berbagi-mimpi.info, 27 Agu 2007
Pada hari Sabtu kemarin saya bertemu seorang penyair muda di Malang, Ragil Sukriwul namanya. Sebelum berpisah dari pertemuan itu, dia memberi saya sebuah buku mungil yang hasil cetaknya manis, judulnya “Kepada Mereka yang Katanya Dekat Dengan Tuhan”. Ada satu tagline yang mencolok sekali: “Generasi Mutakhir Penyair Jawa Timur”. Nah, memang buku ini adalah kumpulan puisi-puisi penyair “gres” Jawa Timur. Selama ini kita mendengar nama-nama penyair MUDA Jawa Timur yang antara lain adalah: Tengsoe Tjahjono, S. Yoga, W. Haryanto, Indra Tjahjadi, Tjahjono Widjianto dan Tjahjono Widarmanto, Mardi Luhung, dsb. Nah, yang barusan diberikan Ragil ke saya kemarin adalah penyair “mutakhir” Jawa Timur. Ya, bisa dibilang adiknya penyair “muda” Jawa Timur.
Ini adalah sesuatu yang layak dirayakan, mengingat sudah sangat jarang kita mendapatkan buku karya orang-orang yang “menjalani sastra” di Jawa Timur yang diterbitkan di Jawa Timur, oleh penerbit Jawa Timur, dengan MENCOBA mengusung ke-Jawa Timur-an (semoga saya tidak terdengar sok tahu). Tidak ada memang yang bisa dibilang ide tunggal bin benang merah alias trademark untuk puisi-puisi dalam kumpulan ini. Ada yang bicara tentang puisi (Sebab Puisi Bukan Upah, Iling-iling), tentang alam, (Padamu Wahai Laut, Mencatat Arah Bintang), ah, masih banyak sekali lainnya. Mungkin akan saya urutkan dengan jelentreh pada mimpi-mimpi yang lain.
Namun, ada satu hal yang tampak gamblang bahkan sebelum kita membuka buku ini. Di bagian belakang ada kutipan beberapa kalimat yang dipungkasi dengan klausa “sehingga estetika itu tidak merefrain gagasan akademi TUK”. Nah, saya langsung kaget melihatnya. Ada lagi pihak yang mengangkat panji perang (intelektual) melawan TUK! Setelah Saut Situmorang, Ode Kampung, lalu sekarang giliran sastrawan Jawa Timur. Yah, kalau memang dirasa perlu diperangi hegemoni TUK, ya tidak salah juga sih. Tapi, saya merasakan ada satu hal yang kian tampak: TUK semakin tampak seperti sosok hewan yang terlalu raksasa dan mulai bisa menggiring hewan lain, dan kita, binatang-binatang lain ini tampak seperti binatang-binatang kecil, sebagian dari kita mengikuti atau mau diarahkan ke mana-mana oleh si binatang besar TUK, dan sebagian kita yang lain adalah binatang yang mencoel-coel tubuh si binatang besar TUK agar ukurannya tidak terlalu besar sambil juga sesekali makan rumputan agar tubuh juga ikut membesar tubuh.
Dalam konteks nyata, saya (seolah-olah) melihat beberapa komunitas mencoba menggalang kekuatan untuk menghancurkan dominasi TUK sambil juga tetap sedikit-sedikit berkaryaj, sementara di sana, TUK tampak tak begitu tertarik menggubris karena terlalu sibuk belajar dan berkarya dan masih suka muncul di koran Minggu, masih tetap mengampu koran minggu, masih tetap berdiskusi perihal estetika (bisa dilihat dari milisnya,:D).
Saya membayangkan (semoga awal kalimat ini tidak beraroma Catatan Pinggir, dus GM, dus TUK) akan indah jika kita MEMERANGI TUK DENGAN TANDA KUTIP (“memerangi” saja, bukan benar-benar MEMERANGI) TUK seperti halnya cara TUK berjuang: yakni dengan berdiskusi terus, berkarya terus, dan mencari dana terus… dari sumber-sumber, kalau bisa, dalam negeri. Saya yakin dengan terus belajar, berkarya, menerbitkan, kita tidak perlu diarah-arahkan seleranya TUK.
Ah, sori barusan terlalu panjang membahas apa yang ada di luar buku antologi penyair mutakhir Jawa Timur tadi. Maaf.
Yang jelas, saya sendiri sangat kagum dengan hasil kerja W. Haryanto, editor yang rajin membaca, mengkritik, dan membantu penerbitan karya-karya penyair Jawa Timur. Semoga pada masa selanjutnya, para sastrawan Jawa Timur lebih bisa belajar, berkarya, dan menerbitkan karya-karyanya. Dan kita pun (beserta sekalian sastrawan Indonesia) tidak lagi membutuhkan TUK sebagai alibi atas ketidakdibacaolehbanyakorangannya karya-karya mereka (ah, semoga “tuduhan” saya ini salah).
Akhirul kalam, kalau Anda sekalian tinggal di Jawa Timur, lahir di Jawa Timur, dan berkarya (sastra) di Jawa Timur, dan ingin puisinya terbit dalam antologi penyair mutakhir Jawa Timur buku ke-2, silakan kirimkan puisi-puisi Anda disertai dengan biodata diri ke w_ngagel@yahoo.com.
N.B. Konon akan ada juga kumpulan cerpen penulis mutakhir Jawa Timur… sssstttt…. ini baru konon lho. hehehehe…. Semoga sukses semua!!!!
have a nice reading… and please consider ethics even in this opensource era…
***
*) Wawan Eko Yulianto, lulusan sastra Inggris dari Universitas Negeri Malang, telah menulis sejumlah cerita pendek, resensi, menerjemahkan tiga novel James Joyce, dan sejumlah novel lain. Bekerja sebagai penulis lepas untuk beberapa penerbit: GPU, Jalasutra, Ufuk Press dan Banana Publisher. Aktif di Bengkel ImaJINASI dan OPUS 275. http://sastra-indonesia.com/2011/10/tentang-penyair-mutakhir-jawa-timur-dan-apa-apa-di-sekutatnya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar