BUKAN BINATANG PEMBANGUN SARANG
aku bukan binatang pembangun sarang
hingga selalu menemu kebebasan yang merdeka
kala istirah atau mengembara
tanpa tergantung kepada rumah dan kandang
aku bukan binatang pembangun sarang
maka biarkan orang-orang terusir dari mukimnya
di desa, di kota bahkan di gaza
yang kau perlu cuma, lihatlah diriku
menitip keturunan di berbagai sarang
membuang sejarah dan masa depan
sebagaimana mendepak kecengengan
bercerai dari ketergantungan
sambil mengusir kebersamaan
dan meyakini diri sebagai pusat pemujaan
aku bukan binatang pembangun sarang
berbeda dengan kamu
yang mengaung-agungkan kemapanan
kehidupan yang sempurna dengan papan hunian
simbol kemewahan berkeluarga, bernegara
yang kadang mengkhianati
kebebasan diri yang mandiri
menggerogoti keliaran
yang kadang lebih menemu makna
dalam hidup sejati!
pelangi-mojosongo, solo 2009
HIDUP KAMI MILIK SIAPA
hidup kami, milik siapa?
sebagai petani, kami tlah lama
dihabisi hama dan pupuk kimia
juga hujan yang bertamu di sawah ladang
enggan pulang, bermalam hingga berbulan-bulan
sementara real esteat dan jalan layang
memamah para tanah.
sebagai nelayan, kami serupa gelepar ikan
yang dilempar ke daratan
sebab limbah dan undang-undang tlah menjajah lautan
bersama badai dan gelombang pasang
mereka merampok nafkah anak istri
mengabutkan pandangan ke masa depan
mengaburkan jejak di belakang.
hidup kami, milik siapa?
kenapa sulit sekali untuk mandiri dan merdeka
di negri yang rimbun lautan dan sawah ladang?
pelangi mojosong, solo maret 2008
SAJAK BUSUK
sajakku,
sajak yang kau bilang busuk dan usang
tak kan pernah mau telanjang memamerkan kemaluan
seperti dirimu yang kadang pulang
sesekali ingat rumah dan jalan, namun lupa dimana
celana dalam dan kaus kutang kau tanggalkan
usai begadang semalaman
mengeja hidup baru yang gagal kau temu
hakekat makna kesejatian
sajakku,
sajak yang kau bilang gampang dibilang
lantaran busuk dan usang
meski jauh kemana berlayar
mengembang ilmu mengasah akal pikiran
tak kan pernah menyerah
pasrah kepada gelombang kehidupan yang bagai bah
dialiri barang produksi
dari yang usang, busuk hingga keluaran terkini.
sajakku,
sajak yang tak pernah kau hitung dalam bilangan
tak kau sadari luput dari pengamatan
ia bergerilya di mana-mana
desa, hutan dan pegunungan
menyembul dari palung, selat dan lautan
menjelma pedagang yang menguasai pasar di kota
petani dan nelayan yang memasok kebutuhan hidupmu sehari-hari
menjadi napas buruh dan kuli
malih rupa smangat kala berhadapan dengan kedholiman rejim industri
yang mengadopsi hukum busuk dan usang
; penjajahan!
sajakku,
sajak yang gampang kau bilang
tak kan pernah busuk dan usang
meski kau hadang dari jaman ke jaman!
pelangi-mojosongo, solo 2008
TENTANG KITA
luka di muka dan sekujur tubuh
akankah berkurang di masa datang
atawa njelma daging dan anggota badan
tak bisa beda dari kaki dan tangan,
merupa aliran darah, nadi dan syaraf otak
yang enggan pisah dari sukma?
sedang hingga musim terakhir
kita tak jua paham
apa yang bisa dibaca dari lapar dahaga
ramalan cuaca dan bencana
yang selalu bertamu tanpa terduga
kapan datang, kapan kembara
padahal semua ada saatnya
burung-burung ke sarang atau mengembara
angin bertiup ke barat atau berbelok ke utara
pohonan menyecap hara atau berhenti bicara
semua ada saatnya,
menjadi tanda, menjelma makna!
(juga kanak-kanak yang lalu berbenah
usai lelap istirah)
akan tetapi,
luka di muka dan sekujur tubuh kita
tak pernah mau bicara
sebagai kekalahan yang luruh
atau sekedar alur peluh
juga tak pernah cerita
tentang kelemahan kita
manusia yang fana
pelangi-mojosongo, solo 2009
http://sastra-indonesia.com/2009/04/puisi-puisi-sosiawan-leak-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar