Minggu, 02 Agustus 2020

Arah Perkembangan Kritik (Kajian) Sastra

Aprinus Salam *
kr.co.id

Beberapa kalangan menggelisahkan arah perkembangan kritik sastra. Kegelisahan tersebut antara lain disebabkan kritik sastra dianggap tidak mampu mengakomodasi perkembangan karya sastra. Kegelisahan itu juga disebabkan karena saat ini tidak ada kritikus sastra seberwibawa HB Jassin. Di samping itu, kritik sastra dianggap tidak mampu menjelaskan arah perkembangan karya sastra, yang kita tahu, akhir-akhir ini karya sastra terbit dengan cara yang cepat dan sangat beragam. 

Terdapat beberapa hal yang perlu diletakkan dalam porsi persoalan yang lebih pas. Pertama, apa yang sebenarnya terjadi dalam perkembangan studi-studi sastra. Kedua, mengapa kewibawaan kritik sastra model HB Jassin sekarang tidak berkembang. Ketiga, bagaimana studi sastra melihat arah perkembangan karya sastra.

Hingga tahun 1970-an, bahkan hingga tahun 1980-an, istilah dan konsep kritik sastra memang masih sangat populer. Istilah dan konsep itu dimaksudkan sebagai satu telaah yang berkaitan dengan "analisis-analisis intrinsik" berkaitan dengan penjelasan struktur karya, dan kemudian diikuti semacam penghakiman tentang "kualitas estetis" karya sastra bersangkutan.

Pada umumnya, teori yang cukup dominan pada waktu-waktu itu adalah teori-teori struktural, dalam berbagai versinya, sehingga mutu estetis perkembangan karya sastra dapat dilacak dan diketahui. HB Jassin, dan beberapa pengikutnya, ada dalam koridor kritik sastra ini.

Akan tetapi, kelemahan umum kritik sastra semacam itu adalah bahwa karya sastra dilepaskan dari konteks sosial masyarakatnya. Itulah sebabnya, banyak kajian sastra pada waktu itu seolah asyik dengan dirinya sendiri. Memang, mungkin kajian seperti itu berguna bagi para sastrawan dalam mengembangkan teknik-teknik penulisan karya sastra. Akan tetapi, belum tentu berguna bagi masyarakat.

Tentu HB Jassin memang kritikus sastra besar. Hal itu bukan saja karena beliau sangat tekun dan menulis banyak kritik sastra, tetapi karya sastra pada waktu HB Jassin berkiprah tidak banyak seperti sekarang. Dan lagi, HB Jassin pada waktu itu berdiri sebagai "pusat" ketika proses perkembangan teknologi penerbitan tidak seperti sekarang. Hampir seluruh sastrawan Indonesia mengirimkan karya ke HB Jassin dan menunggu "baptis pusat" untuk mendapatkan legitimasi kepenyairan atau kesastrawanan seseorang. 

Pada tahun 1990-an, karena perkembangan teknologi dan globalisasi, juga wacana desentralisasi dan demokratisasi mulai menguat, maka ?kegunaan pusat? mulai diragukan dan dianggap tidak penting. Maka mulai banyak sastrawan dan penyair tidak merasa perlu mendapatkan legitimasi dari pusat, dan kritik sastra HB Jassin pun mulai tidak diperlukan. Setiap orang bisa dan dapat menerbitkan karyanya tanpa harus mendapatkan kritik model HB Jassin. Bukan saja para sastrawan dan penyair juga mulai "risih" jika dihakimi tentang mutu karyanya, tetapi memang terdapat pergeseran tentang asumsi karya sastra itu sendiri.

Senyampang dalam perubahan di atas, orientasi studi sastra sudah lebih dahulu mengalami pergeseran. Hingga tahun 1980-an awal kajian-kajian sastra masih didominasi studi-studi bernuansa kritik ala HB Jassin. Juga pernah muncul polemik antara kritik sastra akademis dan kritik sastra nonakademis. Kritik sastra model HB Jassin, walaupun sangat dekat dengan teori struktural intirinsik, dianggap mewakili kritik berupa analisis-analisis kesan tanpa pretensi dan pertanggungjawaban akademis. Cara kerja seperti itu mulai diragukan kadar keilmiahannya.

Dalam perkembangan sosial, ekonomi, dan politik yang mengharu biru, banyak ahli sastra menjadi inferior dibanding ahli politik, ahli ekonomi, bahkan ahli olahraga dan kecantikan. Hal itu terjadi karena ahli sastra dengan bawaan struktural intrinsik seolah mengasingkan diri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karya sastra ditempatkan bukan sebagai data sosial, politik, ekonomi atau data tentang persoalan ketimpangan gender, masalah kebudayaan, dan sebagainya. Sastra dilihat sebagai persoalan sastra itu sendiri.

Hal penting yang ingin disampaikan adalah bahwa studi-studi sastra mulai mengalami pergeseran dari dominasi teori struktural ke teori-teori semiotik, sosiologi sastra, resepsi, feminisme, wacana, poskolonial, posstrukturalisme atau posmodernisme, dan sebagainya, yang setiap teori secara keseluruhan menempatkan sastra sebagai persoalan dan teks sosial. Teori-teori sastra itu juga tidak lagi menghakimi mutu karya, tetapi menempatkan karya sastra sebagai data, dokumen, atau monumen sosial. Secara dialektis karya sastra ditempatkan dan difungsikan dalam konteks sosial masyarakatnya. Dalam konteks itu, praksis kritik (yang menghakimi) semakin tidak dipakai. Studi atau kajian sastra menjadi lebih terintegrasi dengan kajian-kajian sosial, politik, dan budaya.

Sekarang, kajian seperti itu tentu sudah cukup banyak. Masalahnya memang tidak seluruh karya sastra (baik novel, puisi, cerpen, maupun naskah drama) dapat dikaji. Pertama, terdapat beberapa pertimbangan akademis mengapa sebuah karya sastra harus diteliti. Sebagai satu penelitian kualitatif, tidak seluruh karya sastra harus diteliti, apalagi jika karya tertentu memperlihatkan kecenderungan yang sama dengan karya yang lain. Itulah sebabnya, terdapat kategori chicklit dan atau teenlit, untuk satu kategori kecenderungan. Untuk meneliti kecenderungan teenlit atau chicklit, tidak seluruh novel dalam kategori itu diteliti karena tentu jumlahnya ratusan.

Kedua, setiap kajian memberikan kesimpulan sendiri-sendiri yang berbeda sesuai dalam koridor dan paradigma teoretis kajian bersangkutan. Akan tetapi, hal yang perlu dipahami adalah bahwa kecenderungan teoretik kajian menempatkan karya sastra sebagai bagian yang terintegrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Teks sastra ditempatkan sebagai "informan", sebagai "tanda-tanda sosial" yang ditinjau secara bolak balik, baik berdasarkan karya sastra melihat masyarakat, atau sebaliknya, melihat masyarakat berdasarkan karya sastra.

Ketiga, di fakultas-fakultas yang memiliki Program Studi Sastra Indonesia hingga kini masih secara konstan melakukan penelitian dan kajian sastra khususnya untuk skripsi dan tesis. Secara reguler juga ada pertemuan ilmiah sastra, baik HISKI (Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia) atau PIBSI (Pertemuan Ilmiah Bahasa dan Sastra Indonesia), yang membicarakan perkembangan sastra dari berbagai sisi. Berdasarkan itu, karya-karya sastra paling mutakhir pun, jika dianggap perlu, akan mendapat perhatian untuk dijadikan skripsi, tesis, atau paper-paper. Novel atau teks-teks seperti Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Laskar Pelangi, atau Edensor sudah mendapat perhatian dan mulai dikaji untuk dijadikan skripsi atau tesis. 

Persoalannya, memang tidak seluruh skripsi, tesis, atau paper-paper memberikan kajian yang kuat dan memadai. Kecenderungan skripsi, tesis, atau paper untuk terjebak dalam stereotip merupakan penyakit akademis yang sulit diatasi. Cukup banyak skripsi atau tesis dikerjakan oleh mereka yang malas berpikir dan bekerja keras. Ada beberapa persoalan dalam kasus ini. Pertama, calon ahli atau sarjana sastra pada mulanya tidak menempatkan pilihan sebagai ahli sastra sebagai pilihan utama. Hal itu menyebabkan SDM yang mempelajari sastra bukan berdasarkan motif yang kuat.

Hal itu disebabkan, kedua, hingga hari ini menjadi ahli sastra belum menjadi profesi yang menjanjikan dibanding ahli politik, ekonomi, atau sosial. Akan tetapi, mengingat terjadi beberapa pergeseran teoretis tersebut, sangat mungkin pada waktu-waktu yang akan datang, akan muncul ahli sastra yang bisa menjelaskan problem dan arah perkembangan masyarakat, negara, dan bangsa ini, dan sastra itu sendiri, dengan melihat karya sastra sebagai data, dokumen, atau monumen sosial.

*) Dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah