Rabu, 18 Maret 2020

MEMBACA PERISTIWA, MENJUMPAI MANUSIA

Catatan Kesan atas Kumpulan Puisi “Nyala Abadi"
A. Syauqi Sumbawi

Peristiwa kemanusiaan merupakan inti, sekaligus menggerakkan kehidupan dunia. Di sini, keterlibatan manusia menjadi sebuah keniscayaan, dimana keberadaannya tidak hanya sebagai subjek, tetapi juga sebagai objek peristiwa. Sederhananya, manusia adalah pembaca, kauniyah, dan proses itu sendiri. Karena itu, sangat dipahami jika perintah pertama yang diberikan kepada manusia adalah perintah membaca—proses intelektualitas dan spiritualitas—, yang pada gilirannya melahirkan kesadaran atas kemanusiaannya.

Hal di atas merupakan catatan kesan penulis terhadap puisi yang terbukukan dalam antologi “Nyala Abadi” ini. Dari keseluruhannya, peristiwa dan proses kemanusiaan menjadi ekspresi umum dari pembacaan dan kreativitas para penyairnya. 

Peristiwa Kemanusiaan

Salah satu tema penting terkait peristiwa kemanusiaan, terutama sebagai sebuah bangsa adalah sejarah perjuangan kemerdekaan. Hal inilah yang tergambar dari puisi “Nyala Abadi” karya Herry Lamongan—menjadi judul buku ini—, yang secara umum memproyeksikan nilai dan semangat nasionalisme (religius). Begitu juga puisi karya Diyan Shodik Nurhadi H—“Bambu Runcing”—, puisi karya Dwi Da’watus Sholikha—“10 November 1945”—, puisi karya Evi Dwi Widowati—“Semangat Pahlawanku”—, puisi karya Tasliman—“Sang Jenderal besar Pahlawanku”—, dan puisi karya Nurul Komariyah—“Tekad Bulat”—.

Dalam spektrum yang lebih luas, perjuangan kemerdekaan sebagai proses yang terus menerus dapat kita temukan dalam puisi karya Ahmad Rizanu Alami—“Sang Veteran”—, puisi karya Deny Fatmawati—“Pejuang”—, puisi karya Imam Sudjadi—“Ladang Juang”—, puisi karya Sukur—“Padamu Negeriku”—.

Peristiwa kemanusiaan lain yang ditampilkan dalam buku ini adalah bencana alam, yang pada gilirannya menggerakkan spiritualitas dan rasa sosial pada diri manusia. Di sini, rasa empati terhadap nasib sesama menjadi ekspresi yang paling kentara, sebagaimana diungkapkan dalam puisi karya Herry Lamongan—“Maha Dukana”—, puisi karya Nur Kholis Huda—“Mahligai Duka”—. Sementara kondisi alam yang turut mempengaruhi kehidupan manusia disajikan dalam puisi karya Sukur—“Kemarau”—, dan puisi karya Nur Kholis Huda—“Gerimis di Atas Kertas”—. Juga, puisi karya Herry Lamongan—“Pasar Dukana”— yang melukiskan kenangan terkait kebakaran.

Kemudian, peristiwa kemanusiaan yang secara khusus mengarah pada permasalahan sosial, baik politik, ekonomi, agama maupun pendidikan, diungkapkan oleh beberapa puisi berikut, yaitu puisi karya Dwi Da’watus Sholikha—“Indonesiaku adalah Indonesiamu”—, 3 puisi karya Iva Titin Shovia—“Umrah Kreditan”, “Ada Bibir di Dahimu”, dan “Wajah Anak Sekolah Kita”—, puisi karya Nur Kholis Huda—“Seragam Tua”—, puisi karya Rohmat Qosyim—“Lampu Merah Dekat Alon-alon Kota”—, puisi karya Teguh Maranata—“Make Up Tebal Bangsaku”—. Hal yang perlu digarisbawahi dari puisi-puisi di atas, yaitu keberadaannya sebagai puisi sosial, yang umumnya mengekspresikan kritik konstruktif untuk perubahan yang positif. Dalam sifatnya yang personal, peristiwa kemanusiaan diungkapkan puisi Herry Lamongan—“Tukang Kayu”— yang menghadirkan simpati atas perjuangan seorang tua dalam menjalankan peran dan amanah.

Proses Manusia

Salah satu keunikan manusia adalah upayanya untuk memahami diri sendiri. Dalam proses awal, keberadaan persona (manusia) sebagai role model dan inspirasi, tidak bisa dipisahkan, serta potensial dalam membangun diri manusia. Hal tersebut dapat dijumpai dalam puisi karya Evi Dwi Widowati—“Bianglala Hidupku”— dan puisi karya Sukur—Untukmu Ayahku”—, yang menampilkan nilai-nilai ideal orang tua. Sementara pada dunia pendidikan, panutan dan inspirasi menunjuk pada keberadaan guru atau pendidik, sebagaimana puisi karya Dwi Da’watus Sholikha—“Pahlawan Tak Berpedang”—, puisi karya Siti Fatimah—“Muara Senja”—, puisi karya Sukur—“Elegi Guru”—, puisi karya Taslimin—“Piala Cinta”—, dan puisi karya Muhajiron—“Sang Pencerah”—. Pada dunia seni, inspirasi terkait kepenyairan diungkapkan oleh puisi karya Dwi Da’watus Sholikha—“Pujangga”—. Sementara inspirasi terkait emansipasi, ditampilkan puisi oleh puisi karya Yohanes Yusi Ari—“Dara di Garis Batas”—.

Idealitas dan inspirasi di atas, pada gilirannya mengarahkan untuk menjadi sesuatu yang sama [profesi]. Di sinilah proses kesadaran berlangsung, dimana nilai-nilai ideal menjadi standar dalam evaluasi peran yang dilakukannya, sebagaimana diungkapkan 2 puisi karya Ahmad Rizanu Alami—“Sang Pendidik” dan “Maafkan ‘Bapak’ Nak”—, puisi karya Deny Fatmawati—“Batik Pikirku”—, serta puisi karya Teguh Maranata—“Aku Bukanlah Guru”—.

Di samping itu, nilai-nilai ideal juga menjadi dasar dalam memahami dan menilai keberadaan sesama, seperti yang diungkapkan oleh puisi karya Sukur—“Pesan Untuk Abangku”—, puisi karya Iva Titin Shovia—“Buat Tia”—, puisi karya Teguh Maranata—“Sombong”— dan puisi karya Taslimin—“Jika 1”—. Kemudian, dalam sifatnya yang umum, pemahaman atas peran manusia diungkapkan oleh 2 puisi karya Nur Kholis Huda—“Tukang Goreng” dan “Bersemuka”—.

Proses menjadi manusia sebagai pribadi, yang sarat dengan berbagai permasalahan dan pertanyaan hidup serta pengalaman dan harapan, digambarkan oleh puisi karya Deny Fatmawati—“Atta Dippa”—, 3 puisi karya Imam Sudjadi—“Pilihan”, “Ilalang”, dan “Sunyi Sepi”—, puisi karya Diyan Nur Shodik—“Ruang Semu Teman Sejati”—, puisi karya Evi Dwi Widowati—“Bayangan Semu”—, puisi karya Rohmat Qosyim—“Terik Mentari”—, 2 puisi karya Teguh Maranata—“Galau” dan “Kertas Putih”—, 2 puisi karya Windhi—“Hanya Sepenggal” dan “Kamar Gelap”—.

 Pemahaman terkait manusia sebagai “jenis”—laki-laki dan perempuan—melahirkan kedekatan emosional terhadap lawan jenis yang dikenal dengan istilah “cinta”, yang pada gilirannya menciptakan kisah cintanya sendiri yang unik. Keberadaan cinta sebagai anugerah menjadi kesan dari 2 puisi karya Taslimin—“Dag Dig Dug Der” dan “Buat Kamu”—, puisi karya Rohmat Qosyim—“Mencintaimu dengan Sederhana”—. Sementara puisi karya Sazma A. Al-Kautsar—“Apa itu Cinta”—, menampilkan ekspresi cinta dalam kerangka yang lebih universal, yaitu kasih sayang.

Ekspresi harapan dari yang tercinta, diungkapkan oleh puisi Imam Sudjadi—“Melati”—, 4 puisi karya Nurul Komariyah—“Rona Cinta”, “Pijar Asmara”, “Siapakah Kau?”, dan “Egois dan Puitis”—, puisi karya Rohmat Qosyim—“Semangat Juang” dan “Senyummu Pesonamu”—, puisi karya Sazma A. Al-Kautsar—“Semoga Kelak”—, puisi karya Siti Fatimah—“Kasmaran”—, puisi karya Taslimin—“Jika 2”—. Berikutnya, ekspresi rindu dalam cinta ditampilkan oleh puisi karya Evi Dwi Widowati—“Ruang Rindu”—.

Kisah kebersamaan laki-laki dan perempuan dalam cinta diungkapkan oleh puisi karya Diyan Shodik Nurhadi H—“Pemilik Hati”—. Sementara kisah cinta yang tak bersama, ditampilkan oleh puisi karya Diyan Shodik Nurhadi H—“Doa Dalam Duka”—, puisi karya Sazma A. Al-Kautsar—“Sebuah Kisah yang Kosong” dan “Perihal Cinta Berakhir”—.  Keberadaan cinta dalam kaitannya dengan permasalahan rumah tangga digambarkan oleh puisi karya Iva Titin Shovia—“Pesta Jeruk di Syurga”—, puisi karya Siti Fatimah—“Saat Karut”—, puisi karya Windhi—“Wanita”—.

Kemudian, cinta dalam bingkai kenangan diungkapkan oleh 2 puisi karya Ahmad Rizanu Alami—“Setidaknya Aku Pernah Berjuang” dan “Nyanyian Jiwa”—, puisi karya Diyan Shodik Hurhadi H—“Jalan Cerita”—, puisi karya Siti Fatimah—“Tentang Dia”—. Sementara kenangan dalam pembacaan lebih luas, disajikan oleh puisi Sazma A. Al-Kautsar—“Kala Senja di Kampungku”—, puisi karya Yohanes Yusi Ari—“Ingatan Memutih”—, puisi karya Taslimin—“Senandung Kata Pisah”—.

Proses menjadi manusia, tentunya tidak bisa dilepaskan dari asal kehadirannya di dunia. Di sini, pengenalan terhadap Dzat yang menguasai hidup dan kehidupannya, melahirkan berbagai interpretasi dan ekspresi dinamis atas hubungan manusia dengan-Nya. Proses pengenalan juga menjadi “pintu pertama” yang pada gilirannya melahirkan ragam spiritualitas manusia.

Pengenalan terhadap Tuhan melalui ciptaan-Nya ditunjukkan oleh puisi karya Evi Dwi Widowati—“Sejuta Misteri di Balik Puncak”—, puisi karya Siti Fatimah—“Gemintang”—, puisi karya Yohanes Yusi Ari—“Mata Embun”—. Sementara pemahaman bahwa segala kejadian tidak bisa dilepaskan dari kehendak-Nya, ditampilkan oleh puisi karya Muhajiron—“Tiki Taka Petaka”—, puisi karya Yohanes Yusi Ari—“Lepas Maret”—. Demikian pula, 2 puisi Deny Fatmawati—“Balutan Ragu” dan “Yang Mulia”—, puisi Dwi Da’watus Sholikha—“Bersimpuh”—, puisi karya Yohanes Yusi Ari—“Doa Seuntaiku”— di mana Tuhan menjadi sandaran atas berbagai permasalahan hidup manusia. Pemahaman dan kesadaran di atas, pada gilirannya melahirkan rasa cinta dan kesetiaan kepada-Nya, seperti diungkapkan puisi karya Muhajiron—“Kamu” dan “Ketika Istiqamah Diuji”—.

Proses pengenalan Tuhan yang lebih mengarah pada tataran hakikat, diungkapkan oleh puisi karya Zehan Zareez—“Sumpah, Ini Puisi!”—, melalui upaya pengenalan diri sendiri secara filosofis. Dari sini, tampak bahwa menjadi manusia bukan proses yang instans, melainkan proses yang sarat perenungan menuju kesadaran, serta melibatkan seluruh potensi dan segala keterkaitan yang menyertai kehadirannya. Hal inilah, yang juga menjadi kesan dari puisi karya Herry Lamongan—“Outbond Lima Cangkir Kopi”—.

Penutup

Ulasan ini merupakan pembacaan sederhana terhadap seluruh puisi yang terkumpul dalam buku ini. Dengan lebih diarahkan untuk mencari makna umum dan kategorisasinya, tentunya catatan ini memiliki banyak kekurangan, serta belum mewadahi seluruh unsur yang terkandung di dalamnya.

Sebagai penutup, jika perintah pertama manusia adalah “membaca”, maka perintah kedua adalah “menulis”. Hal inilah yang tampaknya disadari oleh para penyair dengan kehadiran kumpulan puisi “Nyala Abadi” sebagai satu episode dalam proses manusia yang diharapkan dapat menjadi manfaat dan menyebarkan rahmat bagi sesama.
***

http://sastra-indonesia.com/2020/03/membaca-peristiwa-menjumpai-manusia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah