Kamis, 06 Mei 2021

Air Mata Shakespeare

Ida Fitri *
Koran Tempo, 9-10 Jan 2016
 
AKU mencegat Romeo yang sedang melarikan kudanya untuk menemui Juliet dan bertanya, “Tahu apa kau tentang air mata?”
 
Anak lelaki Montague itu tidak menggubris, ia kembali menarik tali kekang kudanya.
 
“Oh sombong! Kenapa tak menjawab pertanyaanku.” Aku berteriak di antara debu yang mengepul ke udara.
 
“Kau bertanya pada orang yang salah, Puan. Tanyakan saja pada Tuan Brooke atau Tuan Shakespeare,” teriak lelaki itu sambil menatap ke belakang. Kemudian ia kembali memandang ke depan jalan. Ia sangat terarah untuk menemui perempuan dari keluarga Capulet itu.
 
MUNGKIN putra Montague itu benar, Tuan Brooke atau Tuan Shakespeare memiliki jawaban tentang masalahku. Sudah lama kerongkonganku ditimbuni garam. Menurut orang-orang, itu karena air mataku telah menumpuk. Itu membuat semua makanan menjadi terasa asin. Puding Yorkshire kesukaanku saja berubah menjadi berasa garam.
 
Arthur Brooke sudah mati, tidak mungkin aku mendatangi kuburannya. Apa yang bisa diceritakan oleh nisan-nisan? Tak ada, selain kesunyian yang mencekam. Satu-satunya harapanku adalah mendatangi panggung-panggung drama yang bertebaran di London. Mana tahu keberuntungan berpihak padaku, dan aku bisa bertemu dengan si kumis tipis, William Shakespeare.
 
Langkahku terhenti di depan sebuah rumah sandiwara. Sebuah gedung bertingkat yang terbuat dari kayu. Di atas pintu bangunan tersebut tertulis Blackfriars Theater. Aku berharap di dalam sana ada sebuah jawaban dari masalahku. Beberapa wanita bergaun indah dan lelaki berjas memasuki tempat tersebut. Kupikir pertunjukan akan segera dimulai.
 
Bagaimana cara bertemu dengan Tuan Shakespeare yang terkenal itu?
 
Seorang lelaki berkemeja putih dengan topi berwarna coklat menegurku.
 
“Puan! Sepertinya kita pernah bertemu.” Seulas senyum ramah itu mengingatkanku pada seorang pemuda dan kudanya.
 
“Romeo? Untuk apa kau berada di sini? Bukankah seharusnya kau bersama Juliet?”
 
“Aku ingin cuti dari peran Romeo sebentar,” ujarnya ringan.
 
“Kau sendiri, untuk apa kau berada di tempat menyebalkan ini?”
 
“Menyebalkan?” Aku balik bertanya, bukankah seharusnya ini rumahnya? “Hmmm. Aku ingin bertemu Tuan Shakespeare.”
 
“Aku merasa bosan. Berulang kali mati untuk orang yang sama.”
 
“Bukankah itu cinta sejati?”
 
“Kau dan orang-orang menyebutnya cinta sejati, padahal aku pusing mendengar pertanyaan malaikat. Mereka sangat kasar dan menyeramkan. Setiap kali aku mengakhiri hidup, mereka selalu datang dengan wajah yang berbeda.”
 
Aku melirik prihatin pemuda itu. Padahal aku salah satu pengagum cinta suci Romeo dan kekasihnya. Sebuah romansa percintaan yang dibawa hingga ke liang lahat. Sekali waktu aku pernah memimpikan lelaki seperti Romeo akan melamarku. Lelaki yang tak akan menukarku mesti nyawanya menjadi taruhan. Sangat klise, tapi sungguh mengharukan.
 
Pemuda di sampingku itu menggigit bibir bawahnya. Kupikir ada yang salah dengan putra kebanggaan Montague itu. “Kau sakit?” aku bertanya.
 
“Bukankah kamu ingin bertemu Shakespeare?” Bukannya menjawab, ia malah mengingatkanku tujuanku datang ke tempat ini. Aku mengangguk perlahan. “Mari kuantar.” Lelaki itu benar-benar mengalihkan pembicaraanku.
 
Romeo membawaku menuju ke belakang panggung. Gorden-gorden besar menjadi penghias tempat tersebut. Sesampai di sana, sesosok wanita berambut coklat sudah menanti kami. Perempuan itu terlihat anggun di bawah balutan gaun tidurnya. Aku langsung mengenal sosok perempuan itu. Juliet.
 
“Dari mana saja kau, Sayang?” tanya perempuan itu manja pada kekasihnya. “Siapa wanita itu?” lanjutnya lagi sambil melihat ke arahku. Perempuan memang tak jauh dari rasa cemburu.
 
“Aku lupa menanyakan namanya. Dia ingin bertemu Tuan Shakespeare.” Romeo memang tidak pernah menanyakan namaku. Toh aku hanya salah satu dari perempuan yang berharap dilamar oleh pemuda sepertinya.
 
“Kamu Anne? Istri Shakespeare?” tebak Juliet.
 
Aku kembali menggeleng lemah. Siapa diriku? Aku tak yakin akan identitas sendiri. Mungkin aku adalah satu perempuan yang mewakili waktu.
 
“Di mana aku bisa menemui Tuan Shakespeare?” Aku belum melupakan tujuanku datang ke tempat ini.
 
Juliet menunjuk ke arah sebuah bilik. Sebuah tempat yang mungkin dipakai para aktris untuk bermain drama.
 
Ketika aku berjalan ke bilik itu, sempat kulihat Juliet menarik Romeo ke tengah ruangan. Kemudian mereka berdansa berpelukan. Ah, mereka memang pasangan yang sangat serasi.
 
BEGITU aku membuka pintu, kegelapan memenuhi pandanganku. Telingaku menangkap isakan lirih dari sudut ruangan. Bisa kupastikan itu suara seorang lelaki. Cahaya temaram dari arah pintu yang terbuka membuat mataku mampu menangkap punggung seorang pria naik turun: ia sedang menangis.
 
“Anne? Kaukah itu?” lelaki itu menyapaku tanpa berbalik.
 
“Bukan, aku bukan Anne-mu.”
 
“Lalu kau siapa?” Aku kebingungan menjawab pertanyaan lelaki itu. Perlahan ia membalikkan badan. Dan matanya menusuk hingga ke jantungku.
 
“Anne….” Lelaki itu langsung memeluk tubuhku. Kebingungan melanda diriku. Benarkah aku istri lelaki ini? “Apa kau menjadi begini setelah kita mengubur Hamnet?”
 
Hamnet? Siapa lagi itu? Tak ada Hamnet dalam kisah Romeo dan Juliet.
 
“Putra kita memang telah mati, Anne. Tolong maafkan aku. Maafkan aku yang begitu sibuk dengan panggung-panggung ini.” Sesal mendalam terlukis jelas di paras lelaki itu. Aku melihat seorang bocah lelaki terbaring kaku di dalam peti mati.
 
Tubuhku menjadi ringan dan terbang entah ke mana.
 
AKU merasakan kakiku kembali menjejak tanah. Aku kembali melihat sebuah proses pemakaman. Mungkinkah ini pemakaman Hamnet? Tidak mungkin. Ini pemakaman seorang wanita terhormat. Sebuah lukisan wanita cantik terpampang di depan peti mati.
 
Julietkah? Bukankah saat kutinggal tadi ia sedang berdansa dengan Romeo? Kenapa peristiwa menjadi terpenggal-penggal untukku? Padahal saat melihat mereka berdansa tadi, timbunan rasa asin di kerongkonganku lenyap. Tapi itu tidak berlangsung lama. Shakespeare membuat rasa asin itu datang kembali, bahkan berkali lipat dari semula.
 
Apakah aku ini Anne? Kekasih pria itu. Oh kenapa sangat banyak ketidakjelasan di sini?
 
Seorang lelaki tampan tiba-tiba berlari masuk ke arah liang lahat. Semua mata tertuju padanya. Suara desahan terdengar dari arah pelayat, “Hamlet!” Lagi-lagi kebingungan menyergapku. Apa hubungan antara Hamnet dengan Hamlet. Mungkinkah Shakespeare menciptakan Hamlet untuk Hamnet?
 
Lelaki yang bernama Hamlet itu memanggil-manggil sebuah nama, “Ophelia! Ophelia!” Kupikir itu nama perempuan yang terbujur kaku di dalam peti mati. Mungkin itu adalah kekasihnya. Wujud lain dari Juliet. Dan perempuan itu juga mati.
 
Aku belum menemukan jawaban pasti ketika seorang lelaki yang bernama Laertes mengajak Hamlet berduel pedang. Apakah Ophelia jadi alasan mereka buat bertarung? Bahkan seorang wanita memang mampu memicu perang antara dua kerajaan.
 
Dari wanita separuh baya yang memakai gaun hitam berpita di pinggulnya yang berdiri di sampingku, aku mendapat keterangan bahwa Laertes adalah kakak lelaki Ophelia. Dan Hamlet, kekasih Ophelia, telah membunuh ayah mereka. Dan gadis itu menceburkan dirinya ke dalam sungai. Lagi-lagi kisah cinta yang penuh kesedihan. Dan aku kembali terjebak di tengah kekacauan ini.
 
Sungguh mengerikan pemandangan di depan sana. Dua pemuda berbadan tegap sedang bersiap-siap untuk saling membunuh. Aku tak ingin melihat akhir dari semua ini. Rasa asin semakin menekanku. Aku bisa merasakan seluruh tubuhku berubah menjadi asin, kemudian perlahan-lahan segenap partikel dalam tubuhku menjadi bening. Aku menjadi begitu mengenal diriku.
 
Aku hanyalah air mata yang berwujud seorang perempuan.
***
 

*) Ida Fitri, lahir di Bireuen, Aceh, pada 25 Agustus. Kumpulan cerpennya berjudul Air Mata Shakespeare (2016) dan Cemong (2017). http://sastra-indonesia.com/2021/05/air-mata-shakespeare/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah