Sewaktu kecil, aku tak kepikiran
memiliki cita-cita. Selain setiap
hari aku membantu ayah menjaga
kesehatan sapi-sapi. Aku tak pernah
merasa sepi saat itu. Setelah sapi-sapi
dijual—aku tak tahu harus menyibukkan
apa lagi. Ayahku ditangkap polisi
enam jam kemudian setelah ketahuan mencuri.
Hasil curian ayahku, kutahu demi
kebutuhan sekolahku. Sejak itu,
dadaku bergolak melihat ayahku
dipaksa-paksa dan sedikit gerakan
yang mirip kungfu, istilah yang
sering diperdengarkan temanku
saat bercanda ingin memukulku.
Kini, bertahun-tahun kemudian,
ayahku pulang dengan kesedihan
ke pangkuan-Nya dan sudah pasti sekarang
aku terus berjuang memenuhi
semaksimal mungkin utang budiku
kepada paman dan tanteku
yang sukses di perantauan.
Tapi hari ini aku merasa bersalah
tak bisa berbuat apa-apa.
Mereka ditangkap karena 143,5 ton
daging sapi impor disita
Bea cukai Tanjung Priok
sebelum menuju lokasi tempat
paman dan tanteku mengembangkan usahanya.
Dari sanalah aku dikasihani
dan meraih cita-cita jadi pelayan keamanan
bukan dituduh memuluskan
kenyamanan masyarakat tertentu.
Porsi
Jika ada satu porsi sayur yang dibuat ibu
lain dari biasanya, maka ia
akan bilang kepadaku,
“Coba dulu nak. Jangan langsung
bilang tidak suka,”
Selalu begitu.
Tidak hanya masakan.
Dalam hal lain, kalimat ibu
selalu mengarahkanku,
kurang lebih begini motivasiku,
“Jangan putuskan dulu dari bentuk luarnya
sebelum memeriksa hawa dalamnya.”
Ah, ibu memang peta pengetahuan.
Menjamu Tamu
Ibu tak akan membiarkan teman-temanku
yang datang berkunjung ke rumah
pulang sebelum makan nasi.
Kata ibu, taka da gunanya pandai memasak
jika hanya orang rumah yang mencobanya.
Orang lain penentu kelezatan untuk
membenahi racikan masakan selanjutnya.
Ibu selalu senang jika ruang tamu ramai.
Ibu tak ingin rumah sepi dan jika itu terjadi,
ibu akan membuat acara makan-makan.
Kata ibu lagi, suatu malam sebelum
dirinya berpesan kepadaku mencari isteri yang pandai
masak.
Ia melihat perempuan berpakaian putih
datang menjemputnya membawa sendok dan garpu.
Ibu telah menjadi ibu rumah tangga sejati.
Cerita Seru
1. Ibu bertanggung jawab dengan kebutuhan gizi dan
makanan keluarga.
2. Di luar rumah, ayah biasa memesan makanan yang
kurang lebih sama enaknya
yang dimasak oleh ibu.
3. Masakan berlemak biasa disajikan ibu dan selalu ada
buah-buahan di meja makan.
4. Lidah ayah, lidah yang pas dengan masakan rumah.
5. Sehari-hari lantai dapur selalu kotor oleh sisa irisan
sayur.
6. Ayahku, Bugis yang tak malu mengupas wortel dan
bawang putih.
7. Kepandaian ibu bisa diukur saat melihat hasil kreasi
masakannya.
8. Di halaman belakang rumah banyak ditumbuhi lada,
ayah sangat menikmati makanan
jika pedas.
9. Sayur bayam bening sering dibuat ibu.
10. Ayah akan berupaya minum secukupnya sebelum
makan dan minum sebanyak-banyaknya setelah
melahap masakan lezat ibu.
11. Ibu tak bosan-bosan memasak masakan sehari-hari
yang populer disukai orang.
Dari wortel, kol, dan lainnya yang memberi vitamin
yang bagus pada tubuh.
12. Teman-teman bisa melanjutkan cerita seru tentang
pengalaman mencicipi masakan rumah dari bagian
mana saja.
*) Alfian Dippahatang lahir di Bulukumba, Sulawesi Selatan, 3 Desember 1994. Tidak selesai di Sastra Indonesia Universitas Negeri Makassar dan melanjutkannya di Sastra Indonesia Univeristas Hasanuddin. Belajar sastra di Komunitas Lego-Lego dan Katakerja. Puisinya banyak tersebar di pelbagai media massa dan antologi bersama. Kumpulan puisinya: Semangkuk Lidah (2016) dan Dapur Ajaib (2017).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar