian bahasa Jawa di kalangan pemakai bahasa Jawa membawa implikasi dikenalnya sastra Jawa. Demikian juga dikenal ada sastra Bali, sastra Sunda, sastra Minangkabau dan lain-lain. Tiap sastra daerah tentu mencerminkan warna tersendiri.
Secara umum dikenal istilah warna lokal atau sastra lokal dalam sastra Indonesia. Ada yang menyebut bahwa sastra lokal atau warna lokal merupakan terjemahan dari local color. Karya sastra warna lokal adalah karya-karya yang melukiskan ciri khas suatu wilayah tertentu. Shipley dan Holman, mengemukakan dua istlah warna lokal dan regionalisme. Sastra warna lokal ditandai oleh pemanfaatan setting, pengarang berfungsi sebagai wisatawan. Sebaliknya sastra regionalisme didasarkan atas pemahaman yang lebih mendalam mengenai kehidupan manusianya yang pada gilirannya akan membedakan pola-pola perilaku dari kebudayaannya.
Sebagai dokumen sastra warna lokal, dan dengan demikian juga karya sastra pada umumnya, berfungsi untuk memperkenalkan tema, pandangan dunia, kecenderungan-kecenderungan masyarakat kontemporer, aliran, paham dan ideologi dominan dalam suatu kolektivitas. Warna lokal menyarankan kecenderungan untuk kembali ke wilayah tertentu, kesemestaan sebagai asal-usul di tempat pernah terjadi pertemuan antara pengarang sebagai subjek dengan kesemestaan sebagai objek.
Pada prinsipnya sastra warna lokal melukiskan permukaan untuk melihat lebih jauh struktur dalamnya, sedangkan sastra regionalisme lebih banyak melukiskan struktur dalam yang dengan sendirinya akan tampak pada struktur luarnya. Pemahaman terhadap objek sebagai bagian dari muatan isi karya sastra yang ditengarai oleh Ratna sebagai warna lokal yang memosisikan pengarang sebagai wisatawan, membuat presentasi setting tidak memiliki kedalaman dalam konstruksi teks sastra. Diperlukan upaya lebih tajam merepresentasikan objek ke dalam sastra berupa kemampuan sensitivitas, kepekaan yang mendalam pada pengarang terhadap objek berdasarkan intensitas komprehensibilitas terhadap objek. Inilah kemudian dikenal adanya istilah sensibilitas dalam karya sastra.
Sensibilitas Lokal
Sensibilitas lebih ditekankan pada kualitas pergulatan terhadap setting yang menjadi objek karya sastra. Gambaran pengarang tentang setting tidak saja berupa hasil pengamatan sekilas sebagaimana dilakukan wisatawan, tetapi lebih pada komprehensibilitas yang mendalam terhadap substansi objek. Ketika pengarang memasukkan unsur Bali ke dalam karya sastra, presentasinya tidak saja berupa gambaran tentang Bali secara permukaan, tetapi lebih pada kepekaan dan kedalaman substansional tentang Bali.
Adanya sensibilitas bukan jaminan atas asal daerah pengarangnya. Bisa jadi pengarang yang lahir di Jawa memiliki sensibilitas yang memadai untuk sastra Madura atau sastra Bali. Sebaliknya seorang pengarang jawa yang hidup di luar Jawa ada kemungkinan telah “kehilangan” sensibilitasnya Jawanya. Yang lebih tragis, seseorang telah “kehilangan” sensibilitasnya tanpa pernah melakukan mobilitas berupa perpindahan tempat tinggal. Misalnya, seseorang yang tidak pernah berpindah tempat dan sejak awal hidup sebagai orang Bali bisa jadi “kehilangan” sensibilitas Balinya. Dalam pertemuan budaya tahun 1988 yang diprakarsai sebuah harian lokal Bali (Bali Post) diangkat sebuah tema sentral mengenai ke-Bali-an orang Bali. Muncul statemen tentang “hilang”-nya sensibilitas kultural pada sejumlah besar orang Bali. Statemen ini bernada ekstrem, namun sebagai sebuah fenomena yang disadari akan mengintip dan mengancam eksistensi manusia Bali, tentu statemen ini merupakan peringatan sekaligus ruang untuk introspeksi diri. Ada pakar antropologi menengarai sebagian orang Bali bukannya “kehilangan” ke-Bali-annya, tetapi unsur ke-Bali-annya sudah agak “tumpul”.
Terlepas dari kondisi yang ditengarai ’hilang’ atau ’tumpul’ memang harus diakui bahwa hal seperti itu telah melanda umat manusia hampir di seluruh pelosok dunia. Derasnya arus modernisasi, derasnya arus ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan terjadinya arus pergeseran pola-pola hidup, pola pikir, termasuk ke pola perilaku real di masyarakat.
Pengarang
Berinterelasinya pengarang dengan wilayah atau ‘kantung-kantung’ budaya lokal menyebabkan terjadinya alih kecenderungan, khususnya dalam penggarapan tema pada dunia kesusastraan Indonesia. Kemampuan pengarang untuk melihat dengan ‘kaca mata’ yang jernih mengenai persoalan lokal (Jawa, Sunda, Madura, Batak, Bali, dan lain-lain) membawa konsekuensi pada kehidupan tematik karya sastra Indonesia.
Sensibilitas dapat dilepaskan dari akar lingkungan fisik dan sosiokultural pengarang. Sensibilitas adalah kualitas yang terbuka. Bertolak dari pandangan ini dapat digarisbawahi bahwa sensibilitas bukanlah patokan mati, tetapi sesuatu yang dapat dipelajari. Sekalipun yang pantas untuk memiliki sensibilitas suatu etnis adalah masayarakat pendukung dalam etnis tersebut, tidak menutup kemungkinan orang di luar etnis tersebut dapat menyelami dan akhirnya memiliki sensibilitas etnis tersebut.
Sapardi Djoko Damono dalam beberapa karyanya, salah satunya “Sihir Hujan”, menurut Kuntowijoyo terasa seperti tembang-tembang yang ditulis rapi dengan estetika klasik persamaan bunyi, sekalipun tanpa guru lagu dan guru wilangan. Tampak Sapardi Djoko Damono mewakili tradisi kehalusan sastra Jawa Klasik. Sebaliknya Darmanto Jatman, lebih mewakili ledakan kejujuran dan spontanitas tradisi kecil dari kehidupan sehari-hari di Jogya dengan sifat-sifat yang lugu dan spontan. Menurut Kuntowijoyo kita dapat menemukan jejak ajaran Ki Ageng Suryometaram dalam karya-karya Darmanto Jatman. Di samping Darmanto Jatman, Linus Suryadi AG melalui karya “Pengakuan Pariyem” menunjukkan idealisasi dari tradisi Jawa bagi orang-orang kecil dan bagi orang-orang ‘dalam benteng’. Linus Suryadi sudah berhasil menggambarkan ideal tipe perilaku orang Jogya dengan kebijaksanaan sehari-hari seperti pasrah dan bersikap lila pada kehidupan, tetapi tanpa sofistikasi transedental. .
Ada sejumlah pengarang Bali selain Panji Tisna yang karyanya menunjukkan adanya sensibilitas lokal. Membicarakan sastra dan sensibiitas lokal dimaksudkan untuk mempertajam bahwa sosiokultural Bali menjadi bagian menarik dari beberapa pengarang Bali. Membicarakan pengarang Bali - dalam konteks membicarakan sensibilitas lokal Bali - nama Nyoman Rasta Sindhu tidak bisa diabaikan. Keberhasilan Nyoman Rasta Sindhu melalui cerita pendeknya yang dimuat dalam majalah Horison No. 1 Januari 1969 berjudul “Ketika Kentongan Dipukul di Bale Banjar” untuk dinobatkan sebagai cerita pendek asli terbaik Hadiah Horison 1968, memicu pengarang Bali lainnya untuk bangkit seakan memberi jawaban bahwa Bali tidak hanya sanggup berbicara hanya seni tradisi, tetapi juga seni sastra modern. Munculnya beberapa nama prosais lainnya seperti Putu Wijaya, Ngurah Parsua, Nyoman Tusthi Edi, Gde Aryantha Soethama, Oka Rusmini, Wayan Sunarta dan lain-lainnya menambah perbendaharaan penulis Bali di ajang belantara sastra Indonesia.
*) Gde Artawan, Pengamat Seni dan Budaya
http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaminggu&kid=18&id=74647
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A. Qorib Hidayatullah
A. Rego S. Ilalang
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Kadir Ibrahim
Abi N. Bayan
Achiar M Permana
Adib Baroya
Aditya Ardi N
Afrilia
Afrizal Malna
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mustofa
Alief Mahmudi
Alim Bakhtiar
Allex Qomarulla
Amarzan Loebis
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Syarifuddin
Anash
Andri Awan
Anggrahini KD
Anindita S Thayf
Anisa Ulfah
Anjrah Lelono Broto
Annisa Steviani
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra)
Ardy Suryantoko
Arie Giyarto
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arif Gumantia
Arif Hidayat
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
AS Laksana
Asarpin
Asrul Sani
Baca Puisi
Bahrum Rangkuti
Balada
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni R. Budiman
Beni Setia
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budi Darma
Bustan Basir Maras
Candra Malik
Candrakirana
Caping
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chicilia Risca
Christine Hakim
Cinta Laura Kiehl
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Darju Prasetya
Deddy Setiawan
Denny JA
Denny Mizhar
Deo Gratias
Dewi Musdalifah
Dhimas Ginanjar
Dian Sukarno
Dian Tri Lestari
Diana AV Sasa
Dien Makmur
Dinar Rahayu
Diskusi
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Yan Masfa
Donny Syofyan
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Edisi Khusus
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Prasetyo
Eko Tunas
Elsa Vilinsia Nasution
Erwin Setia
Ery Mefry
Esai
Evan Ys
F Aziz Manna
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Foto Andy Buchory
Francisca Christy Rosana
Franz Kafka
Frischa Aswarini
Fritz Senn
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gde Artawan
Gendhotwukir
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Gusti Eka
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hamsad Rangkuti
Hamzah Sahal
Hardy Hermawan
Hari Purwiati
Hario Pamungkas
Haris del Hakim
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hendri R.H
Hendri Yetus Siswono
Herie Purwanto
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I. B. Putera Manuaba
IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah)
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Fitri
Ignas Kleden
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imammuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indira Permanasari
Indonesia O’Galelano
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Inung As
Isbedy Stiawan ZS
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwan Simatupang
Jajang R Kawentar
Jalaluddin Rakhmat
James Joyce
Jean-Paul Sartre
Jember Gemar Membaca
JJ. Kusni
Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng
Joko Pinurbo
Jordaidan Rizsyah
Joyo Juwoto
Jual Buku Paket Hemat
K. Usman
Kadek Suartaya
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khairul Mufid Jr
Khanif
Khoirul Abidin
Ki Ompong Sudarsono
Kiki Astrea
Kitab Para Malaikat
Koh Young Hun
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela)
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kurnia Effendi
Kuswaidi Syafi’ie
L.K. Ara
Lan Fang
Launching dan Bedah Buku
Lawi Ibung
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Literasi
Liza Wahyuninto
Lukas Luwarso
Lukman Santoso Az
M. Abror Rosyidin
M. Adnan Amal
M. Faizi
M. Lutfi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahardini Nur Afifah
Mahendra Cipta
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mansur Muhammad
Marcellus Nur Basah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Marsel Robot
Marulam Tumanggor
Mas Garendi
Mashuri
Masuki M. Astro
Matdon
Matroni Muserang
MG. Sungatno
Moh. Husen
Mohamad Sobary
Mohammad Sadam Husaen
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Multazam
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Murnierida Pram
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Neli Triana
NH Dini
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Novel John Halmahera
Nurel Javissyarqi
Nuryana Asmaudi
Omah Sastra Ahmad Tohari
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pagelaran Musim Tandur
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Profil MA Matholi'ul Anwar
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Pustaka LaBRAK
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat HM
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Resensi
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Riri Satria
Rodli TL
Ronggeng Dukuh Paruk
Ronny Agustinus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saini KM
Sainul Hermawan
Sajak
Sanggar Pasir
Sanggar Pasir Art and Culture
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sasti Gotama
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Lamongan
Sastra-Indonesia.com
Sastri Sunarti
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Semesta
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siwi Dwi Saputro
Soeparno S. Adhy
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Subagio Sastrowardoyo
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Titi Aoska
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Topik Mulyana
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Ulysses
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Negeri Jember
Untung Wahyudi
Veronika Ninik
Viddy A.D. Daery
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Widie Nurmahmudy
Wildan Ibnu Walid
Windi Erica Sari
Wisran Hadi
Y Alprianti
Y. Thendra BP
Yanusa Nugroho
Yasunari Kawabata
Yeni Mulyani
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Zainuddin Sugendal
Zainuri
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zumro As-Sa'adah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar