Minggu, 11 Juli 2021

Perihal Dalil Kiai Sutara

Fatah Yasin Noor *
 
Kalau Kiai Sutara mendalil, maka doktrin agama adalah filsafat.
Saya agak bimbang meresensi buku Dalil Kiai Sutara (selanjutnya disingkat DKS). Untuk pengarangnya tidak saya singkat. Ini sebagai bentuk apresiasi saya dan rasa hormat. Saya tak mau mengikuti kepongahan penulis hebat yang suka menyingkat nama orang. Sapardi Djoko Damono disingkat SDD. Lukas Luwarso senang menyingkat nama orang. AS Laksana disingkat ASL. Goenawan Mohamad dengan GM. Nirwan Dewanto, ND. Nirwan Ahmad Arsuka dengan NAR.
 
Buku DKS adalah kumpulan esai. Terasa masih hangat, baru keluar dari percetakan. Sebelum saya buka isinya, ini kebiasaan saya, saya hirup bau kertas buku tersebut. Setelah bungkus plastik tipis buku itu kita buang ke keranjang sampah. Menjelaskan secara rinci bau buku perlu perbendaharaan kata sifat yang memadai. Memang agak sulit mengiris dengan kata bau-bauan yang bersumber dari buku. Boleh jadi kadar penciuman semua orang sama. Tapi boleh jadi juga sudah lahir cabang ilmu pengetahuan yang khusus memperkarakan indera penciuman. Kenapa hati terasa nyaman saat menghirup bau wangi. Juga kenapa rasanya pingin muntah saat mencium bau busuk. Tentu saja kita tidak menyalahkan hidung. Kadar kolesterol tinggi setelah makan daging kambing. Bisa diredakan dengan mengunyah bawang putih dan bawang merah mentah.
 
Kesan pertama mengelus buku Dalil Kiai Sutara (DKS): pastilah ini buku sangat serius. Seperti sebuah kitab yang berisi ilmu rahasia dan pengetahuan filsafat agama yang berat. Perlu waktu khusus untuk membacanya dan tidak boleh serampangan. Memperlakukannya seperti kitab suci yang sakral. Tidak bisa dibuka meloncat-loncat sembarangan kayak membuka majalah remaja yang penuh gambar-gambar menarik.
 
Kesan pertama itu tidak salah kalau menilik cover buku DKS ini: polos. Ini bukan novel atau buku dari penerbit besar yang memperhitungkan desain cover untuk menarik pembaca. Setidaknya desain sampul yang menuntun pembaca untuk menerka isinya. Cover digarap sendiri oleh penulisnya. Juga penghalaman isinya.
 
Mungkin ini kerja yang melelahkan, tapi mendatangkan kebahagiaan untuk pengarangnya. Capek tidak terasa kalau tenggelam dalam keasikan. Akhirnya mewujud buku yang layak jadi koleksi.
 
Menilik isinya, ternyata kesan pertama itu salah. Kita terkecoh oleh penampilan visual. Dalil Kiai Sutara adalah buku apa. Seperti buku-buku kumpulan tulisan Taufiq sebelumnya. Tapi sayang sekali kalau buku DKS tidak dibolak-balik. Dibuka lembar demi lembar. Sekumpulan tulisan dalam buku ini boleh dibaca dari mana saja. Kiai Sutara bercerita lagi dan lagi. Tulisan Taufiq ini sebenarnya mengambil bentuk bertutur ala cerpen. Dialog seorang santri dengan gurunya. Pemikiran dan pandangan si aku yang santri. Sebagai orang kedua, Kiai Sutara. Sementara si aku adalah santri yang patuh. Si santri nakal (dalam tanda petik walau petiknya gak ada) selalu memancing Kiai Sutara untuk bicara.
 
Kemampuan Taufiq Wr Hidayat dalam membangun dialog. Kiai Sutara adalah tokoh utama. Dari Kiai Sutara keluar banyak dalil yang kontekstual. Menolak agama sebagai dogmatisme. Kasarnya, agama itu hanya sampiran. Sederhana tapi mengandung kebenaran, misalnya soal agama. Tapi Taufiq tak jarang bermonolog.
 
Cover buku ini gelap dan dalam. Sama sekali tidak ada petunjuk kalau isi buku ini sebetulnya kumpulan prosa, sastra, esai, dan sejumlah cerita kehidupan sehari-hari. Tulisan-tulisan ringan yang mengalir lancar. Tak ada gambar atau ilustrasi yang menuntun pembaca untuk menafsir isi buku. Kata dalil menambah sangar. Sejumlah kutipan – katakanlah petuah bijak menambah nilai sebuah cerita. Tidak sembarangan asal mengutip. Respon “Kiai Sutara” terhadap banyak hal atas fenomena hidup. Ada kebenaran hakiki yang mendesak untuk diutarakan.
 
Untuk yang kesekian, saya lupa, mungkin Dalil Kiai Sutara buku yang keenam. Taufiq Hidayat memang gemar menerbitkan tulisannya sendiri. Tak ada hasrat menyodorkan tulisannya ke penerbit lain. Taufiq sudah sangat tahu bagaimana cara menerbitkan buku. Dia langsung berhubungan dengan percetakan. Tapi masalahnya bukan di situ. Kemerdekaan dan kebebasan sepenuhnya di tangan Taufiq. Tak ditekte penerbit. Iya, penerbit sebagai perusahaan tak mau rugi tapi untung. Buku dicetak untuk dijual, itu pasti.
 
Saya merasa tidak perlu lagi mengupas tulisan Taufiq Wr Hidayat. Saya anggap pembaca sudah hafal dan tahu kedalaman diksi dan gaya tulisan Taufiq Wr Hidayat. 78 esai dibagi menjadi empat sub judul. Membaca semuanya adalah kesetiaan yang keras kepala pada kejenuhan. Saya katakan saja tulisan di buku ini adalah, seluruhnya, esai. Definisi esai dipaparkan Arief Budiman sebagai tegangan antara fiksi dan yang faktual. Taufiq merespon kenyataan sosial politik dan agama dengan argumentasi, sekaligus mengelak jaratan formalisme lewat bentuk fiksi. Kiai Sutara yang fiktif menjadi cara si aku penulis menitipkan pemikirannya.
 
Mengamalkan bentuk dengan strategi ini sejatinya adalah sastra, dalam artian esai sebagai sastra. Puluhan esai Taufiq ini ibaratnya butiran kelerang di kantong. Setiap kelereng memiliki coraknya yang warna-warni. Kita bisa memungut satu kelereng dari kantong, dan menimangnya sepanjang hari. Ternyatalah, dengan cara mendekatkan sebutir neker di pelupuk mata, kita lupa di dalam nejer tadi mengandung pesan. Mungkin pesan moral, atau agama. Tapi segera kita melupakannya.
***
 
*) Fatah Yasin Noor, lahir di Banyuwangi tahun 1962. Puisi-puisinya dalam antologi API (Angkatan Penyair Indonesia, 1998). Esai-esainya bagai nyanyian ganjil -mengusung sesuatu yang nyaris tak tertangkap publik. Sajak-sajak tunggalnya terkumpul dalam buku “Gagasan Hujan” (PSBB, 2003), “Rajegwesi” (PSBB, 2009). Kumpulan catatannya yang unik dan panjang terhimpun dalam “Seribu Jalan Raya” (PSBB, 2011). Tulisannya tersebar di media-media massa nasional dan lokal, Kedaulatan Rakyat, Jawa Pos, Majalah Budaya Jejak dan Bali Post. Puisinya yang dimuat di koran Bali Post itulah yang menarik, waktu itu redakturnya Umbu Landu Paranggi. Tahun 1979, esainya yang kritis berjudul “Film Nasional, Sebuah Tanggapan” dimuat media sastra legendaris dan pertama kali di Banyuwangi, Kertas Budaya Jejak, besutan alm. Pomo Martadi dan Hasnan Singodimayan.
Fatah menempuh pendidikan menengah dan tinggi di Yogyakarta, -boleh jadi tradisi berpikir kritisnya terbangun dari sana. Di Banyuwangi, nyaris media sastra tidak lepas dari tangan dinginnya. Ia Pimred jurnal Sastra-Budaya Lembaran Kebudayaan, dan pernah mengomandani kelompok budayawan serta seniman yang menolak Dewan Kesenian Banyuwangi (DKB) tahun 2002. Ia bersama gerbong para budayawan “bawah tanah” sempat mendirikan DKB-Reformasi, sebagai tandingan DKB “pemerintah” bergaya Orba waktu itu. Gerak budaya yang dikerjakan sastrawan nyentrik ini tak bisa dianggap remeh, terbukti “gerbong” DKB-R produktif melahirkan karya-karya berkualitas secara berkala dan melakukan kajian sastra pula penulisan sejarah Banyuwangi. Tahun 1998, menjadi salah satu dari kelompok muda yang menghadirkan alm. W.S. Rendra di Gedung Wanita, Banyuwangi, dalam peluncuran buku puisi para penyair Jawa-Bali “Cadik”, sehari sebelum tumbangnya Soeharto! Di masa itu bukan main-main mengadakan kegiatan sastra yang kritis berhadapan dengan aparat. Di tahun itu juga, bersama penyair dan budayawan lain, ia mengemukakan sikap anti kekerasan menyoal peristiwa “santet” di Banyuwangi.
http://sastra-indonesia.com/2020/10/perihal-dalil-kiai-sutara/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah