jurnalnasional.com
Metropolesan
percayalah, kami masih menghitung musim dari sudut rasi-rasi bintang di langit-langit malam. kami panggil dan usir hujan dengan dupa dan kembang-kembang agar konser band pop paling sohor di seluruh bumi tak terganggu langit yang bocor. percayalah, kami telah akrab dengan bilangan biner dan kerdip layar ponsel, akses blackberry dan piranti bergelombang gaib produksi terkini. kami akrab pula dengan konsultasi peramal nasib di inbox pesan langganan kami. gaya kami industri, jiwa kami rumpun padi. percayalah, kami bangga jadi generasi fotokopi.
apa yang kami konsumsi sebagai sarapan pagi, sepiring informasi dan instalasi instan alur logika kami, adalah gizi yang membuat kami tumbuh lebih bersinar dalam hiruk-pikuk kompetisi. kami gunting gaya hidup dot-com dan kami tempel di balik jas hujan saat kami dihajar hujan tropika yang tak mengerti teknologi, tak faham logika ekonomi.
percayalah, kami masih menilai kualitas intelektual kami dari aroma terasi di sambal kami, udang asli atau rasa imitasi. kami mengerti waktu tak lagi jadi milik kami, ia telah dibeli oleh mesin-mesin otomasi, membuat kami kehilangan pagi, siang, malam-malam kami. lalu, dalam maraton dari simpul ke simpul di kota-kota kami, kami belajar lupa rupa kami sendiri. semakin jauh pula jarak bumi dari telapak kaki kami. percayalah, kami masih mendambakan mantra dan ritual pemanggil manna untuk mengelupas make-up di wajah kami.
dan di tengah tidur kami yang bergerigi, kami payah mengingat kembali apa nama kota kami.
Nota Kota
bahkan selembar bumi yang kami pijak ini bukanlah milik kami. kami cuma menjiplaknya dalam garis-garis vektor, mewarnainya dalam bitmap dan konvensi gambar dan angka. kami pandang dalam jarak dekat dan jauh, dalam skala pengganti jengkal dan depa yang tak kuasa lagi membilang rasa lapar kami akan wilayah dan kuasa. kami tak lagi menanam padi varietas unggul atau jagung yang menjanjikan tongkol semontok pinggul. kami menanam mata uang, membungkus mata kaki, mengubur mata hati.
kami melarutkan diri dalam adonan afrodisiak yang memicu gairah kami: mani! mani! money! setiap hirup udara yang masuk paru-paru kami ialah psikotropika yang diproduksi dari bong-bong sepeda motor, bus kota, pabrik-pabrik, juga panas hati dan sumpah-serapah. lampu merah kuning hijau, tanpa langit biru, tanpa pencipta yang agung, hanya berkedip-kedip bergantian seperti warna-warna daun di peralihan iklim, seperti lampu-lampu neon-box yang mengiklankan rangsangan seksual dan mimpi-mimpi erotis. iklan-iklan partai, iklan-iklan party, kami tancapkan di setiap depa lahan-lahan kami berharap suatu saat dapat menuai rasa kenyang.
kami mencatat diam-diam, siapa tertawa siapa menangis, siapa menertawakan siapa yang menangis. kami mencatat diam-diam, kapan bisa terlepas dari belenggu angka dan garis.
Shopping Mall
yaitu museum tempat kami menyimpan artefak peradaban kami. di sini kami menarikan ritual pemujaan pada dewa-dewi peradaban kami. kami satukan gerak mikrokosmik dalam geliat hasrat kami akan semesta kehidupan: benda-benda yang kami keramatkan, dengan sabda makrosemesta yang mendikte apa yang mesti kami beli. kami beli. kami beli. kami beli. kami beli pepohonan hutan-hutan kami dalam majalah gaya hidup, kami beli mineral bumi kami dalam ambisi berkecepatan tinggi, kami beli raung kebisingan yang menghidupkan senja-senja kami.
yaitu kamar yang hingar untuk pesta topeng kami setiap hari. kostum-kostum yang tak lagi sungguh-sungguh menyiarkan siapa diri, aksesoris penipu lirikan mata dan dengus iri. lihatlah betapa kami betah menari sepanjang hari, menukar keletihan dengan apa saja yang dapat diganti dengan angan-angan kami.
yaitu tempat kami melacurkan kemanusiaan kami.
sebab harga diri, sudah tak mampu lagi kami beli.
Pasar Bringharjo
setiap tetes peluh berniaga dengan harapan dan senyuman sederhana. kadang wajah-wajah tampak terlalu beku sebab udara yang terlalu berat kurang sinar, dan deretan los-los yang terlalu malas menyegarkan diri. bau pewarna batik, bumbu-bumbu dapur, dan lain-lain, dan lain-lain, mengendap seolah kondensasi uap air yang siap menjadi hujan.
mentari di pasar ini terbit sejak satu atau dua dini hari, tanpa bayang-bayang, dan embun belum lagi dilahirkan sebab subuh masih hamil tua. hari-hari mendewasakan diri dalam oksigen yang tipis, asap sigaret dan bau-bauan campur-baur parfum murahan, minyak rambut murahan, make-up murahan, negosiasi murahan, lagu-lagu murahan. lalu, saat matahari mulai lemas kehabisan nafas, malam pun jatuh begitu saja.
dan suara-suara berubah, cuaca berubah, cahaya berubah. bau-bauan tadi masih tertinggal, seperti kenang-kenangan pengingat uap keringat yang terbawa pulang. setiap senja beralih gelap, cerita-cerita yang lain bersiap. babak baru. agak gelap, memang. namun, siapa saja yang merajut kisah Bringharjo setiap hari, telah paham dan mengerti. dini hari dan senja yang mati, adalah kegelapan tempat mereka berjudi dengan nasib. tanpa puisi.
Suburbia
jantung kota kami telah meledak, melesak hingga ke ujung-ujung jemarinya. di ujung-ujung jemari kota kami itu kami menjilati remah-remah di pinggir piring-piring makan kami. berserak, bersebaran ke mana-mana, ke setiap ujung jemari bintang mata angin di ingatan kami akan pelajaran geografi.
jantung kota kami kian kencang berdetak, kian kami tak punya halaman untuk menghirup nafas panjang di malam yang gerah oleh tagihan kerja besok pagi. jantung kota kami kian riuh oleh degup yang semakin rapat frekuensinya, seperti dentam perkusi yang merajam nyaris tak ada sela untuk sepotong melodi atau solo viola atau sekedar jeda.
jantung kota kami kian jauh, dan kami kian menepi kian menenggang jarak agar kami tak pongah dengan langkah kami yang secepat anak panah, agar kami tak lengah dan rengkah tergencet badan-badan mobil berimpit di lampu merah. dan kami kian memanjangkan jarum jam kami agar kami dapat menghitung liter minyak terbakar di tungku sepeda motor kami yang kian lama menyala, kian menipiskan pantat kami saja.
jantung kota kami kian hitam oleh jelaga dari knalpot mesin-mesin kendara kami, oleh rupa-rupa maksiat dan muslihat, oleh malam yang telat mengendap. jantung kota kami kian tersengal, kian sering anfal oleh cuaca nakal atau perhitungan neraca yang gagal.
Program Pembangunan: Penggalian Jalan
maka kami mencoba ingkari setiap kali, kota kami sungguh rajin menyakiti tubuhnya sendiri. inikah akibat diet tak sehat bertahun-tahun, lalu kini panen penyakit dan organ yang malfungsi? jalanan yang berlubang belum lagi ditambal rapi, jalanan yang rapi digali-gali setiap kali. kami coba abai dan menganggap inilah cara kota kami merawat diri: kompromi dengan infus investasi.
masterplan kota kami tanpa rencana. seperti seniman atau penyair setengah jadi: merayakan kemerdekaan setiap hari sebagai topeng kegagalan menaklukkan waktu, menjinakkan diri. lajur jalanan kami yang tepi telah penuh kabel tegangan tinggi dan pipa distribusi air minum kami, kini besi-besi pemotong aspal dan beton mengiris mengelupas lajur tengah, menanaminya dengan serabut optika untuk memanjakan telefon di genggaman kami.
jangan tanyakan kapan kota kami menanam hutan di dada kota, dan taman untuk anak-anak kami bermain bola kasti. kota kami sedang sibuk menanam kabel, pontang-panting menjinakkan kolesterol tubuhnya yang kian tak terkendali.
Mural Kota
gurat-gurat di wajah-wajah gedung dan badan jembatan, di kaki-kaki jalanan yang mengambang, di pintu-pintu gulung rumah pergudangan mewarnai malam-malam dengan persetubuhan lampu-lampu merkuri dan cat-cat kaleng aerosol. gurat-gurat di wajah-wajah di tubuh-tubuh di kaki-kaki kota kami begitu menuarentakan dan meriah menopengkan emosi kami yang apung antara riang dan gamang, antara sedih dan lupa, antara marah dan cinta, antara hitam yang mati dan kelabu dinding semen sekeras hati.
tiba-tiba semua menjadi dinding. semua menjadi dinding. pintu, fondasi, jendela, tiang-tiang, dan genting. semua menjadi dinding. lalu seperti krayon masa kanak-kanak, tiba-tiba warna-warni menuliskan nama-nama salah eja, gambar-gambar muka bermata kelam, kartun-kartun yang pahit, amarah dan ucapan cinta yang bercampur dengan poster sandi iklan aborsi. di dinding-dinding itu. juga wajah-wajah bermunculan dalam lukisan serupa monster dan wayang tradisi. kisah-kisah yang pernah menemani saat-saat menjelang tidur kami.
samar-samar, saat senja meredup dan lampu jalanan mulai menguning, denyut dinding-dinding itu mulai berdegup. hidup. lalu gambar-gambar di mural kota sayup-sayup menembangkan gambuh moral kita.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A. Qorib Hidayatullah
A. Rego S. Ilalang
A. Rodhi Murtadho
A. Syauqi Sumbawi
Abdul Azis Sukarno
Abdul Kadir Ibrahim
Abi N. Bayan
Achiar M Permana
Adib Baroya
Aditya Ardi N
Afrilia
Afrizal Malna
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Alfian Dippahatang
Ali Audah
Ali Mustofa
Alief Mahmudi
Alim Bakhtiar
Allex Qomarulla
Amarzan Loebis
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Syarifuddin
Anash
Andri Awan
Anggrahini KD
Anindita S Thayf
Anisa Ulfah
Anjrah Lelono Broto
Annisa Steviani
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra)
Ardy Suryantoko
Arie Giyarto
Arie MP Tamba
Arif Bagus Prasetyo
Arif Gumantia
Arif Hidayat
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
AS Laksana
Asarpin
Asrul Sani
Baca Puisi
Bahrum Rangkuti
Balada
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni R. Budiman
Beni Setia
Benny Benke
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budi Darma
Bustan Basir Maras
Candra Malik
Candrakirana
Caping
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chicilia Risca
Christine Hakim
Cinta Laura Kiehl
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Darju Prasetya
Deddy Setiawan
Denny JA
Denny Mizhar
Deo Gratias
Dewi Musdalifah
Dhimas Ginanjar
Dian Sukarno
Dian Tri Lestari
Diana AV Sasa
Dien Makmur
Dinar Rahayu
Diskusi
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Yan Masfa
Donny Syofyan
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Edisi Khusus
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Prasetyo
Eko Tunas
Elsa Vilinsia Nasution
Erwin Setia
Ery Mefry
Esai
Evan Ys
F Aziz Manna
F. Budi Hardiman
F. Rahardi
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Foto Andy Buchory
Francisca Christy Rosana
Franz Kafka
Frischa Aswarini
Fritz Senn
Galuh Tulus Utama
Gampang Prawoto
Gde Artawan
Gendhotwukir
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Gusti Eka
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hamsad Rangkuti
Hamzah Sahal
Hardy Hermawan
Hari Purwiati
Hario Pamungkas
Haris del Hakim
Hasan Aspahani
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hendri R.H
Hendri Yetus Siswono
Herie Purwanto
Herry Lamongan
Heru Kurniawan
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I. B. Putera Manuaba
IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah)
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Fitri
Ignas Kleden
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imammuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indira Permanasari
Indonesia O’Galelano
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Inung As
Isbedy Stiawan ZS
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwan Simatupang
Jajang R Kawentar
Jalaluddin Rakhmat
James Joyce
Jean-Paul Sartre
Jember Gemar Membaca
JJ. Kusni
Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng
Joko Pinurbo
Jordaidan Rizsyah
Joyo Juwoto
Jual Buku Paket Hemat
K. Usman
Kadek Suartaya
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khairul Mufid Jr
Khanif
Khoirul Abidin
Ki Ompong Sudarsono
Kiki Astrea
Kitab Para Malaikat
Koh Young Hun
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela)
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Kritik Sastra
Kumpulan Cerita Buntak
Kurnia Effendi
Kuswaidi Syafi’ie
L.K. Ara
Lan Fang
Launching dan Bedah Buku
Lawi Ibung
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Literasi
Liza Wahyuninto
Lukas Luwarso
Lukman Santoso Az
M. Abror Rosyidin
M. Adnan Amal
M. Faizi
M. Lutfi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahardini Nur Afifah
Mahendra Cipta
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mansur Muhammad
Marcellus Nur Basah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Marsel Robot
Marulam Tumanggor
Mas Garendi
Mashuri
Masuki M. Astro
Matdon
Matroni Muserang
MG. Sungatno
Moh. Husen
Mohamad Sobary
Mohammad Sadam Husaen
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Multazam
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Murnierida Pram
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Neli Triana
NH Dini
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nissa Rengganis
Noor H. Dee
Novel John Halmahera
Nurel Javissyarqi
Nuryana Asmaudi
Omah Sastra Ahmad Tohari
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pagelaran Musim Tandur
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Profil MA Matholi'ul Anwar
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Pustaka LaBRAK
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat HM
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Resensi
Ribut Wijoto
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Riri Satria
Rodli TL
Ronggeng Dukuh Paruk
Ronny Agustinus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saini KM
Sainul Hermawan
Sajak
Sanggar Pasir
Sanggar Pasir Art and Culture
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sasti Gotama
Sastra dan Kuasa Simbolik
Sastra Lamongan
Sastra-Indonesia.com
Sastri Sunarti
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSAstra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seputar Sastra Semesta
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siwi Dwi Saputro
Soeparno S. Adhy
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Subagio Sastrowardoyo
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syaifuddin Gani
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater Ilat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Titi Aoska
Tjahjono Widijanto
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Topik Mulyana
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Ulysses
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Universitas Indonesia
Universitas Negeri Jember
Untung Wahyudi
Veronika Ninik
Viddy A.D. Daery
W.S. Rendra
Wage Daksinarga
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Widie Nurmahmudy
Wildan Ibnu Walid
Windi Erica Sari
Wisran Hadi
Y Alprianti
Y. Thendra BP
Yanusa Nugroho
Yasunari Kawabata
Yeni Mulyani
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Zainuddin Sugendal
Zainuri
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zumro As-Sa'adah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar