Kamis, 12 Agustus 2021

Nilai Budaya dalam “Puteri Malam” Cerita Rakyat Bangka

L.K. Ara
sinarharapan.co.id
 
Penggemar cerita rakyat mungkin akan mendapat kesulitan untuk menemukan cerita rakyat Pulau Bangka. Berbeda dengan cerita rakyat daerah lainnya seperti: Sunda, Jawa, Batak, Aceh, Sulawesi, yang sudah banyak diterbitkan. Baik dalam suatu kumpulan bersama antara cerita rakyat dari berbagai daerah maupun sendiri-sendiri.
 
Namun demikian penggemar cerita rakyat Pulau Bangka yang dikenal sebagai penghasil timah itu tidak perlu kecewa karena masih dapat ditolong oleh Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pada tahun 1983 Proyek ini pernah menerbitkan buku Puteri Ladang dan Puteri Malam yang ditulis oleh Amiruddin D (Dja’far) berisi cerita rakyat Bangka . Dalam kata pengantar pengarang kita pun akhirnya mengetahui bahwa buku ini merupakan lanjutan penerbitan sebelumnya yakni Cerita-Cerita Purba dari P. Bangka yang ditulis oleh pengarang yang sama. Mungkin karena penerbitan dengan oplah terbatas kedua buku ini pun sukar ditemukan di tengah masyarakat.
 
Selanjutnya dalam tulisan ini kita mencoba melihat nilai budaya daerah dalam cerita rakyat Puteri Malam.
Puteri Malam mengisahkan Pak Raje seorang kepala desa yang memiliki sawah dan bertindak sewenang-wenang. Sawah yang ditanami padi yang sedang berbuah itu dimasuki beberapa ekor babi. Pak Raje meminta kepada Sang Penyumpit menjaganya dengan dalih orang tua Sang Penyumpit yang sudah almarhum pernah berutang kepadanya. Demi membayar utang orang tua Sang Penyumpit rela bekerja pada Pak Raje. Ketika menjalankan tugasnya Sang Penyumpit mendapat rezeki yang tak diduga sehingga kaya raya. Melihat ini Pak Raje juga ingin mengikuti jejak Sang Penyumpit namun nasibnya sial, Pak Raje mati. Untunglah kemudian Sang Penyumpit mau membantu sehingga Pak Raje pulih kembali. Di akhir cerita Pak Raje insaf akan perbuatannya. Lalu menikahkan anaknya yang bungsu dengan Sang Penyumpit. Jabatan kepala desa pun diserahkannya kepada menantunya yang baik hati itu.
 
Tema cerita ini memperlihatkan bahwa orang yang jahat akan mendapat hukuman yang setimpal dan orang yang baik akan mendapat keberuntungan. Sedang pesan atau amanat cerita adalah sebaiknya jangan berbuat jahat dan sewenang-wenang kepada orang lain.
 
Perlakuan jahat yang dilakukan Pak Raje pada mulanya ketika sawahnya dimasuki babi. Dia memaksa Sang Penyumpit untuk mau menjaga. Agar Sang Penyumpit tak dapat menolak Pak Raje mengatakan bahwa pekerjaan ini sebagai ganti membayar utang ayahnya yang sudah almarhum. Sang Penyumpit tak dapat menolak demi untuk melunasi hutang ayahnya dan inilah tanda ia berbakti kepada orang tua. Sang Penyumpit bekerja keras siang malam demi membela nama baik orang tuanya.
 
Tutur Amiruddin Ja’far dalam cerita Puteri Malam:
Sampai diladang ia pun membakar kemenyan minta restu dewa-dewanya, tak lupa ia memuja mentemau (dewa babi) agar suka menolongnya supaya babi-babi jangan dilepaskan memakan ladang Pak Raje. Jika malam telah menyungkupi alam ini, sunyi senyaplah perladangan itu, merondalah Sang Penyumpit kesegenap pojok ladang. Tiga malam belum kejadian apa-apa, demikianlah hingga tujuh malam berlalu. Siang hari ia harus bekerja di ladang menuai padi dan malam hari harus pula jaga hingga tubuhnya merasa lemas dan pucat. Kadang-kadang ingin ia beristirahat tapi mengingat ancaman Pak Raje terpaksa ia terus berjaga-jaga.
 
Kerja keras Sang Penyumpit diberi imbalan yang baik. Dalam cerita dikisahkan ketika babi memasuki sawah ia sempat menombak dan mengenai seekor babi. Ingin tahu Sang Penyumpit menelusuri ke mana babi itu lari lewat darah yang bercucuran. Tiba di sebuah desa dalam rimba itu ia akhirnya mengetahui yang terkena seorang puteri. Ibu puteri itu minta kepada Sang Penyumpit menyembuhkan sakit puteri. Sang Penyumpit menolong puteri yang sakit. Nilai budaya menolong di sini digambarkan pengarang dalam cerita sebagai berikut:
 
Didekatinya gadis yang sedang sakit itu, dibukanya selimut yang menutupi kakinya. Sang Penyumpit meneliti tampak olehnya suatu benda hitam mencuat, sedikit ditelitinya betul-betul nyatalah bahwa itu mata tombak. “Bik, kuminta agar disediakan buluh seruas panjang sehasta, daun keremunting yang sudah ditumbuk banyaknya secupak”, kata Sang Penyumpit kepada ibu gadis itu…
…dicabutnya mata tombak yang terhunus, luka bekas cabutan ditutupinya dengan daun keremunting untuk penahan darah yang keluar.
Besok tentu ia sudah bisa berjalan-jalan kembali.
 
Di sini kita juga diberi informasi bagaimana mengobati orang luka dengan dedaunan obat yang tersedia di daerah itu.
 
Nilai budaya tolong-menolong dapat ditemukan juga dalam cerita rakyat ini, ketika Sang Penyumpit akan pergi meninggalkan desa puteri itu. Sang Penyumpit yang telah menolong menyembuhkan puteri yang sakit diberi hadiah. Hal itu digambarkan pengarang sebagai berikut:
 
-tetapi sebelum anak pulang paman mau menyiapkan oleh-oleh guna kau bawa ke duniamu.
Inilah oleh-oleh dari dunia kami, ini bungkusan kunyit, ini bungkusan buah nyatoh, ini daun simpur, ini buah jering. Tapi kempat bungkusan ini jangan anakku buka sebelum sampai ke rumah. Supaya anak tidak mendapat kesulitan di jalan bakarlah dulu kemenyan ini.
 
Dalam cerita selanjutnya digambarkan ketika oleh-oleh itu dibuka dirumah Sang Penyumpit ternyata isinya bukan kunyit dan jering tetapi perhiasan emas, pemata intan berlian. Sejak itu tersiar kabar bahwa Sang Penyumpit telah menjadi kaya raya. Hutang ayahnya kepada Pak Raje pun segera dilunasi.
 
Mendengar pengalaman Sang Penyumpit yang akhirnya menjadi kaya raya, Pak Raje pun ingin meniru. Tapi sial ketika Pak Raje mengikuti jejak Sang Penyumpit dalam cerita dikisahkan mati. Setelah mengobati anak gadis yang kena tombak itu Pak Raje tertidur. Ketika bangun ia diserang berpuluh-puluh ekor babi yang besar-besar. Tubuhnya disobek-sobek. Berita ini tersiar di desa Pak Raje. Puteri tua Pak Raje menyampaikan nasib ayahnya kepada Sang Penyumpit. Mendengar kabar ini Sang Penyumpit ingin segera menolong lebih-lebih ia sudah mengenal desa itu. Sifat menolong dan jujur yang dimiliki oleh Sang Penyumpit merupakan nilai budaya daerah yang khas dalam cerita rakyat Puteri Malam. Hal ini tercermin dalam baris-baris yang disusun pengarang Amiruddin Ja’far sebagai berikut:
 
Dewa Matemau mengetahui bahwa anakku seorang yang jujur. Karena kejujuranmu itu, anakku dianiaya ataupun ditipu oleh sebangsamu di duniamu sendiri. Sebat itulah Matemau pada mulanya melarang adik-adikmu ke tempat buah-buahan yang enak di ladang Pak Raje, kemudian Matemau memerintahkan supaya adik-adikmu datang lagi ke ladang. Kami bertanya mengapa Matemau memerintahkan demikian? Katanya cucuku Sang Penyumpit harus ditolong karena dia sendiri ditipu oleh Pak Raje. Bagaimana caranya Sang Penyumpit menolong Pak Raje sehingga tubuhnya tak tersobek-sobek lagi dan hidup kembali? Dikisahkan Sang Penyumpit menggunakan 7 helai daun. Lalu dia membakar kemenyan lalu menyebut, ada tangan, ada kaki. Semua anggota tubuh Pak Raje disebut. Terakhir diucapkan Pak Raje.
 
Digambarkan dalam asap mengepul Sang Penyumpit membacakan manteranya lalu tampak Pak Raje berusaha duduk. Dia tampak menggosok-gosokkan matanya.
 
Pak Raje yang telah insaf dan mengaku bersalah digambarkan pengarang dengan kalimat sebagai berikut:
 
“Marilah kita pulang Sang Penyumpit segala kesalahankku kepadamu dan kepada rakyat segera kuminta maaf. Sesudah itu engkau kukawinkan dengan si Bungsu lalu aku akana mengundurkan diri, engkaulah akan menggantiku. Marilah kita pulang agar kabar gembira ini segera kita laksanakan”.
 
Sesuai dengan janji Pak Raje pada saat yang telah ditentukan puteri Bungsunya dinikahkannya dengan Sang Penyumpit. Jabatan sebagai kepala desa pun diserahkan kepada menantunya yang baik hati itu. Selanjutnya kedua insan yang baru menjadi suami isteri ini hidup berbahagia.
***

http://sastra-indonesia.com/2009/12/nilai-budaya-dalam-puteri-malam-cerita-rakyat-bangka/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Rodhi Murtadho A. Syauqi Sumbawi Abdul Azis Sukarno Abdul Kadir Ibrahim Abi N. Bayan Achiar M Permana Adib Baroya Aditya Ardi N Afrilia Afrizal Malna Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Akhudiat Alfian Dippahatang Ali Audah Ali Mustofa Alief Mahmudi Alim Bakhtiar Allex Qomarulla Amarzan Loebis Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Syarifuddin Anash Andri Awan Anggrahini KD Anindita S Thayf Anisa Ulfah Anjrah Lelono Broto Annisa Steviani Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Ardy Suryantoko Arie Giyarto Arie MP Tamba Arif Bagus Prasetyo Arif Gumantia Arif Hidayat Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran AS Laksana Asarpin Asrul Sani Baca Puisi Bahrum Rangkuti Balada Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni R. Budiman Beni Setia Benny Benke Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budi Darma Bustan Basir Maras Candra Malik Candrakirana Caping Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chicilia Risca Christine Hakim Cinta Laura Kiehl D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Darju Prasetya Deddy Setiawan Denny JA Denny Mizhar Deo Gratias Dewi Musdalifah Dhimas Ginanjar Dian Sukarno Dian Tri Lestari Diana AV Sasa Dien Makmur Dinar Rahayu Diskusi Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Yan Masfa Donny Syofyan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Edisi Khusus Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Prasetyo Eko Tunas Elsa Vilinsia Nasution Erwin Setia Ery Mefry Esai Evan Ys F Aziz Manna F. Budi Hardiman F. Rahardi Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Feby Indirani Felix K. Nesi Foto Andy Buchory Francisca Christy Rosana Franz Kafka Frischa Aswarini Fritz Senn Galuh Tulus Utama Gampang Prawoto Gde Artawan Gendhotwukir Goenawan Mohamad Gola Gong Gusti Eka Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hamsad Rangkuti Hamzah Sahal Hardy Hermawan Hari Purwiati Hario Pamungkas Haris del Hakim Hasan Aspahani Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hendri R.H Hendri Yetus Siswono Herie Purwanto Herry Lamongan Heru Kurniawan Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I. B. Putera Manuaba IAI TABAH (Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah) Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Imam Muhtarom Imam Nawawi Imammuddin SA Iman Budhi Santosa Indira Permanasari Indonesia O’Galelano Indra Intisa Indra Tjahyadi Inung As Isbedy Stiawan ZS Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwan Simatupang Jajang R Kawentar Jalaluddin Rakhmat James Joyce Jean-Paul Sartre Jember Gemar Membaca JJ. Kusni Jl Raya Simo Sungelebak Karanggeneng Joko Pinurbo Jordaidan Rizsyah Joyo Juwoto Jual Buku Paket Hemat K. Usman Kadek Suartaya Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) Khairul Mufid Jr Khanif Khoirul Abidin Ki Ompong Sudarsono Kiki Astrea Kitab Para Malaikat Koh Young Hun Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Kritik Sastra Kumpulan Cerita Buntak Kurnia Effendi Kuswaidi Syafi’ie L.K. Ara Lan Fang Launching dan Bedah Buku Lawi Ibung Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Literasi Liza Wahyuninto Lukas Luwarso Lukman Santoso Az M. Abror Rosyidin M. Adnan Amal M. Faizi M. Lutfi M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahardini Nur Afifah Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mansur Muhammad Marcellus Nur Basah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Marsel Robot Marulam Tumanggor Mas Garendi Mashuri Masuki M. Astro Matdon Matroni Muserang MG. Sungatno Moh. Husen Mohamad Sobary Mohammad Sadam Husaen Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Multazam Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Murnierida Pram Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Neli Triana NH Dini Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nissa Rengganis Noor H. Dee Novel John Halmahera Nurel Javissyarqi Nuryana Asmaudi Omah Sastra Ahmad Tohari Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Proses Kreatif Puisi Pustaka LaBRAK PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat HM Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Resensi Ribut Wijoto Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Riri Satria Rodli TL Ronggeng Dukuh Paruk Ronny Agustinus Rumah Budaya Pantura (RBP) S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saini KM Sainul Hermawan Sajak Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Sastra dan Kuasa Simbolik Sastra Lamongan Sastra-Indonesia.com Sastri Sunarti Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSAstra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seputar Sastra Semesta Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Soeparno S. Adhy Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Subagio Sastrowardoyo Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syaifuddin Gani Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Ilat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Titi Aoska Tjahjono Widijanto Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Topik Mulyana Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Ulysses Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Universitas Indonesia Universitas Negeri Jember Untung Wahyudi Veronika Ninik Viddy A.D. Daery W.S. Rendra Wage Daksinarga Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Widie Nurmahmudy Wildan Ibnu Walid Windi Erica Sari Wisran Hadi Y Alprianti Y. Thendra BP Yanusa Nugroho Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Zainuddin Sugendal Zainuri Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zumro As-Sa'adah