Senin, 18 Mei 2020

Membincangkan Kiai-nya Taufiq Wr. Hidayat

Fatah Yasin Noor

Aku heran, kenapa selalu Kiai Sutara? Perbincangan jadi berkepanjangan, seolah tanpa akhir. Seperti sumur tanpa dasar. Terhadap sesuatu yang paling esensial, justru disembunyikannya. Ialah perihal sesosok perempuan perkasa, seorang ibu sejati yang melahirkannya. Tapi, aku maklum, memperbincangkan Kiai Sutara terasa ringan, dan renyah untuk memenuhi hasrat intelektualitas. Seperti makan kerupuk precet ikan Muncar. Sebuah kehausan rasio, sebagai tantangan hidup yang harus melupakan kesedihan.

Kita pastilah banyak kehilangan kata-kata untuk bisa mengungkapkan cinta yang sungguh-sungguh. Cinta yang keras kepala. Sanggup dilakukan hanya oleh manusia, tidak makhluk Tuhan yang lain. Lidah terasa kelu untuk mampu bicara tentang kesedihan yang benar-benar sedih. Tak ada, kata-kata yang tepat bisa mewakili perasaan. Anak yang baik wajar bersikap demikian. Mengisahkan pengorbanan ibu tak selincah mengisahkan sepak terjang Kiai Sutara. Kesadaran anak kepada ibu, lebih di atas dari sendiko dawuh. Kita tak membutuhkan kata-kata, tapi tindakan. Sebuah kesadaran, dan keinsyafan. Sebuah ritual ajeg dengan damar kambang serta doa-doa. Masa yang sudah lampau menjadi pelajaran. Menyenangkan hati ibu, tak bisa lagi dilakukan dengan cara menggerojokinya dengan uang, atau harta benda. Ibu, sudah tidak membutuhkan itu.

Butuh waktu yang tidak sedikit, andai ada niatan menulis perihal perempuan perkasa itu. Tulisan mendalam sekaligus menyentuh. Tapi itu sulit, sulit sekali. Sesulit kita untuk bisa berendah hati, saat berhadapan dengan penguasa yang angkuh dan sombong. Kita bisa saja membungkuk, mengangguk-angguk sambil tersenyum. Namun kita tahu itu hanya pasemon, sikap satir yang harus dibaca sebagai penolakan. Nggih-nggih ning ora kepanggih.

Di mataku, Kiai Sutara ialah laki-laki sepuh yang hidup sebagaimana manusia pada umumnya. (semoga beliau tidak membaca tulisanku ini). Adalah seperti percuma, kita membicarakannya. Dibicarakan maupun tidak dibicarakan, ia tetap Kiai Sutara: tak berpengaruh apa-apa. Secara jasmaniah, Kiai Sutara masih berjalan di bumi. Namun kita tahu, Kiai Sutara selalu melesat ke langit tak terjangkau. Mata kita, tidak mampu menembus jiwanya. Ketika Taufiq Wr. Hidayat sering membicarakannya, aku yakin Kiai Sutara tetap nyetel radio transistornya. Mencari berita BBC London. Aku sudah tahu tanggapannya, pasti ia akan nyeletuk “ngomong opo ae koen Fiq, tak sawat asbak cangkemmu nyonyor!”

Kiai Sutara, tinggal di sudut kampung yang tidak begitu ramai. Lingkungan pedesaan di tanah yang subur. Pohonan tumbuh rimbun, apalagi di musim hujan. Di situ orang tak susah mencari rumput untuk kambing dan sapi. Pategalan yang luas, rumput, dan ramban aneka jenis tanaman perdu membelukar, di bawah pohon kelapa serta sengon. Sungai terus mengalir, mata air kecil muncrat di sejumlah tepian sungai. Sawah membentang seluas mata memandang. Semuanya, membiru di mata orang Madura.

Kalau Anda penasaran dengan sosok Kiai Sutara, bisa tanya ke Taufiq Wr. Hidayat. Meskipun Fiq sendiri akan kerepotan menjelaskan. Yang jelas, beliau tinggal di Banyuwangi. Banyuwangi ijo royo-royo di masa bupatinya perempuan. Sejak tiang-tiang listrik terpancang di pinggir jalan masuk ke desa awal tahun 1990-an, sejumlah penduduknya memiliki televisi. Tapi, kulkas yang dibeli sebelum listrik masuk ke desa, tetap berfungsi sebagai lemari pakaian, yang ditempatkan sedemikian rupa, tampak dari ruang tamu. Perlahan tapi pasti, penduduk desa itu akhirnya tahu padukuhannya masuk wilayah Indonesia. Kiai Sutara tinggal di situ. Tapi saya tak tahu apakah Kiai Sutara asli penduduk padukuhan tersebut. Saya tak yakin. Sebab Kiai Sutara pernah bercerita, bahwa dulu hanya ada tiga rumah di desa itu. Rumah orang tuanya, dan rumah dua pamannya. Perkembangan penduduk di desa itu sangat lambat. Jauh dari jalan besar. Hanya ada gubuk-gubuk sebagai rumah sementara para magersari. Buruh tani yang dibayar untuk menjaga kebun.

Tapi, kita tahu ada tangan-tangan gaib yang bekerja. Tak kelihatan secara kasat mata. Tangan-tangan Tuhan yang membentuk pengetahuan Kiai Sutara. Kiai yang ditakdirkan gemar tafakur. Suka bertapa, tapi tidak brata. Kiai yang ramah, suka tersenyum itu, hanya bisa marah kepada santrinya, Fiq yang menurut kaca mata Kiai adalah santri tolol. Santri yang suka menanyakan sesuatu masalah agama, yang bermasalah.
***

18 Mei 2020
http://sastra-indonesia.com/2020/05/membincangkan-kiai-nya-taufiq-wr-hidayat/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah