Kamis, 19 Maret 2020

Sajak-Sajak TS Pinang

jurnalnasional.com
Metropolesan

percayalah, kami masih menghitung musim dari sudut rasi-rasi bintang di langit-langit malam. kami panggil dan usir hujan dengan dupa dan kembang-kembang agar konser band pop paling sohor di seluruh bumi tak terganggu langit yang bocor. percayalah, kami telah akrab dengan bilangan biner dan kerdip layar ponsel, akses blackberry dan piranti bergelombang gaib produksi terkini. kami akrab pula dengan konsultasi peramal nasib di inbox pesan langganan kami. gaya kami industri, jiwa kami rumpun padi. percayalah, kami bangga jadi generasi fotokopi.
apa yang kami konsumsi sebagai sarapan pagi, sepiring informasi dan instalasi instan alur logika kami, adalah gizi yang membuat kami tumbuh lebih bersinar dalam hiruk-pikuk kompetisi. kami gunting gaya hidup dot-com dan kami tempel di balik jas hujan saat kami dihajar hujan tropika yang tak mengerti teknologi, tak faham logika ekonomi.

percayalah, kami masih menilai kualitas intelektual kami dari aroma terasi di sambal kami, udang asli atau rasa imitasi. kami mengerti waktu tak lagi jadi milik kami, ia telah dibeli oleh mesin-mesin otomasi, membuat kami kehilangan pagi, siang, malam-malam kami. lalu, dalam maraton dari simpul ke simpul di kota-kota kami, kami belajar lupa rupa kami sendiri. semakin jauh pula jarak bumi dari telapak kaki kami. percayalah, kami masih mendambakan mantra dan ritual pemanggil manna untuk mengelupas make-up di wajah kami.

dan di tengah tidur kami yang bergerigi, kami payah mengingat kembali apa nama kota kami.



Nota Kota

bahkan selembar bumi yang kami pijak ini bukanlah milik kami. kami cuma menjiplaknya dalam garis-garis vektor, mewarnainya dalam bitmap dan konvensi gambar dan angka. kami pandang dalam jarak dekat dan jauh, dalam skala pengganti jengkal dan depa yang tak kuasa lagi membilang rasa lapar kami akan wilayah dan kuasa. kami tak lagi menanam padi varietas unggul atau jagung yang menjanjikan tongkol semontok pinggul. kami menanam mata uang, membungkus mata kaki, mengubur mata hati.

kami melarutkan diri dalam adonan afrodisiak yang memicu gairah kami: mani! mani! money! setiap hirup udara yang masuk paru-paru kami ialah psikotropika yang diproduksi dari bong-bong sepeda motor, bus kota, pabrik-pabrik, juga panas hati dan sumpah-serapah. lampu merah kuning hijau, tanpa langit biru, tanpa pencipta yang agung, hanya berkedip-kedip bergantian seperti warna-warna daun di peralihan iklim, seperti lampu-lampu neon-box yang mengiklankan rangsangan seksual dan mimpi-mimpi erotis. iklan-iklan partai, iklan-iklan party, kami tancapkan di setiap depa lahan-lahan kami berharap suatu saat dapat menuai rasa kenyang.

kami mencatat diam-diam, siapa tertawa siapa menangis, siapa menertawakan siapa yang menangis. kami mencatat diam-diam, kapan bisa terlepas dari belenggu angka dan garis.



Shopping Mall

yaitu museum tempat kami menyimpan artefak peradaban kami. di sini kami menarikan ritual pemujaan pada dewa-dewi peradaban kami. kami satukan gerak mikrokosmik dalam geliat hasrat kami akan semesta kehidupan: benda-benda yang kami keramatkan, dengan sabda makrosemesta yang mendikte apa yang mesti kami beli. kami beli. kami beli. kami beli. kami beli pepohonan hutan-hutan kami dalam majalah gaya hidup, kami beli mineral bumi kami dalam ambisi berkecepatan tinggi, kami beli raung kebisingan yang menghidupkan senja-senja kami.

yaitu kamar yang hingar untuk pesta topeng kami setiap hari. kostum-kostum yang tak lagi sungguh-sungguh menyiarkan siapa diri, aksesoris penipu lirikan mata dan dengus iri. lihatlah betapa kami betah menari sepanjang hari, menukar keletihan dengan apa saja yang dapat diganti dengan angan-angan kami.
yaitu tempat kami melacurkan kemanusiaan kami.
sebab harga diri, sudah tak mampu lagi kami beli.



Pasar Bringharjo

setiap tetes peluh berniaga dengan harapan dan senyuman sederhana. kadang wajah-wajah tampak terlalu beku sebab udara yang terlalu berat kurang sinar, dan deretan los-los yang terlalu malas menyegarkan diri. bau pewarna batik, bumbu-bumbu dapur, dan lain-lain, dan lain-lain, mengendap seolah kondensasi uap air yang siap menjadi hujan.

mentari di pasar ini terbit sejak satu atau dua dini hari, tanpa bayang-bayang, dan embun belum lagi dilahirkan sebab subuh masih hamil tua. hari-hari mendewasakan diri dalam oksigen yang tipis, asap sigaret dan bau-bauan campur-baur parfum murahan, minyak rambut murahan, make-up murahan, negosiasi murahan, lagu-lagu murahan. lalu, saat matahari mulai lemas kehabisan nafas, malam pun jatuh begitu saja.

dan suara-suara berubah, cuaca berubah, cahaya berubah. bau-bauan tadi masih tertinggal, seperti kenang-kenangan pengingat uap keringat yang terbawa pulang. setiap senja beralih gelap, cerita-cerita yang lain bersiap. babak baru. agak gelap, memang. namun, siapa saja yang merajut kisah Bringharjo setiap hari, telah paham dan mengerti. dini hari dan senja yang mati, adalah kegelapan tempat mereka berjudi dengan nasib. tanpa puisi.



Suburbia

jantung kota kami telah meledak, melesak hingga ke ujung-ujung jemarinya. di ujung-ujung jemari kota kami itu kami menjilati remah-remah di pinggir piring-piring makan kami. berserak, bersebaran ke mana-mana, ke setiap ujung jemari bintang mata angin di ingatan kami akan pelajaran geografi.

jantung kota kami kian kencang berdetak, kian kami tak punya halaman untuk menghirup nafas panjang di malam yang gerah oleh tagihan kerja besok pagi. jantung kota kami kian riuh oleh degup yang semakin rapat frekuensinya, seperti dentam perkusi yang merajam nyaris tak ada sela untuk sepotong melodi atau solo viola atau sekedar jeda.

jantung kota kami kian jauh, dan kami kian menepi kian menenggang jarak agar kami tak pongah dengan langkah kami yang secepat anak panah, agar kami tak lengah dan rengkah tergencet badan-badan mobil berimpit di lampu merah. dan kami kian memanjangkan jarum jam kami agar kami dapat menghitung liter minyak terbakar di tungku sepeda motor kami yang kian lama menyala, kian menipiskan pantat kami saja.

jantung kota kami kian hitam oleh jelaga dari knalpot mesin-mesin kendara kami, oleh rupa-rupa maksiat dan muslihat, oleh malam yang telat mengendap. jantung kota kami kian tersengal, kian sering anfal oleh cuaca nakal atau perhitungan neraca yang gagal.



Program Pembangunan: Penggalian Jalan

maka kami mencoba ingkari setiap kali, kota kami sungguh rajin menyakiti tubuhnya sendiri. inikah akibat diet tak sehat bertahun-tahun, lalu kini panen penyakit dan organ yang malfungsi? jalanan yang berlubang belum lagi ditambal rapi, jalanan yang rapi digali-gali setiap kali. kami coba abai dan menganggap inilah cara kota kami merawat diri: kompromi dengan infus investasi.

masterplan kota kami tanpa rencana. seperti seniman atau penyair setengah jadi: merayakan kemerdekaan setiap hari sebagai topeng kegagalan menaklukkan waktu, menjinakkan diri. lajur jalanan kami yang tepi telah penuh kabel tegangan tinggi dan pipa distribusi air minum kami, kini besi-besi pemotong aspal dan beton mengiris mengelupas lajur tengah, menanaminya dengan serabut optika untuk memanjakan telefon di genggaman kami.

jangan tanyakan kapan kota kami menanam hutan di dada kota, dan taman untuk anak-anak kami bermain bola kasti. kota kami sedang sibuk menanam kabel, pontang-panting menjinakkan kolesterol tubuhnya yang kian tak terkendali.



Mural Kota

gurat-gurat di wajah-wajah gedung dan badan jembatan, di kaki-kaki jalanan yang mengambang, di pintu-pintu gulung rumah pergudangan mewarnai malam-malam dengan persetubuhan lampu-lampu merkuri dan cat-cat kaleng aerosol. gurat-gurat di wajah-wajah di tubuh-tubuh di kaki-kaki kota kami begitu menuarentakan dan meriah menopengkan emosi kami yang apung antara riang dan gamang, antara sedih dan lupa, antara marah dan cinta, antara hitam yang mati dan kelabu dinding semen sekeras hati.

tiba-tiba semua menjadi dinding. semua menjadi dinding. pintu, fondasi, jendela, tiang-tiang, dan genting. semua menjadi dinding. lalu seperti krayon masa kanak-kanak, tiba-tiba warna-warni menuliskan nama-nama salah eja, gambar-gambar muka bermata kelam, kartun-kartun yang pahit, amarah dan ucapan cinta yang bercampur dengan poster sandi iklan aborsi. di dinding-dinding itu. juga wajah-wajah bermunculan dalam lukisan serupa monster dan wayang tradisi. kisah-kisah yang pernah menemani saat-saat menjelang tidur kami.

samar-samar, saat senja meredup dan lampu jalanan mulai menguning, denyut dinding-dinding itu mulai berdegup. hidup. lalu gambar-gambar di mural kota sayup-sayup menembangkan gambuh moral kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah