Kamis, 01 Juli 2021

Dari Anakronisme sampai Etiket Bahasa



Peresensi: Adib Baroya *
Judul  : Perca-perca Bahasa
Penulis : Holy Adib
Penerbit  : Diva Pres
Cetakan : Pertama, Maret 2021
Tebal : 180 halaman
ISBN : 978-623-293-098-8
maarifnujateng.or.id, 28/05/2021
 
Bahasa tak bisa dilepaskan dari persoalan kosakata, makna dan konteks zaman. Bahasa jelas menangkap semangat suatu masa. Bahasa berubah dan bersinggungan dengan perubahan masyarakat. Perjumpaan dengan sekian tatanan hidup ini memberi pengaruh dan membentuk kultur berbahasa. Menciptakan pasang-surut penggunaan kosakata dan kemunculan kosakata-kosakata baru dalam perkembangan sejarah suatu bahasa.
 
Fenomena kebahasaan itu mendapat sorotan dalam buku Holy Adib berjudul Perca-perca Bahasa (2021) ini. Buku kumpulan esai ini buku kedua setelah buku Pendekar Bahasa (2019). Masih dengan tema yang sama, “Si Pendekar Bahasa” berusaha mendedah dan mencatat fenomena apa saja yang sempat bergulir. Dengan upaya semacam ini, membuat kronik berbahasa terdata dan terdokumentasikan.
 
Adib bersoal jawab atas pelbagai persoalan bahasa nasional kita dengan lugas dan enteng. Sehingga, saat membaca buku ini, yang terjadi adalah berdialog untuk mencermati, menggali, plus merenungi sejauh mana penggunaan bahasa Indonesia. Buku ini tersajikan dengan bahasa yang tidak akrobatik tapi tetap menarik. Dengan 7 bab yang tersaji, buku ini mengajak kita untuk lebih peka menghadapi bahasa Indonesia, baik di ranah personal maupun komunal.
 
Di tulisan “Anakronisme Bahasa dalam Film Bumi Manusia”, Adib menemukan kejanggalan pemakaian bahasa yang tidak selaras zaman dalam film tersebut. Kamus Besar Bahasa Indonesia V (2018) menjelaskan anakronisme sebagai, “hal ketidakcocokan dengan zaman tertentu.”
 
Kita tahu, film Bumi Manusia itu adaptasi dari novel Pramoedya Ananta Toer. Dalam novel pembuka Tetralogi Pulau Buru-nya itu, Pramoedya hanya menulis “kau” dan “tuan” sebagai pronomina. Namun, beberapa adegan percakapan dalam filmyang berlatar tahun 1898-1918 di Hindia Belanda justru terang-terangan menggunakan “Anda” sebagai kata ganti orang kedua tunggal. Penggunaan ini sangat tidak logis dengan latar waktu yang diusung film. Adib mencatat “Anda” digunakan sebanyak enam kali; satu oleh Minke, tiga kali oleh Nyai Ontosoroh, dan tiga kali oleh polisi Belanda.
 
Para penutur bahasa Melayu-Indonesia masa lampau tentu tidak menggunakan “Anda”. Transformasi linguistik ini sebenarnya sudah diusut Adib dalam “Sejarah Anda” yang  terhimpun di buku sebelumnya. Selain “Anda”, ada pula kata “sih”, yang turut diucapkan dalam adegan film Bumi Manusia dengan sangat fasih, yang turut menimbulkan anakronisme.
 
Sebagai representasi visual, film menghadirkan citra dan imaji yang sangat terpaut zaman. Dari segenap properti, atmosfer sosial-budaya, dan bahasa, emestinya selaras. Keberadaan bahasa dalam film tersebut tak berfungsi sebatas alat komunikasi, tapi juga penanda zaman dan identitas tokoh. Dialog film yang mengangkat latar masa silam tentu perlu menyesuaikan kosakata, gaya bahasa, struktur kalimat, sampai logat pada masa itu. Sebab, tuturan bahasa maha penting, apalagi dalam proyeksi film.
 
Sementara itu, Adib juga memperdebatkan makna “takjil”. Kosakata ini berasal dari bahasa Arab, ta’jiil, akan sangat ramai dituturkan selama bulan Ramadan di Indonesia. Kala sore atau menjelang petang hari, berburu takjil jadi wajar bagi masyarakat kita. Bulan Ramadan pun meriah dengan takjil.
 
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia V, “takjil” dimaknai sebagai verba ‘menyegerakan (dalam hal berbuka puasa)’ dan makna kedua adalah nomina konkret ‘makanan untuk berbuka puasa’. Yang terakhir inilah yang dikenal luas dan sering dituturkan masyarakat Indonesia, tinimbang arti pertama. Adib menandaskan bahwa penggunaan kosakata “takjil” yang tak sesuai dengan makna aslinya dalam bahasa Arab, tidak perlu dianggap salah kaprah dan wajib diluruskan.
 
Selain “takjil”, bentuk-bentuk lain yang memiliki makna serupa adalah “perbukaan” dan “juadah”. Kita mendapatkan informasi menarik. Konon, kosakata “perbukaan” di Malaysia jarang dipakai, musababnya terlalu baku. Orang-orang di negeri Jiran itu justru acap mengucap “juadah” dalam percakapan sehari-hari.
 
Kosakata dasar “perbukaan” adalah “buka”. Kata ini pada akhirnya diserap oleh berbagai bahasa daerah sesuai dengan penyerapan masing-masing; “pabukoan” (Minang) “pappabuka” (Bugis) “appabuka” (Makassar) “pebukoan” (Lampung) “bhukaan” (Madura) dan “parbuko” (Mandailing) (hal 87).
 
Dalam penyerapan kosakata, lazim terjadi perluasan atau penyempitan makna. Keduanya sangat kerap terjadi dalam kasus penyerapan kata dari bahasa asal alias bahasa asing. Kadang hanya diserap bentuknya tanpa meminjam maknanya, kadang jua meminjam bentuk sekaligus maknanya. Kesepakatan masyarakat berperan besar ihwal kosakata dan makna (yang meluas atau menyempit) ini. Penggunaan bahasa masih sangat bergantung konvensi sosial.
 
Tak melulu mendaratkan makna kata. Adib juga menyajikan pengalaman personalnya, seperti terbaca dalam tulisan “Etiket Berbahasa dalam Pergaulan Antarsuku Bangsa”. Adib mengisahkan dirinya saat berkomunikasi dengan orang yang berbeda suku bangsa. Dua kali Adib mengalami kemandekan komunikasi. Semuanya di jagat virtual, satu di Facebook, satu lagi di Twitter.
 
Percakapan maya memang mendominasi model pergaulan kita, apalagi saat dunia kian tertekuk dalam genggaman. Proses komunikasi yang dilakukan otomatis terhenti. Padahal, syarat utama komunikasi berjalan lancar apabila komunikator (pengirim pesan) dan komunikan (penerima pesan) memakai bahasa yang saling mereka pahami (hal 116). Bahasa, rupanya bukan hanya sebagai alat pemersatu, melainkan juga pemisah.
 
Kejadian semacam ini tidak bisa masyarakat Indonesia pungkiri. Negara-bangsa Indonesia terdiri atas beragam suku dengan bahasa daerah masing-masing. Bahasa satu niscaya saling bertemu dengan bahasa lain, menembus batas-batas teritorial dan kultural. Maka, etiket berbahasa di tengah negara-bangsa kita yang sangat plural ini menjadi urgen.
 
Adib memberi saran tanpa amarah, “Sebaiknya Anda memakai bahasa Indonesia jika belum mengetahui suku bangsa lawan bicara”. Bahasa Indonesia sesungguhnya bisa menjembatani sekian bahasa daerah. Kasus yang didedah Adib ini baru taraf penggunaan bahasa daerah, tak ubahnya dengan bahasa asing, yang juga intens dituturkan pada lawan bicara yang belum tentu mengerti betul makna kosakata bahasa asing tersebut.

*) Adib Baroya, mahasiswa IAIN Surakarta. http://sastra-indonesia.com/2021/07/dari-anakronisme-sampai-etiket-bahasa/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah